Showing posts with label Tata Negara. Show all posts
Showing posts with label Tata Negara. Show all posts

Sunday, 26 August 2012

TELAAH HAK ASASI MANUSIA DALAM UDHR DAN UUD 1945

1.      Pengertian

Ada beberapa pengertian mengenai Hak Asasi Manusia. Brdasarkan Universal Declaration of Human Rights, HAM diartikan sebagai hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sedangkan berdasarkan UU no. 39 tahun 1999 menyebutkan bahwa HAM adalah hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia
2.      Klasifikasi HAM
Berdasarkan Universal Declaration of Human Rights
  • Pasal 1
Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan.
  • Pasal 2
Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Pernyataan ini tanpa perkecualian apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain.
Di samping itu, tidak diperbolehkan melakukan perbedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah perwalian, jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain.
  • Pasal 3
Setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan dan keselamatan individu.
  • Pasal 4
Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan, perbudakan dan perdagangan budak dalam bentuk apapun mesti dilarang.
  • Pasal 5
Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya.
  • Pasal 6
Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai pribadi di mana saja ia berada.
  • Pasal 7
Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam itu.
  • Pasal 8
Setiap orang berhak atas bantuan yang efektif dari pengadilan nasional yang kompeten untuk tindakan pelanggaran hak-hak dasar yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dasar atau hukum.
  • Pasal 9
Tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang.
  • Pasal 10
Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas pengadilan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak memihak, dalam menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya serta dalam setiap tuntutan pidana yang dijatuhkan kepadanya.
  • Pasal 11
1.      Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu pelanggaran hukum dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan yang terbuka, di mana dia memperoleh semua jaminan yang diperlukan untuk pembelaannya.
2.      Tidak seorang pun boleh dipersalahkan melakukan pelanggaran hukum karena perbuatan atau kelalaian yang tidak merupakan suatu pelanggaran hukum menurut undang-undang nasional atau internasional, ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman lebih berat daripada hukuman yang seharusnya dikenakan ketika pelanggaran hukum itu dilakukan.

  • Pasal 12
Tidak seorang pun dapat diganggu dengan sewenang-wenang urusan pribadinya, keluarganya, rumah-tangganya atau hubungan surat-menyuratnya, juga tak diperkenankan pelanggaran atas kehormatannya dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan atau pelanggaran seperti itu.
  • Pasal 13
1.      Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara.
2.      Setiap orang berhak meninggalkan sesuatu negeri, termasuk negerinya sendiri, dan berhak kembali ke negerinya.
  • Pasal 14

1.      Setiap orang berhak mencari dan menikmati suaka di negeri lain untuk melindungi diri dari pengejaran.
2.      Hak ini tidak berlaku untuk kasus pengejaran yang benar-benar timbul karena kejahatan-kejahatan yang tak berhubungan dengan politik, atau karena perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dan dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.

  • Pasal 15

1.      Setiap orang berhak atas sesuatu kewarga-negaraan.
2.      Tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dicabut kewarga-negaraannya atau ditolak haknya untuk mengganti kewarga-negaraan.
  • Pasal 16
1.      Pria dan wanita yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarga-negaraan atau agama, berhak untuk nikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan pada saat perceraian.
2.      Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai.
3.       Keluarga adalah kesatuan alamiah dan fundamental dari masyarakat dan berhak mendapat perlindungan dari masyarakat dan Negara.
  • Pasal 17
1.      Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain.
2.      Tak seorang pun boleh dirampas hartanya dengan semena-mena.
  • Pasal 18
Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya, mempraktekkannya, melaksanakan ibadahnya dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.
  • Pasal 19
Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas (wilayah).
  • Pasal 20
1.      Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai.
2.      Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk memasuki sesuatu perkumpulan.
  • Pasal 21
1.      Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas.
2.      Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negerinya.
3.      Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kehendak ini harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala dan jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan yang tidak membeda-bedakan, dan dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara-cara lain yang menjamin kebebasan memberikan suara.

  • Pasal 22
Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan berhak melaksanakan dengan perantaraan usaha-usaha nasional dan kerjasama internasional, dan sesuai dengan organisasi serta sumber-sumber kekayaan dari setiap Negara, hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya.
  • Pasal 23
1.      Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil serta baik, dan berhak atas perlindungan dari pengangguran.
2.      Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama.
3.      Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik yang menjamin kehidupannya dan keluarganya, suatu kehidupan yang pantas untuk manusia yang bermartabat, dan jika perlu ditambah dengan perlindungan sosial lainnya.
4.      Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.
  • Pasal 24
Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk pembatasan-pembatasan jam kerja yang layak dan hari libur berkala, dengan menerima upah.
  • Pasal 25
1.      Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatannya serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda, mencapai usia lanjut atau mengalami kekurangan mata pencarian yang lain karena keadaan yang berada di luar kekuasaannya.
2.      Para ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama.
  • Pasal 26
1.      Setiap orang berhak mendapat pendidikan. Pendidikan harus gratis, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan jurusan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pengajaran tinggi harus secara adil dapat diakses oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.
2.      Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi. Pendidikan harus menggalakkan saling pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras maupun agama, serta harus memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memelihara perdamaian.
3.      Orang-tua mempunyai hak utama untuk memilih jenis pendidikan yang akan diberikan kepada anak-anak mereka.
  • Pasal 27
1.      Setiap orang berhak untuk turut serta dengan bebas dalam kehidupan kebudayaan masyarakat, untuk mengecap kenikmatan kesenian dan berbagi dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan manfaatnya.
2.      Setiap orang berhak untuk memperoleh perlindungan atas kepentingan-kepentingan moril dan material yang diperoleh sebagai hasil dari sesuatu produksi ilmiah, kesusasteraan atau kesenian yang diciptakannya.
  • Pasal 28
Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial dan internasional di mana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub di dalam Pernyataan ini dapat dilaksanakan sepenuhnya.
  • Pasal 29
1.      Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakat tempat satu-satunya di mana ia memperoleh kesempatan untuk mengembangkan pribadinya dengan penuh dan leluasa.
2.      Dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, setiap orang harus tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil dalam hal kesusilaan, ketertiban dan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.
3.      Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini dengan jalan bagaimana pun sekali-kali tidak boleh dilaksanakan bertentangan dengan tujuan dan dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.
  • Pasal 30
Tidak satu pun di dalam Pernyataan ini boleh ditafsirkan memberikan sesuatu Negara, kelompok ataupun seseorang, hak untuk terlibat di dalam kegiatan apa pun atau melakukan perbuatan yang bertujuan untuk merusak hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang mana pun yang termaktub di dalam Pernyataan ini.

