A. Asas
Teritorialiteit(Territorialiteits
– beginsel)
Asas
teritorialiteit berarti bahwa perundang – undangan hukum pidana yang
berlaku bagi semua perbuatan pidana yang
terjadi didalam wilayah Negara , yang
dilakukan oleh setiap orang, baik sebagai warga Negara maupun orang asing. Pada pasal 2 KUHP
mengandung asas territorial, yang
menyatakan aturan pidana (wettelijke
strafberpalingen) dalam perundang – undangan Indonesia berlaku bagi semua perbuatan pidana yang terjadi di dalam
wilayah Indonesia.
Ketentuan
mengenai asas teritorialiteit diatas, yang menjadi dasar berlakunya hukum
pidana adalah tempat atau wilayah hukum Negara tanpa memperhatikan dan mempersoalkan
siapa, atau apa kualitasnya atau kewarganegaraannya , siapa pun yang melakukan
tindak pidana di dalam wilayah hukum Indonesia , maka hukum pidana Indonesia berlaku terhadap orang itu,
Luas
dan batasan wilayah hukum di Indonesia sudah diatur dalam keputusan
Konstituante No. 47/K/1957 yang menyatakan wilayah yang dimaksud pada waktu proklamasi
kemermerdekaan yang meliputi wilayah
bekas Hindia Belanda dulu menurut
keadaan pada saat pecah perang pasifik tanggal 7 desember. wilayah laut
Indonesia itu sendiri sebelum tahun 1957 menurut “ territorial zee en maritieme kringen ordonatie “(Stb
1939 No. 442) adalah 3 mil, laut yang dihitung dari batas garis pasang surut
sesuai dengan kebiasaan internasional namun pada saat berjalannya KABINET KARYA
dibawah pedana menteri JUANDA pada
tanggal 13 desember 1957 dikeluarkan pengumuman yang intinya “ menyatakan bahwa batas territorial
indonesi lebarnya 12 mil yang diukur dari garis – garis yang menghubungkan
titik – titik yang terluar pada pulau – pulau Negara Republik Indonesia akan
ditentukan dengan undang – undang “ hal ini pun dipertegas dalam UU No.
4/Prp/1960 pada pasal 1 ayat (2) yang
menyatakan “….jika ada selat
yang lebarnya tidak melebihi 24 mil laut dan Negara Indonesia tidak merupakan
satu – satunya Negara tepi, maka garis batas laut wilayah Indonesia ditarik pada tengah selat”
Ketentuan
pasal 2, diperluas lagi oleh pasal 3 yang termasuk melakukan tindak pidana
dalam “ keadaan air
(vaartuig) Indonesia dan pesawat udara Indonesia “, perluasaan
berlakunya hukum Indonesia menurut pasal 3 semula hanyalah pada keadaan air
Indonesia saja , baru dengan UU No. 4 tahun 1976 diperluas juga di dalam pesawat udara Indonesia . rumusan pasal 3
setelah disempurnakan dengan UU No. 4 tahun 1976 itu adalah sebagai berikut :
“ketentuan pidna perundang –
undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang diluar Indonesia melakukan
tindak pidana di dalam keadaan air atau pesawat udara Indonesia”
Pada pasal 95 a,
memuat pengertian “pesawat udara Indonesia” yang menyatakan sebagai berikut :
(1) Yang dimaksud dengan pesawat udara
Indonesia adalah pesawat udara yang didaftarkan di Indonesia
(2) Termasuk pula pesawat udara
Indonesia adalah pesawat udara asing yng disewa tanpa awak pesawat dan
dioperasikan perusahaan penerbangan Indonesia
B.
Asas Personaliteit (Personaliteit-beginsel)
Berlakunya
hukum pidana menurut asas personaliteit adalah bergabung atau mengikuti subjek
hukum atau orangnya ,yakni warga Negara dimanapun keberadaannya. Asas terdapat
dalam pasal 5 dan diatur lebih lanjut dalam pasal 6, 7,dan 8
Pasal 5
Merumuskan sebagai berikut :
(1) Ketentuan pidana dalam perundang –
undangan Indonesia berlaku terhadap warga Negara yang diluar Indonesia
melakuakan :
1. Salah satu kejahatan tersebut
dalam Bab I dan II buku kedua dan pasal – pasal 160. 161, 240, 279, 450,dan 451
2. Salah satu perbuatan yang oleh
suatu ketentuan pidana dalam perundang – undangan pidana Indonesia dipandang
sebagai kejahatan, sedangkan menurut
perundang undangan Negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana
(2) Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud
dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika terdakwa menjadi warga Negara sesudah
melakukan perbuatan
Bab
I dan Bab II telah secara limitative merumuskan kejahatan – kejahatan tertentu
yang berlaku asas personaliteit, artinya mengikut warga Negara RI dimanapun di
luar wilayah hukum Indonesia . sementara itu, yang ditentukan dalam ayat (1)
sub ke-2 tidak secara limitatif ditentukan jenis dan bentuk tindak pidana
tertentu , melainkan terhadap perbuatan – perbuatan dengan batas – batas atau
syarat tertentu yaitu :
a.
Perbuatan itu menurut perundang – undangan
Indonesia adalah berupa suatu kejahatan tertentu, dan
b.
