Kepemimpinan
adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan terhadap
pencapaian tujuan organisasi. Sutisna (1993) merumuskan kepemimpinan sebagai proses
mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok dalam usaha ke arah pencapaian
tujuan dalam situasi tertentu. Sementara Soepardi (1988) mendefinisikan
kepemimpinan sebagai kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi,
mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang,
dan bahkan menghukum (kalau perlu), serta membina dengan maksud agar manusia
sebagai media manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi
secara efektif dan efisien. Hal tersebut menunjukan bahwa kepemimpinan
sedikitnya mencakup tiga hal yang saling berhubungan, yaitu adanya pemimpin dan
karakteristiknya; adanya pengikut; serta adanya situasi kelompok tempat
pemimpin dan pengikut berinteraksi.
B. Gaya Kepemimpinan
Gaya
kepemimpinan adalah cara yang dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi para
pengikutnya. Menurut Thoha (1995) gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku
yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mempengaruhi perilaku orang
lain seperti yang ia lihat. Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku
seorang pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi anak buahnya, apa yang
dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin bertindakdalam
mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinannya. Ada tiga
pendekatan utama dalam memahami gaya kepemimpinan yaitu, pendekatan sifat,
perilaku, dan situasional.
1.
Pendekatan Sifat
Pendekatan sifat mencoba menerangkan
sifat-sifat yang membuat seseorang berhasil. Pendekatan ini bertolak dari
asumsi bahwa individu merupakan pusat kepemimpinan. Kepemimpinan dipandang
sebagai sesuatu yang mengadung lebih banyak unsur individu, terutama pada
sifat-sifat individu.
Pendekatan ini menyarankan beberapa
syarat yang harus dimiliki pemimpin yaitu, kekuatan fisik dan susunan syaraf,
penghayatan terhadap arah dan tujuan, antusiasme, keramah-tamahan, integritas,
keahlian teknis, kemempuan mengambil keputusan, intelegensi, keterampilan
memimpin dan kepercayaan (Tead, 1963).
2.
Pendekatan Perilaku
Pendekatan ini memfokuskan dan
mengidentifikasi perilaku yang khas dari pemimpin dalam kegiatannyamempengaruhi
orang lain. Pendekatan perilaku kepemimpinan banyak membahas keefektifan gaya
kepemimpinan yang dijalankan oleh pemimpin. Ada beberapa studi kepemimpinan
yang menggunakan pendekatan ini.
a.
Studi Kepemimpinan
Universitas OHIO
Ide
penelitian mengenai kepemimpinan dimulai 1945 oleh Biro Urusan dan Penelitian
Ohio State University. Penelitian ini memperoleh gambaran mengenai dua dimensi
utama dari perilaku pemimpin yang dikenal sebagai pembuatan inisiatif (initiating structure) dan perhatian (consideration). Pembuatan inisiatif
menggambarkan bagaiman seseorang pemimpin memberi batasan dan struktur terhadap
peranannya dan peran bawahannya untuk mencapai tujuan. Adapun konsiderasi
menggambarkan derajat dan corak hubungan pemimpin dengan bawahannya yang ditandai
saling percaya, menghargai, dan menghormati dengan bawahannya.
b.
Studi Kepemimpinan
Universitas Michigan
Studi
ini mengidentifikasikan dua konsep yang disebut orientasi bawahan dan produksi.
Pemimpin yang menekankan pada orientasi bawahan sangat memperhatiakn bawahan,
mereka merasa bahwa setiap karyawan itu penting, dan menerima karyawan sebagai
pribadi. Sementara pemimpin yang menekankan pada orientasi produksi, sangat
memperhatikan produksi dan aspek-aspek teknik kerja, bawahan dianggap sebagai
alat untuk mencapai tujuan organisasi.
c.
Jaringan Managemen
Dalam
pendekatan ini, manajer berhubungan dengan dua hal. Yakni perhatian pada
produksi di satu pihak dan perhatian pada orang-orang di pihak lain. Perhatian
pada produksi atau tugas adalah sikap pemimpin yang menekankan mutu keputusan,
prosedur, mutu pelayanan staf, efisiensi kerja, dan jumlah pengeluaran.
Perhatian pada orang-orang adalah sikap pemimpin yang meperhatikan keterlibatan
anak buah dalam rangka pencapaian tujuan.
d.