Sedangkan Manusia (HAM) secara jelas juga diatur dalam UUD 1945 yang diamandemen. Tapi, bukan berarti sebelum itu UUD 1945 tidak memuat masalah HAM. Hak asasi yang diatur saat itu antara lain hak tentang merdeka disebut pada bagian pembukaan, alinea kesatu. Kemudian, hak berserikat diatur dalam pasal 28, hak memeluk agama pada pasal 29, hak membela negara pada pasal 30, dan hak mendapat pendidikan, terdapat pada pasal 31.
Dalam UUD 1945 yang diamandemen, HAM secara khusus diatur dalam Bab XA, mulai pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J.

1.      Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya (Pasal 28 A)
2.      Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (Pasal 28 B Ayat 1)
3.      Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28 B Ayat 2)
4.      Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar (Pasal 28 C Ayat 1)
5.      Hak untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya (Pasal 28 C Ayat 1)
6.      Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif (Pasal 28 C Ayat 2)
7.      Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di depan hukum (Pasal 28 D Ayat 1)
8.      Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 D Ayat 3)
9.      Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28 D Ayat 3)
10.  Hak atas status kewarganegaraan (Pasal 28 D Ayat 4)
11.  Hak kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya (Pasal 28 E ayat 1)
12.  Hak memilih pekerjaan (Pasal 28 E Ayat 1)
13.  Hak memilih kewarganegaraan (Pasal 28 E Ayat 1)
14.  Hak memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak untuk kembali (Pasal 28 E Ayat 1)
15.  Hak kebebasan untuk meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya (Pasal 28 E Ayat 2)
16.  Hak kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28 E ayat 3)
17.  Hak untuk berkomunikasi dan memeperoleh informasi (Pasal 28 F)
18.  Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda (Pasal 28 G Ayat 1)
19.  Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia (Pasal 28 G Ayat 1)
20.  Hak untuk bebeas dari penyiksaan (torture) dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia (Pasal 28 G Ayat 2)
21.  Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 28 H Ayat 1)
22.  Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28 H Ayat 1)
23.  Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28 H Ayat 2)
24.  Hak atas jaminan sosial (Pasal 28 H Ayat 3)
25.  Hak atas milik pribadi yang tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapa pun (Pasal 28 H Ayat 4)
26.  Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (retroaktif) (Pasal 28 I Ayat 1)
27.  Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminasi atas dasar apa pun dan berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminatif tersebut (Pasal 28 I Ayat 2)
28.  Hak atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional (Pasal 28 I Ayat 3) 




Baca Selengkapnya...

Saturday, 25 August 2012

Kedudukan ketetapan MPR, Keputusan Presiden, dan Instruksi Presiden pasca Reformasi


A. Kedudukan Ketetapan MPR pasca Reformasi
Kedudukan MPR pasca amandemen UUD 1945 ( era Reformasi ) telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. MPR bukan lagi lembaga tertinggi tapi lembaga tinggi negara yang sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK. Susunan keanggotaanyapun berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu. Bahkan dari beberapa tugas yang diembannya pun apabila ditelaah lebih lanjut maka hanya beberapa tugas saja yang menjadi kegiatan rutin bagi MPR, yaitu melantik Presiden dan Wakil Presiden serta menetapkan Peraturan Tata Tertib dan kode etik MPR, sedangkan tugas yang lain hanya dilakukan apabila terjadi suatu keadaan yang abnormal.
Mengingat kecilnya peranan MPR, muncul pemikiran untuk tidak melembagakan MPR. Dengan demikian MPR hanyalah merupakan joint session (sidang gabungan) antara DPR dan DPD. Konsekuensinya adalah MPR tidak mempunyai pimpinan sendiri dan lembaga ini tidak ada bila tidak ada sidang gabungan tersebut. Struktur ketatanegaraan Republik Indonesia yang baru, MPR di samping tidak lagi mempunyai kedudukan sebagai lembaga tertinggi, juga tidak lagi bersifat permanen. MPR pada hakikatnya tetap dapat disebut sebagai institusi atau lembaga, tetapi sifat tugasnya tidak lagi permanen dan sifat kegiatannya tidak lagi terus menerus atau rutin. Kegiatan MPR yang bersifat rutin hanya satu yaitu melantik Presiden dan Wakil Presiden setiap lima tahun sekali. Sedangkan kegiatan lainnya terkait dengan tugas dan kewenangan yang tidak terjadwal secara rutin. 
  
MPR Pasca Reformasi:
1)      MPR tetap mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;
2)      MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum, dalam Sidang Paripurna MPR;
3)      MPR Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di dalam Sidang Paripurna MPR;
4)      MPR Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya;
5)      MPR Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari;
6)      MPR Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari;
7)      MPRMenetapkan Peraturan Tata Tertib dan kode etik MPR.
8)      MPR tidak lagi berwenang menetapkan GBHN.
9)      MPR tidak lagi mengangkat Presiden karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu).
 

B. Kedudukan Keputusan Presiden dan Instruksi Presiden Pasca reformasi
  • Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 5 ayat (1) UUD 1945)
  • Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaiman mestinya (Pasal 5 ayat (2) UUD 1945)
  • Presiden tidak lagi memegang kekuasaan legislatif karena sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
  • Masa jabatan presiden dibatasi maksimum menjadi dua periode saja.
  • Kewenangan Presiden mengangkat duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR.
  • Kewenangan Presiden memberikan grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR.

Nama   : Ardi Widayanto
NIM    : 07401241043
Prodi   : PKnH Reg’07
Tugas   : Hukum Tata Negara
Baca Selengkapnya...

