PENDAHULUAN
Kejahatan perusahaan (corporate crime) yang pelakunya
adalah kalangan eksekutif, dengan melakukan kejahatan demi keuntungan atau
kepentingan korporasi. Kejahatan korporasi semakin hari semakin meningkat baik
dari sisi kuantitas maupun secara kualitas. Kerjasama yang kuat dan profesional
akan menyulitkan para aparat dan penegak hukum untuk menindak dan mengadili
para pelaku. Ditambah dengan kemajuan teknologi yang pesat maka para aparat dan
penegak hukum harus dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai
di bidangnya, kemajuan dan alat teknologi yang dapat digunakan oleh para
pelaku, serta undang-undang dan payung hukum yang berlaku dan up to date.
Selain itu juga harus ada tindakan hukum yang tegas agar menimbulkan efek jera
bagi pelaku kejahatan korporasi.
Salah satu kejahatan yang termasuk corporate crime
adalah pelanggaran hak cipta. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek), terutama teknologi informasi yang sangat pesat dewasa ini
ternyata mampu menembus batas-batas negara yang paling dirahasi-akan. Manusia
modern adalah setiap orang yang cenderung pada kemajuan dengan berkembangnya
budaya teknologi (technology of culture). Kini tidak ada sesuatu pun yang dapat
disembunyikan oleh seseorang atau suatu negara dengan maksud tertentu guna
meraih keuntungan dengan cara-cara tidak terhormat yang merugikan orang atau
negara lain melalui hasil ciptaan yang dilindungi oleh perangkat hukum.
Perkembangan iptek lambat laun akan mampu mengungkapkan adanya kecurangan yang
terjadi selama ini terhadap ciptaan yang bernilai ekonomis. Berkembangnya
paradigma baru pada perlindungan atas hak kekayaan intelektual, maka perbuatan
seperti membajak, meniru, memalsukan ataupun mengakui sebagai hasil ciptaan
sendiri atas hak cipta orang lain atau pemegang izin dari ciptaan tersebut
merupakan perbuatan yang dilarang dan dapat diancam dengan sanksi hukum.
Perbuatan demikian amat merugikan bagi masa depan perkembangan iptek dan kepentingan
para pencipta yang telah berusaha dengan susah payah guna tercipta suatu
penemuan baru untuk kemaslahatan umat manusia.
Hak cipta merupakan bagian yang terbesar dari hak
kekayaan intelektual. Hak ini merupakan hak khusus dari pencipta. Pelanggaran
atas karya cipta dalam penerbitan semakin marak, hal ini dapat dilihat dari
produk bajakan yang diedarkan secara terbuka dan terang-terangan tanpa adanya
rasa ketakutan melanggar hokum, dimana undang-undang hak cipta telah
diberlakukan. Seiring dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002
tentang hak cipta, maka sudah sewajarnya masyarakat kita mengetahui tentang hak
karya orang lain, tentunya hak ini harus dihormati secara moral dan diberikan
imbalan yang layak secara ekonomi. Maka perlu sosialisasi terhadap
undang-undang ini dan juga penegakan hokum agar pelanggaran hak cipta
berkurang.
PEMBAHASAN
A. Corporate Crime Secara Umum
Corporate
crime merupakan salah satu bentuk WCC. Yang merupakan perilaku atau fenomena
yang merugikan dan merusak kehidupan dalam berbangsa dan bernegara yang
dilakukan oleh korporasi ( pelaku bisnis ). Sedangkan menurut I.S.Susanto
corpoare crime adalah kejahatan yang bersifat organisatoris yakni kejahatan yang
terjadi dalam konteks hubungan-hubungan yang kompleks dan berkaitan dengan
harapan-harapan diantara dewan, direksi, eksekutif dan manager disatu sisi dan
diantara kantor-kantor pusat, bagian-bagian dan cabang-cabang disisi lain.