Sistem Kepemimpinan Likert
Likert
mengembangkan teori kepemimpinan menjadi dua dimensi, yaitu orientasi tugas dan
individu. Likert berhasil merancang empat sistem kepemimpinan yaitu:
1)
Sistem
1; dalam sistem ini pemimpin sangat
otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya, suka
mengeksploitasi bawahan, dan bersikap paternalistik. Cara pemimpin ini dalam
memotivasi bawahanya dengan memberi ketakutan dan hukuman-hukuman,
kadang-kadang memberikan penghargaan secara kebetulan. Pemimpin dalam sistem
ini, hanya mau memperhatikan komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya
membetasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja.
2)
Sistem
2; dalam sistem ini pemimpin dinamakan
otokratis yang baik hati (Benevolent
authoritative). Pemimpin mempunyai kepercayaan terselubung, percaya pada
bawahan, mau memotivasi dengan hadiah-hadiah dan ketakutan berikut
hukuman-hukuman, memperbolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengarkan
pendapat, ide-ide dari bawahan, serta memperbolehkan adanya delegasi wewenang
dalam proses keputusan. Dalam sistem ini bawahan merasa tidak bebas untuk
membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan dengan atasan.
3)
Sistem3;
dalam sistem ini gaya kepemimpinan lebih dikenal dengan sebutan manajer konsultatif. Pemimpin mempunyai
sedikit kepercayaan pada bawahan. Pemimpin menetapkan dua pola hubungan
komunikasi, yakni ke atas dan ke bawah. Dalam hal ini, dia membuat keputusan
dan kebijakan yang luas pada tingkat atas, tetapi keputusan yang mengkhususkan
pada tingkat bawah. Dalam sistem ini, bawahan merasa sedikit bebas untuk
membicarakan sesuatu yang bertalian dengan pekerjaan bersama atasannya.
4)
Sistem
4; dinamakan pemimpin yang begaya kelompok
partisipatif (partisipative group). Dalam hai ini, manajer mempunyai
kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya. Dalam setiap persoalam, selalu
mengandalkan bawahan untuk mendapatkan ide dan pendapat, serta mengunakannya
secara konstruktif. Meberikan penghargaan yang bersifat ekonomis berdasarkan
partisipasi kelompok dan keterlibatannya pada setiap urusan. Bawahan secara
mutlak mendapatkan kebebasan untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan
pekerjaan bersama atasannya.
3.
Pendekatan Situasional
Pendekatan ini menitikberatkan pada
berbagai gaya kepemimpinan yang paling efektif diterapkan dalam situasi
tertentu. Ada beberapa studi kepemimpinan yang menggunakan pendekatan ini.
a.
Teori Kepemimpinan
Kontingensi
Teori
ini ini kembangkan oleh Fiedler and Chemers tahun 1950. Menurutnya seseorang
menjadi pemimpin bukan saja karena faktor kepribadian yang dimiliki, tetapi
juga karena berbagai faktor situasi yang saling berhubungan antara pemimpin
dengan situasi. Keberhasilan pemimpin bergantung baik pada diri pemimpin maupun
pada keadaan organisasi. Menurut Fiedler ada tiga dimensi (faktor) dalam
situasi yang mempengaruhi gaya kepemimpinan.
1)
Hubungan
antara pemimpin dengan bawahan
Hubungan ini
sangat penting bagi pemimpin, karena hal ini menentukan bagaimana pemimpin
diterima oleh anak buah.
2)
Struktur
tugas
Dimensi ini
berhubungan dengan seberapa jauh tugas merupakan pekerjaan rutin atau tidak.
3)
Kekuasaan
yang berasal dari organisasi
Dimensi ini
menunjukan sampai sejauh man pemimpin mendapat kepatuhan anak buahnya dengan
menggunakan kekuasaan yang bersumber dari organisasi.
Berdasarkan
tiga dimensi tesebut, Fiedler menentukan dua jenis gaya kepemimpinan dan dua
tingkat yang menyenangkan. Pertama, gaya
kepemimpinan yang mengutamakan tugas, yaitu ketika pemimpin merasa puas jika
tugas bisa dilaksanakan. Kedua, gaya
kepemimpinan yang mengutamakan pada hubungan kemanusiaan.
b.
Teori Kepemimpinan Tiga
Dimensi
Teori
ini dikemukakan oleh Reddin, seorang guru besar Universitas New Brunswick,
Canada. Menurutnya ada tiga dimensi yang dapat dipakai untuk menentukan gaya
kepemimpinan, yaitu perhatian pada produksi atau tugas, perhatian pada orang,
dan dimensi efektivitas. Gaya kepemimpinan Reddin sama dengan jaringan
manajemen, memiliki empat gaya dasar kepemimpinan, yaitu integrated, related, separated, dan dedicated. Gaya kepemimpinan
tersebut selanjutnya dikelompokan ke dalam gaya efektif dan tidak efektif
sebagai berikut.