Thursday, 23 August 2012

Resolusi Majelis Umum PBB


A. Majelis Umum
Majelis Umum PBB adalah salah satu dari 6 badan utama PBB. Terdiri dari anggota dari seluruh negara anggota dan bertemu setiap tahun di bawah seorang Presiden MU PBB yang dipilih dari wakil-wakil.
Tugas dan kekuasaan MU:
1)      Pelaksanaan perdamaian dan keamanan internasional
2)      Kerja sama di lapangan perekonomian dan masyarakat internasional
3)      Sistem perwakilan internasional
4)      Keterangan-keterangan mengenai daerah-daerah yang belum mempunyai pemerintahan sendiri
5)      Urusan keuangan
6)      Penerapan keanggotaan dan penerimaan anggota
7)      Perubahan piagam
8)      Hubungan dengan alat-alat perlengkapan lain

B. Persidangan
Selain sidang tahunan tersebut, MU dapat mengadakan sidang khusus atau sidang istimewa. Disamping kedua jenis sidang tersebut, masih dikenal lagi satu sidang yaitu “sidang khusus darurat”. Sidang tersebut harus diselenggarakan dalam jangka waktu 24 jam sesudah diterimanya usul oleh Dewan Keamanan untuk mengadakan sidang tersebut.
Usulan untuk mengadakan sidang khusus darurat didasarkan atas adanya suatu veto yang dijatuhkan  oleh salah satu dari 5 anggota tetap Dewan Kemanan di Dewan Keamanan, dalam mana veto tersebut akan menghambat tugas Dewan Keamanan untuk mempertahankan atau memulihkan perdamaian internasional. Adanya ketentuan tentang sidang khusus darurat didasarkan pada Resolusi Majelis Umum PBB tanggal 3 November 1950, yang terkenal dengan nama “Uniting for peace Resolution”.

C. Resolusi MU PBB
Resolusi MU PBB atau United Nations General Assembly Resolution adalah sebuah keputusan resmi dari MU PBB yang diadopsi ke dalam tubuh PBB. Walaupun semua badan PBB dapat mengeluarkan resolusi, dalam praktiknya resolusi yang paling sering dikeluarkan adalah resolusi oleh Dewan Keamanan PBB atau MU PBB.
Resolusi biasanya memerlukan suatu mayoritas sederhana (50% +1 dari semua suara) untuk lolos. Namun, jika MU menentukan bahwa masalahcadalah sebuah “pertanyaan penting” dengan suara mayoritas sederhana, maka 2/3 mayoritas diperlukan ; “pertanyaan penting” adalah mereka yang menangani secara signifikan dengan pemeliharaan perdamaian dan kemanan internasional, pengakuan atas anggota baru untuk PBB, pengangguhan hak-hak dan hak keanggotaan, pengusiran anggota, pengoperasian system perwalian, atau pertanyaan anggaran.
Contohnya adalah mengenai konflik di Israel. Israel adalah sebuah negara di Timur Tengah yang dikelilingi Laut Tengah, Lebanon, Suriah, Yordania, Mesir, dan gurun pasir Sinai. Selain itu dikelilingi pula 2 daerah otoritas nasional Plestina, Jalur Gaza, dan Tepi Barat. Israel merupakan satu-satunya negara Yahudi di dunia. Selain itu terdapat pula beberapa kelompok etnis minoritas lainnya.
Konflik Israel-Palestina adalah konflik yang paling lama berlangsung di wilayah Timur Tengah (dengan menyampingkan perang salib), yang menyebabkan menjadi perhatian utama masyarakat internasional.
Koflik antara keduanya menjadi agenda pertama  dalam sidang MU PBB. Ketika PBB baru terbentuk dan sampai saat ini belum terselesaikan meskipun rautusan resolusi telah dikeluarkan.
Sidang khusus darurat diselenggarakan pada tanggal 29 Januari-5 Februari 1982. Sidang tersebut diusulkan oleh negara-negara anggota Gerakan Non Blok (GNB) kepada Dewan Keamanan.. Dalam pernyataannya tanggal 25 Januari 1982 setelah terlebih dahulu mengadakan pertemuan selama 2 jam, GNB merasa sangat prihatin bahwa Dewan Keamanan telah gagal mengambil langkah-langkah untuk menentang tindakan Israel mencaplok Dataran Tinggi Golan.
Sidang darurat tersebut menghasilkan sebuah resolusi yang disetujui oleh MU melalui  pemungutan suara dengan hasil 86 setuju, 21 menentang, dan 34 suara abstain. Naskah resolusi tersebut antara lain berisi:
1)            Menuduh Israel sebagai negara yang tidak damai, meminta kepada seluruh anggota PBB untuk berusaha mengucilkan negara Yahudi itu secara total
2)            Menyerukan agar membatalkan bantuan militer kepada atau dari Israel
3)            Menyerukan pemutusan hubungan-hubungan diplomatic, ekonomi, dan keuangan
4)            Mendesak kepada Israel agar tanpa syarat keluar dari seluruh wilayah Palestina dan Arab yang didudukinya sejak 1967
5)            Keputusan Israel dalam bulan Desember 1981 untuk memberlakukan undang-undangnya, yurisdiksi serta administrasi di Dataran Tinggi Golan yang didudukinya merupakan suatu tindakan agresi menurut piagam PBB.
Karena resolusi MU tidak mengikat anggota-anggota, maka sudah pasti pelaksanaannya tidak dapat dipaksakan. Hal ini terbukti dengan belum terealisasikan resolusi tersebut.
Meskipun resolusi MU tidak mengikat terhadap negara-negara anggota, resolusi internal dapat mengikat pengoperasian itu sendiri, misalnya terhadap masalah-masalah anggran dan prosedur.
Ditahun 2008, Dewan Keamanan PBB mensahkan rancangan resolusi AS-Rusia yang ditujukan untuk memberi dorongan baru pada proses perdamaian Timur Tengah. Ketika Pemilu, AS membayang di Israel dan di antara rakya Palestina. Resolusi 1850, resolusi pertamayang disahkan oleh 15 anggota dalam 5 tahun, menerima 14 suara setuju. Libya, satu-satunya anggota Arab di dewan itu, tidak memberikan suaranya.
Pemilu itu terjadi pada sidang tingkat menteri yang dihadiri oleh Menlu AS Condoleezza Rice, Menlu Rusia Sergei Lavrov, dan Menlu Inggris David Miliband serta Sekjen PBB Ban Kimoon.
Naskah itu mendukung prinsip yang menyokong perdamaian Israel-Palestina pada waktu transisi dengan  kedatangan pemerintah baru AS dan pemilihan yang dipercepat yang dijadwalkan di Israel dan di antara rakyat Palestina tahun berikutnya.
Resolusi tersebut juga meminta kedua belah pihak untuk memenuhi kewajiban mereka dan menahan diri dari setiap langkah yang dapat merusak kepercayaan atau merugkan hasil pembicaraan.
Dan resolusi itu meminta ditingkatkannya upaya diplomatic untuk membantu perkembangan sesuai dengan kemajuan dalam pengakuan bersama proses bilateral itu dan hidup berdampingan secara damai di antara semua negara di kawasan itu dalam konteks untuk mencapai  perdamaian yang menyeluruh, adil, dan kekal di Timur Tengah.