Dalam
bukunya White Collar Crime, Millar (2005) menyatakan bahwa kejahatan korporasi
terbagi dalam 4 kategori yaitu pertama, kejahatan perusahaan (corporate crime)
yang pelakunya adalah kalangan eksekutif, dengan melakukan kejahatan demi
keuntungan atau kepentingan korporasi. Kedua, kejahatan yang pelakunya adalah
para pejabat atau birokrat, melakukan kejahatan untuk kepentingan dan atas
persetujuan atau perintah negara atau pemerintah. Ketiga, kejahatan malpraktek,
yang pelakunya adalah kalangan profesional seperti dokter, psikater, ahli
hukum, pialang, akuntan, penilai (adjuster) dan berbagai profesi lainnya yang
memiliki kode etik profesi, melakukan kesalahan profesional dengan sengaja,
dikategorikan sebagai profesional occupational crime. Keempat, ditujukan kepada
perilaku menyimpang yang dilakukan oleh para pengusaha, pemilik modal atau
orang-orang yang independent lainnya, walaupun tidak tinggi sosial ekonominya,
tetapi berjiwa petualang.
B. Pengertian Hak cipta
Hak cipta adalah
hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil
penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan
"hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan
pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan.
Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku
pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan".
Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis
lainnya, film,
karya-karya koreografis
(tari, balet, dan
sebagainya), komposisi
musik, rekaman suara, lukisan,
gambar,
patung,
foto, perangkat
lunak komputer, siaran radio dan televisi,
dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain
industri.
Hak cipta merupakan
salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda
secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang
memberikan hak monopoli
atas penggunaan invensi),
karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu,
melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Dalam mempelajari
pengertian hak cipta perlu mengetahui kata yang ada didalamnya seperti :
·
Ciptaan
adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan
ilmu pengetahuan, seni atau sastra.
·
Pencipta
adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya
lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan,
ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat
pribadi.
·
Pemegang
hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta atau pihak yang menerima
hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari
pihak tersebut.
C. Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta
1. Hak eksklusif
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak
cipta adalah hak untuk:
membuat salinan atau reproduksi ciptaan
dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
mengimpor dan mengekspor
ciptaan,
menciptakan karya turunan atau derivatif
atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
menampilkan
atau memamerkan ciptaan di depan umum,
menjual
atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak
eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang
bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang
melaksanakan hak cipta
2.
Hak
ekonomi
Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi
atas ciptaan serta produk hak terkai.t. Hak ekonomi lahir sebagai bentuk
penghargaan yang diberikan kepada pencipta atas hasil ciptaannya yang dapat
dipergunakan oleh orang lain. Bentuk dari hak ekonomi adalah adanya hak dari
pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Hak ekonomi ini dapat
dialihkan kepada orang atau badan hukum, sehingga orang atau badan hukum itu
yang berhak untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari suatu ciptaan untuk
digunakan sendiri atau dikomersilkan dalam jangka waktu tertentu dan
berdasarkan ketentuan-ketentuan yang disepakati. Dia juga berhak untuk
memberikan izin kepada orang lain untuk mengumumkan atau memperbanyak satu
ciptaan.
3.
Hak Moral
Hak moral lahir sebagai penghargaan kepada pencipta untuk selalu
diketahui sebaga pencipta atas hasil ciptaannya dan untuk melindungi suatu
ciptaan dari perubahan yang dapat dilakukan oleh orang lain. Hak moral tidak
dapat dialihkan karena pencipta tetap melekat pada ciptaannya sehingga disini
terdapat hubungan yang erat antara pencipta dan ciptaannya.. hak moral adalah hak yang melekat pada diri
pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan
dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan.
Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun
misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak
lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26
Undang-undang Hak Cipta.
D. Bentuk-bentuk pelanggaran Hak Cipta
Bentuk-bentuk pelanggaran hak
cipta antara lain berupa pengambilan, pengutipan, perekaman, pertanyaan dan
pengumuman sebagian atau seluruh ciptaan orang lain dengan cara apa pun tanpa
izin pencipta/pemegang hak cipta, bertentangan dengan undang-undang atau., melanggar
perjanjian. Dilarang undang-undang artinya undang-undang hak cipta tidak
memperkenan-kan perbuatan itu dilakukan oleh orang yang tidak berhak, karena
tiga hal, yaitu :
1) merugikan pencipta/pemegang hak cipta,
misalnya mem-foto kopi sebagian atau selurulnya
ciptaan orang lain kemudian dijual/belikan kepada masyarakat luas;
2) merugikan kepentingan negara, misalnya
mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah di bidang
pertahanan dan keamanan atau;
3) bertentangan dengan ketertiban umum dan
kesusilaan, misalnya memperbanyak dan menjual video compact disc (vcd) pomo.