1)
Gaya Efektif
a)
Executif;
gaya ini menunjukkan adanya perhatian baik kepada tugas maupun kepada hubungan
kerja dalam kelompok. Pemimpin berusaha memotivasi anggota dan menetapkan
standar kerja yang tinggi serta mau mengerti perbedaan individu, dan
menempatkan individu sebagai manusia.
b)
Developer;
gaya ini memberikan perhatian yang cukup tinggi terhadap hubungan kerja dalam
kelompok dan perhatian minimum terhadap tugas pekerjaan. Pemimpin sangat
memperhatikan pengembangan individu.
c)
Benevolent
Authocrat; gaya ini memberikan perhatian yang
tinggi terhadap tugas dan rendah dalam hubungan kerja. Pemimpin mengetahui
secara tepet apa yang ia inginkan dan bagaimna memperoleh yang diinginkan
tersebut tanpa menyebabkan ketidakseganan di pihak lain.
d)
Birokrat;
gaya ini memberikan perhatian yang rendah terhadap tugas maupun terhadap
hubungan. Pemimpin menerima setiap peraturan dan berusaha memeliharanya dan
melaksanakannya.
2)
Gaya yang tidak Efektif
a)
Compromiser;
gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada tugas maupun pada hubungan kerja.
Pemimpin hanya membuat keputusan yang tidak efektif dan sering menemui habatan
dan masalah.
b)
Missionary;
gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada hubungan kerja dan rendah pada
tugas. Pemimpin hanya tertarik pada keharmonisan dan tidak bersedia mengontrol
hubungan meskipun tujuan tidak tercapai.
c)
Autocrat;
gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada tugas dan rendah pada hubungan.
Pemimpin menetapkan kebijakan dan keputusan sendiri.
d) Deserter;
gaya ini memberi erhatianyang rendah pada tugas dan hubungan kerja. Pemimpin
hanya mau memberikan dukungan, struktur yang jelas, dan tanggung jawab hanya
pada waktu yang dibutuhkan.
c.
Teori Kepemimpinan
Situasional
Teori ini merupakan
pengembangan dari model kepemimpinan tiga dimensi, yang didasarkan pada
hubungan antara tiga faktor, yaitu perilaku tugas (Task behavior), perilaku
hubungan (Relationship behavior), dan kematangan (Maturity). Dari ketiga faktor
tersebut, tingkat kematangan anak buah merupakan faktor yang dominan. Karena
itu, tekanan utama dari teori ini terletak pada perilaku pemimpin dalam
hubungannya dengan anak buah. Menurut teori ini gaya kepemimpinan akan efektif
jika disesuaikan dengan tingkat kematangan anak buah. Makin matang anak buah,
pemimpin harus mengurangi perilaku tugas dan menambah perilaku hubungan.
Gaya kepemimpinan yang
tepat untuk diterapkan dalam keempat tingkat kematangan anak buah dan kombiasi
yang tepat antara perilaku tugas dan perilaku hubungan adalah sebagai berikut.
1)
Gaya Mendikte (telling)
Gaya ini diterapkan jika anak buah dalam
tingkat kematangan rendah dan memerlukan petunjuk serta pengawasan yang jelas.
Pemimpin dituntut untuk mengatakan apa, bagaiman, kapan, dan dimana tugas
dilakukan.
2)
Gaya Menjual (selling)
Gaya ini diterapkan apabila kondisi anak
buah dalam taraf rendah sampai moderat. Mereka telah memiliki kemauan untuk
melakukan tugas, tetapi belum didukung oleh kemempuan yang memadai, sehingga
pemimpin selalu memberikan petunjuk yang banyak.
3)
Gaya Melibatkan Diri (participating)
Diterapkan apabila tingkat kematangan
anak buah berada pada taraf kematangan moderat sampai tinggi. Mereka mempunyai
kemampuan, tetapi kurang mempunyai kemauan kerja dan kepercayan diri. Dalam
gaya ini pemimpin dan anak buah bersama-sama berperan didalam proses
pengambilan keputusan.
4)
Gaya Mendelegasikan (delegating)
Gaya ini diterapkan jika kemampuan dan
kemeuan anak buah telah tinggi. Gaya ini disebut mendelegasikan karena anak
buah dibiarkan melaksanakan kegiatan sendiri, melalui pengawasan umum.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyasa, Enco. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Nama : Ardi Widayanto
NIM :
07401241043
Prodi : PKnH
Tugas : Manajemen Pendidikan
follow: @ardimoviz
menarik penjelasan izin membaca artikel kepemimpinan dalam manajemen
ReplyDelete