Sumber Bahan:

Pawiroputro, Ekram. 1995. Organisasi Internasional Global. Yogyakarta: Laboratorium PMP dan KN FPIPS-IKIP Yogyakarta.
www.google.com

Tugas Lembaga Internasional
Rangkuman Resolusi Majelis Umum PBB


Baca Selengkapnya...

Monday, 20 August 2012

Pembentukan Undang-Undang

A. Pendahuluan
 Ada dua hal yang cukup signifikan dalam peraturan perundang-undangan, yakni syarat materil dan syarat formil. Kesesuaian dan keharmonisan substansi suatu peraturan perundang-undangan serta pemenuhan unsur teknikal  dalam penormaannya  merupakan lingkup kajian yang sangat terkait erat dengan pemenuhan  syarat materil. Sedangkan keabsahan dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan sangat terkait erat dengan pemenuhan syarat formil. Pemenuhan syarat formil atau syarat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dapat dijadikan indikasi adanya penguatan terhadap jamninan terpenuhinya syarat materil.
Pembentukan peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu sistem. Oleh karena di dalamnya terdapat beberapa peristiwa yang terjalin dalam satu rangkaian yang tidak terpisahkan antara satu dan lainnya. Hal ini dapat pula dipersamakan, misalnya  dalam pembentukan suatu rumah. Jika kita cermati dalam pembentukan suatu rumah maka terdapat beberapa tahapan dalam pembentukannya.
Tahapan tersebut diantaranya adalah tahap perecanaan (desain dan perhitungan biaya), tahap permohonan izin mendirikan bangunan (IMB), tahap penyiapan bahan bangunan dan pekerja bangunan, tahap pelaksanaan pembangunan, dan tahap penghunian bangunan. Sejalan dengan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa tahapan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, terdiri atas tahap perencanaan, tahap penyusunan, tahap pembahasan, tahap pengesahan, tahap pengundangan, dan tahap penyebarluasan. 
Dalam upaya menjamin kepastian pembentukan peraturan perundangan-undangan maka dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus senantiasa berdasarkan pada ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peraturan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan program Legislasi Nasional, Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden, serta Peraturan Presiden Nomor  1 Tahun 2007 tentang   Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan.


Seiring dengan hal tersebut di atas, berdasarkan Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan secara tegas bahwa pemohon pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar  Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus menguraikan dalam permohonannya mengenai pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar  Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan/atau materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar  Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hal ini menunjukan bahwa yang menjadi objek pemeriksaan perkara peninjauan kembali (judicial review) terhadap undang-undang oleh hakim Mahkamah Konstitusi adalah tidak hanya sebatas apakah suatu undang-undang telah memenuhi syarat materil saja, tetapi dapat juga apakah suatu undang-undang telah memenuhi syarat formil sesuai dengan Undang-Undang Dasar  Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses pembentukan undang-undang atau peraturan perundang-undangan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan eksistensi jati diri suatu undang-undang/peraturan perundang-undangan dalam kancah lingkungan rumpun hukum nasional.  


B. Pembentukan Undang-Undang
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dikatakan bahwa  terdapat beberapa tahapan dalam pembentukan suatu undang-undang. Ada pun tahapan yang dimaksud tersebut adalah :
  1. Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan merupakan tahap awal dalam pembentukan suatu undang-undang. Dalam tahap perencanaan ini lazimnya ditandai dengan adanya, penyusunan konsepsi rancangan undang-undang, atau penyusunan naskah akademik, pengharmonisan konsepsi, dan sertifikasi konsepsi baik melalui program legislasi nasional, maupun melalui  persetujuan izin prakarsa.  Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 menyebutkan bahwa konsepsi dan materi pengaturan rancangan undang-undang yang disusun harus selaras dengan falsafah negara Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang lain, dan kebijakan yang terkait dengan materi yang akan diatur dalam rancangan undang-undang tersebut.
Keselarasan yang demikian ini merupakan inti sari dari pengharmonisan suatu rancangan undang-undang. Pasal 1 angka 7 Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 menyebutkan bahwa konsepsi suatu rancangan undang-undang berisikan latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah pengaturan. Sama halnya dengan konsepsi, naskah akademik merupakan konsepsi rancangan undang-undang juga, tetapi konsepsi tersebut  dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Pensertifikasian suatu rancangan undang-undang dalam program legislasi nasional hanya dapat dilakukan apabila rancangan undang-undang tersebut telah dilengkapi dengan kosepsi atau naskah akademiknya, sebagai alasan teknis rancangan undang-undang untuk bisa dimasukan ke dalam program legislasi nasional. Di samping itu terdapat sejumlah kriteria yang dijadikan syarat bagi suatu rancangan undang-undang untuk  dapat dimasukan ke dalam program legislasi nasional.
Persyaratan tersebut adalah bahwa rancangan undang-undang yang akan disusun merupakan perintah dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perintah dari Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, perintah dari undang-undang, terdapat dalam daftar program legislasi nasional tahun 2005-2009, dan urgensi rancangan undang-undang. Selain itu dalam keadaan tertentu pemrakarsa dapat melakukan penyusunan rancangan undang-undang setelah memperoleh sertifikasi melalui persetujuan izin prakarsa dari Presiden. Penyusunan rancangan undang-undang berdasarkan sertifikasi persetujuan izin prakarsa hanya dilakukan terhadap hal-hal sebagai berikut :
  • 1.1. menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang;
  • 1.2. meratifikasi konvensi atau perjanjian internasional;
  • 1.3. melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi;
  • 1.4. mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, bencana alam; atau
  • 1.5. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu rancangan undang-undang yang dapat disetujui bersama oleh Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat dan Menteri.
  1. Tahap Penyusunan
Penyusunan rancangan undang-undang hanya dapat dilakukan apabila rancangan undang-undang tersebut telah disertifikasi baik melalui program legislasi nasional, maupun melalui persetujuan izin prakarsa oleh Presiden. 
Setelah rancangan undang-undang disertifikasi langkah awal yang harus dilakukan oleh pemrakarsa adalah mebentuk pantia antardepartemen. Keanggotaan panitia antardepartemen ini merupakan representasi dari instansi pemerintah yang secara langsung terkait dengan materi yang akan disusun dalam rancangan undang-undang.
Pemrakarsa dapat mengundang para ahli baik dari lingkungan akademisi, organisasi profesi, maupun organisasi sosial kemasyarakatan lainnya untuk turut serta dalam penyusunan rancangan undang-undang. Keikutsertaan wakil dari departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan dimaksudkan untuk   melakukan pengharmonisasian rancangan undang-undang dan teknik perancangan perundang-undangan. Dalam rangka penyempurnaan rancangan undang-undang pemrakarsa dapat menyebarluaskan rancangan undang-undang kepada masyarakat.
Hasil peyebarluasan rancangan undang-undang kepada masyarakat selanjutnya dijadikan bahan oleh panitia antardepartemen untuk menyempurnakan materi rancangan undang-undang yang sedang disusunnya.  Pemrakarsa selanjutnya menyampaikan rancangan undang-undang yang telah disusun oleh panitia antardepartemen kepada masing-masing menteri atau pimpinan lembaga terkait  yang menjadi anggota panitia antardepartemen untuk memperoleh pertimbangan dan paraf persetujuan. 
Dalam hal pemrakarsa melihat adanya perbedaan di antara pertimbangan yang disampaikan oleh menteri/pimpinan lembaga, pemrakarsa bersama dengan Menteri menyelesaikan perbedaan tersebut dengan menteri/pimpinan lembaga terkait yang bersangkutan. Apabila upaya tersebut tidak membuahkan hasil Menteri melaporkan secara tertulis permasalahan tersebut kepada Presiden  untuk memperoleh keputusan. Perumusan ulang rancangan undang-undang dilakukan oleh pemrakarsa bersama-sama Menteri. 
RUU yang sudah tidak memiliki permasalahan lagi baik dari substansi maupun dari segi teknik oleh pemrakarsa diajukan  kepada Presiden untuk   disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat guna dilakukan pembahasannya.
  1. Tahap Pembahasan
Pembahasan rancangan undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dalam duat tingkat pembicaraan. Pembicaraan tingkat kesatu berisikan agenda penyampaian keterangan pemerintah atas rancangan undang-undang, penyampaian pandangan dan pendapat fraksi-fraksi Dewan Perwakilan Rakyat terhadap rancangan undang-undang, pembahasan materi rancangan undang-undang berdasarkan daftar inventarisasi masalah (DIM), baik dalam forum panitia khusus (PANSUS), pantia kerja (PANJA), tim perumus (TIMUS), tim sinkronisasi (TIMSIN), maupun tim kecil (TMCIL). Sedangkan pembicaraan tingkat kedua berisi agenda rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, berupa pengambilan keputusan atas persetujuan rancangan undang-undang untuk dapat disahkan menjadi undang-undang oleh Presiden.
  1. Tahap Pengesahan