Menurut ketentuan perundang- udangan Negara di
mana perbuatan itu dilakukan diancam dengan pidana , dalam arti juga merupakan
suatu tindak pindana
Jadi,
menurut ketentuan ayat (1) sub ke 2 pada
dasarnya asas personaliteit ini berlaku terhadap warga Negara Indonesia
mengenai semua kejahatan pada buku II (butir a ) selain yang dirumuskan dalam
bab I dan bab II, namun dibatasi dengan syarat – syarat tertentu, dimana harus
merupakan perbuatan yang di pidana menurut ketentuan perundang –undangan Negara
dimana parbuatan itu dilakukan
Mengenai
asas personalitas yakni hukum pidana Indonesia berlakunya mengkuti warga Negaranya seperti ketentuan dari pasal
5, diperluas oleh pasal 7 ,yang dirumuskan adalah sebagai berikut :“ ketentuan
pidana dalam perudangan – undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat
Indonesia yang diluar Indonesia melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana
dimaksudkan dalam bab XXVII buku kedua
C. Asas
Perlindungan (Beschermings-beginsel)
atau Asas Nasional Pasif
Asas
nasional pasif adalah asas yang menyatakan berlakunya undang – undang hukum
pidana Indonesia diluar wilayah Negara bagi setiap orang , warga Negara atau
orang asing yang melanggar kepentingan hukum Indonesia , atau melakukan
perbuatan pidana yang membahayakan kepentingan nasional di luar negeri , titik
berat asas ini di tujukan kepada kepentingan (nasional ) dimana perbuatan
pidana yang dilakukan seseorang di luar negeri. kepentingan hukum yang dilindungi ini bukan
didasarkan pada kepentingan pribadi saja , tetapi pada kepentingan hukum Negara
dan bangsa atau kepentingan nasional
Hukum
pidana Indonesia yang mengatur asas ini, sebagaimana tertuang dalam pasal 4
KUHP yang mengandung semua bentuk
kejahatan – kejahatan ,kejahatan yang dimaksud adalah:
1.
Kejahatan terdapat keamanan Negara
(104,104,107,108,111,bis Ke-1 dan 127)
2.
Kejahatan penyerangan (aanranding) terhadap
presiden dan wakil presiden (131)
3.
Kejahatan yang mengenai mata uang dan uang
kertas , secara konkret dapat disebutkan dapat disebutkan adalah kejahatan –
kejahatan mengenai pemalsuan mata uang dan mata uang kertas (Bab X buku II
KUHP)
4.
Kejahatan mengenai materai dan merek adalah
kejahatan dalam bab XI buku II KUHP
5.
Kejahatan pemalsuan surat utang atau sertifikat
utang tas tanggungan Indonesia , atau daerah atau bagian daerah dan lain – lain
kejahatan pemalsuan ini dapat masuk pasal 264
6.
Beberapa kejahatan pelayaran , yakni
a.
Pembajakan laut (438)
b.
Pembajakan laut, pembajakan tepi laut,
pembajakan sungai, pembajakan sungai, pembajakan pantai yang mengakibatkan
orang mati (445)
c.
Turut menyewa kapal dan lain – lain yang
diketahui akan melakukan pembajakan laut, pembajakan tepi laut, pembajakan
pantai dan sungai
7.
Kejahatan menyerahkan kendaraan air kepada
pembajak laut (447)
8.
Termasuk pula kejahatan – kejahatan yang
membahayakan penerbangan dan serana penerbangan ( pasal 479 huruf j.i.n.m.dan
o)
Ketentuan dalam
pasal 4 KUHP diperluas lagi oleh pasal 7 dan pasal 8 KUHP,rumusan pasal 7
dimaksudkan untuk memperlakukan undang- unadang hukum pidana Indonesia di
wilayah bagi setiap pejabat indonesia yang terdiri dari warga negara dan orang
asing ,sedangkan pasal 8 menentukan undang – undang hukum pidana Indonesia
diluar wilayah bagi nahkoda atau penumpang perahu iandonesia yang sekali pun
berada di luar perahu melakukan perbuatan pidana
D.
Asas Universaliteit (Universaliteits – beginsel ) atau asas
persamaan
Pengertian
asas Universaliteit adalah asas yang menyatakan setiap orang yang melakukan
perbuatan pidana dapat dituntut undang – undang hukum pidana Indonesia di luar
wilayah Indonesia untuk kepentingan hukum bagi seluruh Indonesia , namun tidak
mungkin semua kepentingan hukum didunia akan dapat perlindungan, melainkan
hanya untuk kejahatan yang menyangkut tentang keuangan dan pelayaran , pada
pasal 4 ke-2 kalimat pertama dan ke-4 KUHP mengandung asas universal yang
melindungi kepentingan hukum dunia terhadap kejahatan – kejahatan dalam mata
uang atau uang kertas dan pembajakan laut ,yang dilakukan setiap orang
Tujuan
dibentuknya pasal 4 ini dalam kaitannya dengan asas universaliteit adalah agar
tidak lepasnya dari tuntutan pidana dan pemidanaan terhadap si pembuat
kejahatan – kejahatan yang di maksud ketika setelah dia berbuat diluar
Indonesia, kemudian masuk ke negara
Indonesia, sedangkan Indonesia tidak dapat yang bersangkutan berhubungan dengan
tidak adanya perjanjian mengenai extradisi dengan negara tersebut, atau menurut
hukum negara asing tersebut perbuatan itu tidak diancam pidana ,hukum pidana
Indonesia berlaku baginya dan dapat dituntut pidana dan dipidana berdasarkan
hukum pidana Indonesia tanpa melihat kewarganegaraan si pembuat tersebut
No comments:
Post a Comment