Ketua  Dewan Perwakilan Rakyat menyampaikan rancangan undang-undang kepada Presiden untuk dapat disahkan menjadi undang-undang. Penyampaian rancangan undang-undang oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden tersebut dilakukan dalam jangka waktu tujuh hari, terhitung sejak tanggal dicapainya persetujuan rancangan undang-undang dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat. Selanjutnya Presiden wajib mengesahkan rancangan undang-undang menjadi undang-undang dengan membubuhi tandan tangannya.
Pengesahan rancangan undang-undang menjadi undang-undang tersebut dilakukan dalam jangka waktu tiga puluh hari terhitung sejak disampaikannya  Rancangan undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden.
Jika jangka waktu yang telah ditentukan tersebut terlampaui dan ternyata Presiden belum juga membubuhkan tanda tangannya sebagai indikasi disahkannya rancangan undang-undang menjadi undang-undang maka rancangan undang-undang tersebut dianggap sah menjadi undang-undang. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 20 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  1. Tahap Pengundangan

Menteri mengundangkan rancangan undang-undang yang telah disahkan menjadi undang-undang dengan menempatkannya dalam lembaran negara Republik Indonesia. Sedangkan penjelasan undang-undang ditempatkan dalam tambahan lembaran Negara Republik Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang mengetahui kelahiran atau kehadiran suatu undang-undang,  sekaligus menandai saat mulai berlakunya undang-undang tersebut beserta kekuatan mengikatnya.
  1. Tahap Penyebarluasan  
 
Berdasarkan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004  ada kewajiban bagi pemerintah untuk menyebarluaskan undang-undang yang telah diundangkan. Penyebarluasan tersebut dimaksudkan agar khalayak ramai mengetahui dan memahami maksud yang terkandung di dalam undang-undang tersebut. Penyebarluasan ini dapat dilakukan melalui media cetak dan/atau media elektronik.

Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Tata Negara


Silahkan lihat Juga SKEMA PROSES TERBENTUKNYA UNDANG-UNDANG

  
Baca Selengkapnya...

Saturday, 18 August 2012

Sistem Pemerintahan Indonesia Orde Lama dengan Orde Baru

BAB I
PENDAHULUAN

Sistem pemerintahan adalah suatu istilah yang sebenarnya jika dilihat dari asal katanya merupakan gabungan dari dua kata yaitu sistem dan pemerintahan. Pengertian sistem adalah suatu keseluruhan yang terdiri atas beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional. Sedangkan pemerintahan adalah pemerintah/ lembaga-lembaga negara yang menjalankan segala tugas pemerintah baik sebagai lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Jadi pengertian dari sistem pemerintahan Indonesia adalah suatu hubungan fungsional yang terdiri dari lembaga-lembaga eksekutif, legeslatif, maupun yudikatif yang menjalankan tugas kepemerintahan di Indonesia.
(http://khazanna032.wordpress.com/2009/05/13/sistem-pemerintahan-indonesia/).
Sejarah sistem pemerintahan Indonesia dimulai dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dengan adanya proklamasi berarti lahirlah suatu negara baru yang bernama Indonesia dengan segala kepemerintahannya yang diatur Indonesia sendiri. Seiring berjalannya waktu, ternyata sistem pemerintahan Indonesia terus mengalami perubahan. Perubahan inilah yang kemudian yang akan kita kaji sebagai suatu sistem perbandingan. Dari waktu ke waktu, setiap perubahan itu membawa ciri tersendiri.
Sistem pemerintahan Indonesia sebagai suatu studi perbandingan dapat dilihat dari dua aspek dimensi yaitu dimensi tempat dan dimensi waktu. Perbandingan dimensi tempat berarti membandingkan sistem pemerintahan Indonesia dengan sistem pemerintahan negara lain. Perbandingan dimensi waktu berarti membandingkan sistem pemerintahan Indonesia sendiri dari masa lampau, sekarang dan yang akan datang. Fokus bahasan makalah ini adalah perbandingan sistem pemerintahan Indonesia dari dimensi waktu, terutama dari masa Orde Lama sampai dengan Orde Baru. Apa sajakah hal yang membedakan sistem pemerintahan Indonesia pada saat Orde Lama dengan Orde Baru lengkap dengan kejadian pendahulunya akan dibahas dalam makalah ini.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengantar
Sistem pemerintahan adalah suatu istilah yang sebenarnya jika dilihat dari asal katanya merupakan gabungan dari dua kata yaitu sistem dan pemerintahan. Pengertian sistem adalah suatu keseluruhan yang terdiri atas beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional. Sedangkan pemerintahan adalah pemerintah/ lembaga-lembaga negara yang menjalankan segala tugas pemerintah baik sebagai lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Jadi pengertian dari sistem pemerintahan Indonesia adalah suatu hubungan fungsional yang terdiri dari lembaga-lembaga eksekutif, legeslatif, maupun yudikatif yang menjalankan tugas kepemerintahan di Indonesia.
(http://khazanna032.wordpress.com/2009/05/13/sistem-pemerintahan-indonesia/).
Sistem pemerintahan Indonesia menurut para ahli ketatanegaraan dapat digolongkan menjadi 5 periodisasi, yaitu :
a.    Periode 17 Agustus 1945-27 Desember 1949
b.    Periode 27 Desember 1949-17 Agustus 1950
c.    Periode 17 Agustus 1950-5 Juli 1959
d.   Periode 5 Juli 1959 (masa UUD 1945 pasca Dekrit Presiden).
e.    Periode UUD 1945-UUD 1945 amandemen (Dasril Radjab,1994:90).
Dari setiap perubahan ini, dapat kita bandingkan bagaimana sistem pemerintahan Indonesia pada masing-masing periode. Berarti perbandingan sistem pemerintahan adalah suatu bidang kajian tentang bagaimana perbandingan pelaksanaan dari sistem pemerintahan Indonesia baik oleh lembaga eksekutif, legeslatif dan yudikatif. Untuk waktunya, hanya sistem pemerintahan Indonesia sejak Orde Lama sampai Orde Baru, berarti sampai dengan sebelum amandemen UUD 1945.



B.  Uraian
1.    Sistem Pemerintahan RI (Periode 17 Agustus 1945-27 Desember 1949).
Dengan adanya Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah merdeka dan tidak terikat lagi oleh kekuatan asing atau penjajah manapun. Indonesia adalah suatu negara yang merdeka dengan segala alat perlengkapan ketatanegaraannya. Beberapa poin penting pada masa itu adalah :
a.  Konstitusi yang dipakai adalah UUD 1945 yang ditetapkan dan disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
b.  Bentuk negara Indonesia adalah kesatuan.
c.  Sistem pemerintahannya adalah presidensiil yang bergeser ke parlementer.
Sistem pemerintahan yang diamanatkan oleh UUD pada saat itu sebenarnya adalah sistem presidensiil. Kepala negara sekaligus menjabat sebagai kepala pemerintahan dan menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden. Tetapi ternyata, sistem presidensiil ini tidak bertahan lama. Menurut ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945, sebelum MPR, DPR, dan Dewan Pertimbangan Agung terbentuk, presiden akan menjalankan kekuasaannya dengan bantuan sebuah Komite Nasional. Berarti kedudukan Komite Nasional hanyalah sebagai pembantu presiden.
Nyatanya pada tanggal 16 Oktober 1945, dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No X yang menyatakan bahwa KNIP sebelum terbentuknya MPR dan DPR diserahi kekuasaan legeslatif dan ikut menetapkan GBHN. KNIP sendiri dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang bertanggung jawab kepada KNIP (bukan kepada presiden). Badan Pekerja ini diketuai oleh Sutan Syahrir. (Erman Muchjidin,1986:26-27). Berarti dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No X tersebut, KNIP yang semula berperan sebagai pembantu presiden berubah menjadi badan legeslatif yang merangkap fungsi sebagai DPR dan MPR sekaligus. Menteri-menteri kemudian tidak bertanggung jawab lagi kepada presiden, tetapi bertanggung jawab kepada KNIP. Tanggal 14 November 1945 terbentuklah kabinet parlementer dengan PM Sutan Syahrir. Berarti sistem presidensiil telah beralih menjadi sistem parlementer. (Dasril Radjab,1884:90).
d. Sitem kepartaian masa itu adalah sistem multipartai. (Erman Muchjidin,1986:27).
Sistem multipartai ini berawal dari dikeluarkannya Maklumat Badan Pekerja KNIP tanggal 3 November 1945 yang berisi anjuran agar pemerintah dan rakyat mendirikan partai-partai politik sebagai sarana pembantu perjuangan bangsa Indonesia.
e.  Alat perlengkapan negaranya terdiri dari :
                         i.     Presiden dan wakil presiden
                       ii.     Menteri-menteri
                     iii.     Majelis Permusyawaratan Rakyat
                     iv.     Dewan Perwakilan Rakyat (Karena MPR dan DPR pada masa itu belum terbentuk, maka fungsi MPR dan DPR dipegang oleh KNIP sekaligus).
                       v.     Dewan Pertimbangan Agung.
                     vi.     Mahkamah Agung
                   vii.     Badan Pemeriksa Keuangan. (Dasril Radjab,1884:90).

2.    Sistem Pemerintahan RI (27 Desember 1949-17 Agustus 1950).
Diawali dari adanya Konferensi Meja Bundar yang secara jelas menyebutkan keberadaan dari Republik Indonesia Serikat. Salah satu hasil dari KMB sendiri menyebutkan dibentuknya Uni Indonesia Belanda, yang terdiri dari dua negara yaitu RIS dan Belanda. Berarti negara Indonesia saat itu telah berubah menjadi negara serikat. Pengakuan kedaulatan oleh Belanda kepada RIS yang sekaligus menandai perubahan Indonesia menjadi negara serikat ini terjadi pada tanggal 27 Desember 1949. (Erman Muchjidin,1986:33).
a.    Konstitusi yang berlaku pada masa itu adalah Konstitusi RIS 1949.
b.    Bentuk negara RIS adalah federasi, terbagi dalam 7 buah negara bagian dan 9 buah satuan kenegaran yang kesemuanya bersatu dalam ikatan federasi RIS. (Erman Muchjidin,1986:36).
c.    Sistem pemerintahannya adalah parlementer, ditandai dengan terbentuknya Senat RIS yang beranggotakan wakil-wakil dari negara bagian. Sistem kabinetnya disebut dengan Kern Kabinet, yaitu PM, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Keuangan, dan Menteri Ekonomi mempunyai kedudukan yang istimewa. Dalam mengambil keputusan mereka mempunyai kekuatan yang sama dengan kekuatan Dewan Menteri. Menteri-menteri tersebut baik secara sendiri-sendiri atau pun bersama-sama bertanggung jawab kepada DPR. Untuk Indonesia, wakil-wakilnya tergabung dalam DPR. (Erman Muchjidin,1986:35).
d.   Alat perlengkapan RIS terdiri dari :
                         i.     Presiden
                       ii.     Menteri-menteri
                     iii.     Senat
                     iv.     Dewan Perwakilan Rakyat
                       v.     Mahkamah Agung Indonesia
                     vi.     Dewan Pengawas Keuangan (BAB III Perlengkapan Republik Indonesia Serikat tentang Ketentuan Umum UUD RIS 1949).

3.    Sistem Pemerintahan RI (17 Agustus 1950-5 Juli 1959).
Konstitusi RIS ternyata tidak berumur panjang. Hal ini disebabkan isi konstitusi tersebut tidak mengakar dari kehendak rakyat dan bukan pula merupakan keputusan politik dari rakyat Indonesia. Akibatnya, timbul tuntutan dimana-mana untuk kembali ke negara kesatuan. Satu per satu negara atau daerah bagian menggabungkan diri kembali ke dalam RI. Negara bagian yang lain juga semakin sulit diperintah. Ini jelas akan mengurangi kewibawaan negara serikat.
Untuk mengatasi keadaan tersebut akhirnya Pemerintah Indonesia Serikat mengadakan musyawarah dengan Pemerintah Negara Republik Indonesia. Dalam musyawarah tersebut dicapai kesepakatan bahwa akan bersama-sama melaksanakan negara kesatuan sebagai jelmaan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945 dan untuk itu diperlakukan UUD Sementara. Akhirnya dibentuklah panitia yang bertugas merencanakan sebuah rancangan UUDS Negara Kesatuan Republik Indonesia. Panitia tersebut dipimpin oleh Soepomo untuk RIS dan Abdul Halim untuk RI. Melalui UU Federal No 17 Tahun 1950 (LN RIS 1950 No 56) ditetapkan perubahan KRIS 1949 menjadi UUDS 1950.
UU tersebut hanya berisi dua pasal, yaitu :
·      Pasal 1,“ Berisikan tentang perubahan KRIS 1949 menjadi UUDS 1950 dan setelah itu dimuat selengkapnya naskah dari UUDS 1950, yang terdiri dari mukadimah dan batang tubuhnya”.
·      Pasal 2,“ Menentukan tentang mulai berlakunya UUDS 1950, yakni pada tanggal 15 Agustus 1950”.(Dasril Radjab,1994:98).
a.    Konstitusi yang berlaku adalah UUDS 1950.
Dikatakan sebagai UUDS karena memang UUD ini bersifat sementara. Pemerintah Indonesia pada masa itu membentuk suatu badan yang bernama badan konstituante dimana tugas mereka adalah menyusun UUD.
b.    Bentuk negara menurut UUDS 1950 adalah negara kesatuan. Pasal 1 ayat 1 UUDS 1950 meyatakan bahwa RI yang merdeka dan berdaulat ialah negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan (Dasril Radjab,1994:102).
c.    Sistem pemerintahan menurut UUDS 1950 adalah parlementer. Dalam Pasal 83 ayat 2 UUDS 1950 dinyatakan bahwa menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri kepada DPR. (Dasril Radjab,1994:103).
d.   Sistem kepartaian masa itu adalah multipartai. Pemilu tahun 1955 untuk pertama kalinya dilaksanakan untuk memilih anggota konstituante.
e.    Alat perlengkapan negara menurut Pasal 44 UUDS 1950 adalah:
                         i.     Presiden dan Wakil Presiden
                       ii.     Menteri-menteri
                     iii.     Dewan Perwakilan Rakyat
                     iv.     Mahkamah Agung
                       v.     Dewan Pengawas Keuangan (Erman Muchjidin,1986:40).

4.    Sistem Pemerintahan RI (5 Juli 1959-pasca Dekrit Presiden).
Konstituante yang diharapkan dapat merumuskan UUD guna menggantikan UUDS 1950 ternyata tidak mampu menyelesaikan tugasnya. Hal ini jelas akan menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan negara. Presiden selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Isi dari Dekrit tersebut salah satunya adalah memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlaku kembali UUDS 1950. (Dasril Radjab,1994:106).
a.    Konstitusi yang dipakai adalah UUD 1945.
b.    Bentuk negara adalah kesatuan
c.    Sistem pemerintahannya adalah presidensiil, presiden sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden. (Dasril Radjab,1994:108).
Sistem presidensiil ini kelanjutannya akan menjadi presidensiil terpimpin. Presiden justru sebagai Pimpinan Besar Revolusi, segala kebijaksanaan ada di tangannya.
d.   Alat-alat perlengkapan negara setelah keluarnya Dekrit Presiden adalah :
                         i.     Presiden dan menteri-menteri
                       ii.     DPR Gotong Royong
                     iii.     MPRS
                     iv.     DPAS
                       v.     Badan Pemeriksa Keuangan
                     vi.     Mahkamah Agung (Soehino,1992:148).
e.    Beberapa penyimpangan yang terjadi pada masa setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah :
                         i.     Berlakunya demokrasi terpimpin dengan penafsiran bahwa presiden memegang kepemimpinan yang tertinggi di tangannya, menjadikan dirinya selaku Pimpinan Besar Revolusi dan konsep Nasakom dalam kehidupan bangsa. Padahal yang dimaksud dengan terpimpin menurut UUD 1945 adalah terpimpin dengan hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sedangkan konsep Nasakom berakibat pada PKI dapat menguasai lembaga negara.
                       ii.     Dalam SU MPRS Tahun 1963 Soekarno ditetapkan sebagai presiden seumur hidup. GBHN Indonesia pada pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960 ditetapkan menjadi Manipol/USDEK (UUD 1945, Sosialis Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Nasional).
                     iii.     Pemusatan kekuasaan pada presiden tidak saja menjurus kepada pemujaan individu dan menghilangkan fungsi dari lembaga negara yang ada karena lembaga negara yang telah dibentuk itu tunduk pada presiden. Orang-orang yang duduk dalam lembaga negara tidak didapat dari hasil pemilu tapi dipilih langsung oleh presiden.
                     iv.     Presiden membubarkan DPR hasil pemilu karena tidak menyetujui usul RAPBN dari presiden.
                       v.     Desakan PKI membuat Indonesia keluar dari PBB. PKI berhasil membuat Indonesia meninggalkan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan dibelokkan ke komunis atau poros-porosan (Jakarta-Peking-Pyongyang). Indonesia juga melakukan konfrontasi dengan Malaysia. Akibatnya Indonesia makin terasingkan dimata internasional. (Erman Muchjidin,1986:57).

5.    Sistem Pererintahan RI (Supersemar-Orde Baru berakhir).
Orde baru lahir dengan diawali berhasilnya penumpasan terhadap G.30.S/PKI pada tanggal 1 Oktober 1965. Orde baru sendiri adalah suatu tatanan perikehidupan yang mempunyai sikap mental positif untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat, dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mencapai suatu masyarakat adil dan makmur baik material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 melalui pembangunan di segala bidang kehidupan. Orde Baru bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Orde Baru ingin mengadakan koreksi total terhadap sistem pemerintahan Orde Lama.
Pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada Letjen Soeharto atas nama presiden untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu guna mengamankan pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, untuk menegakkan RI berdasarkan hukum dan konstitusi. Maka tanggal 12 Maret 1966, dikeluarkanlah Kepres No. 1/3/1966 yang berisi pembubaran PKI, ormas-ormasnya dan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia serta mengamankan beberapa menteri yang terindikasi terkait kasus PKI. (Erman Muchjidin, 1986:58-59).
a.    Konstitusi yang dipakai adalah UUD 1945 yang murni dan konsekuen.
UUD menjadi sangat kaku kedudukannya, sebagai sumber yang tertinggi, tidak dapat dirubah dan dimanfaatkan untuk melanggengkan kekuasaan.
b.    Bentuk negara adalah kesatuan.
c.    Sistem pemerintahannya adalah presidensiil karena kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintah dan menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden. Tetapi dalam kenyataan, kedudukan presiden terlalu kuat. Presiden mengendalikan peranan paling kuat dalam pemerintahan.
d.   Lembaga-lembaga dan alat perlengkapan negara tunduk di bawah presiden. MPR berperan sebagai lembaga tertinggi negara yang memegang kedaulatan rakyat. Lembaga ini pun tunduk pada kemauan presiden.
e.    Sistem kepartaian menggunakan sistem multipartai, tetapi hanya ada 3 partai. Secara faktual hanya ada 1 partai yang memegang kendali yaitu partai pemerintah (Golkar). Partai yang lain akan selalu kalah karena mereka seolah-olah hanya berperan sebagai peramai saja.
f.     Adanya doktrin P4 yang sangat kuat dan Wawasan Nusantara guna mempertahankan kedudukan penguasa.
g.    Tidak ada protes terhadap aktivitas pemerintah, hak bersuara hilang, banyak hak warga negara yang dipaksakan untuk dihilangkan. Kedudukan warga negara lemah didepan penguasa.
h.    Diadakan tata urutan terhadap peraturan perundang-undangan. Berdasarkan pada TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 urutannya adalah sebagai berikut :
                                  i.              UUD 1945
                                ii.              Ketetapan MPR
                              iii.              UU
                              iv.              Peraturan Pemerintah
                                v.              Kepres
                              vi.              Peraturan pelaksana lainnya, misalnya Keputusan Menteri, Instruksi Menteri, Instruksi Presiden dan Peraturan Daerah. (Erman Muchjidin,1986:70-71).


BAB III
PENUTUP

Pengertian dari sistem pemerintahan Indonesia adalah suatu hubungan fungsional yang terdiri dari lembaga-lembaga eksekutif, legeslatif, maupun yudikatif yang menjalankan tugas kepemerintahan di Indonesia. Sistem pemerintahan Indonesia menurut para ahli ketatanegaraan dapat digolongkan menjadi 5 periodisasi, yaitu :
a.  Periode 17 Agustus 1945-27 Desember 1949
b. Periode 27 Desember 1949-17 Agustus 1950
c.  Periode 17 Agustus 1950-5 Juli 1959
d. Periode 5 Juli 1959 (masa UUD 1945 pasca Dekrit Presiden).
e.  Periode UUD 1945-UUD 1945 amandemen (Dasril Radjab,1994:90).
Dari setiap perubahan ini, dapat kita bandingkan bagaimana sistem pemerintahan Indonesia pada masing-masing periode. Berarti perbandingan sistem pemerintahan adalah suatu bidang kajian tentang bagaimana perbandingan pelaksanaan dari sistem pemerintahan Indonesia baik oleh lembaga eksekutif, legeslatif dan yudikatif. Untuk waktunya, hanya sistem pemerintahan Indonesia sejak Orde Lama sampai Orde Baru, berarti sampai dengan sebelum amandemen UUD 1945.
Berdasarkan hasil perbandingan yang diperoleh, maka kita dapat menemukan beberapa hal yang kita perbandingan. Diantaranya dasar negara yang dipakai tiap periode, bentuk negara, sistem pemerintahan, sistem kepartaian, dan alat perlengkapan negara. Bahkan pada masa setelah Dekrit Presiden, ada beberapa penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah. Penyimpangan ini juga terjadi pada masa Orde Baru.


DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:
Lima Adi Sekawan. 2006. Lengkap UUD 1945 (dalam Lintasan Amandemen) dan UUD (yang pernah berlaku) di Indonesia. Jakarta :-
Muchjidin, Erman. 1986. Tata Negara. Bandung : Yudhistira.
Radjab, Dasril. 1994. Hukum Tata Negara Indonesia. Yogyakarta : PT Rineka Cipta.
Soehino. 1992. Hukum Tata Negara Indonesia. Yogyakarta : Liberty.

Sumber Internet :
http://khazanna032.wordpress.com/2009/05/13/sistem-pemerintahan-indonesia/

Baca Selengkapnya...

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
;