Melanggar perjanjian artinya
memenuhi kewajiban tidak sesuai dengan isi kesepakatan yang telah disetujui
oleh kedua belah pihak, misalnya dalam perjanjian penerbitan karya cipta
disetujui untuk dicetak sebanyak 2.000 eksemplar, tetapi yang dicetak/diedarkan
di pasar adalah 4.000 eksemplar. Pembayaran royalti kepada pencipta didasarkan
pada perjanjian penerbitan, yaitu 2.000 eksemplar bukan 4.000 eksemplar. Ini sangat
merugikan bagi pencipta.
Pelanggaran hak cipta menurut
ketentuan Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) pada tanggal 15 Pebruari 1984 dapat
dibedakan dua jenis, yakni :
1) mengutip sebagian ciptaan orang lain dan
dimasukkan ke dalam ciptaan sendiri seolah-olah ciptaan sendiri atau mengakui
ciptaan orang lain seolah-olah ciptaan sendiri. Perbuatan ini disebut plagiat
atau penjiplakan (plagiarism) yang dapat terjadi antara lain pada karya cipta
berupa buku, lagu dan notasi lagu,
2) mengambil
ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan diumumkan sebagaimana yang aslinya
tanpa mengubah bentuk isi, pencipta dan penerbit/perekam. Perbuatan ini disebut
dengan piracy (pembajakan) yang banyak dilakukan pada ciptaan berupa buku,
rekaman audio/video seperti kaset lagu dan gambar (vcd), karena menyangkut dengan
masalah a commercial scale.
Menurut Pasal 72 UU No. 19
Tahun 2002 pelanggaran hak cipta dibagi
tiga kelompok, yakni :
1) Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan,
memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu. Termasuk perbuatan
pelanggaran ini antara lain melanggar larangan untuk mengumumkan, memperbanyak
atau memberi izin untuk itu setiap ciptaan yang bertentangan dengan
kebijak-sanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan
dan ketertiban umum;
2) Dengan sengaja memamerkan, mengedarkan atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang-barang hasil pelanggaran hak
cipta. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain penjualan buku dan vcd
bajakan;
3) Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak
penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer.
E. Subyek atau pelaku
Dari ketentuan Pasal 72, ada dua golongan pelaku
pelanggaran hak cipta yang dapat diancam dengan sanksi pidana :
1) pelaku utama adalah perseorangan maupun
badan hukum yang dengan sengaja melanggar hak cipta atau melanggar larangan
undang-undang. Termasuk pelaku utama ini adalah penerbit, pembajak, penjiplak
dan pencetak.
2) pelaku pembantu adalah pihak-pihak yang
menyiarkan, memamerkan atau menjual kepada umum setiap ciptaan yang
diketahuinya melanggar hak cipta atau melanggar larangan undang-undang hak
cipta. Termasuk pelaku pembantu ini adalah penyiar, penyelenggara pameran,
penjual dan pengedar yang menyewakan setiap ciptaan hasil kejahatan/pelanggaran
hak cipta atau larangan yang diatur oleh undang-undang.
F. Peraturan Perundang-undangan Hak Cipta
yang Berlaku di Indonesia
1. Undang-undang hak cipta pertama kali
muncul diatur dalam Undang-undang No. 6 tahun 1982 tentang hak cipta.
2. Kemudian diubah dengan undang-undang No. 7
tahun 1987.
3. Pada tahun 1997 diubah lagi dengan
undang-undang No. 12 tahun 1997
4. Pada tahun 2002, undang-undang hak cipta
kembali mengalami perubahan dan diatur dalam undang-undang No. 19 tahun 2002.
Beberapa peraturan pelaksana yang masih berlaku
yaitu :
·
Peraturan
pemerintah RI No. 14 tahun 1986 jo peraturan pemerintah RI No. 7 tahun 1989
tentang dewan hak cipta.
·
Peraturan
pemerintahan RI No. 1 tahun 1989 tentang penerjemahan dan atau perbanyakan
ciptaan untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, penelitian dan
pengembangan.
·
Keputusan
presiden RI No. 18 tahun 1997 tentang pengesahan Berne Convention for the protection
of literary and artistic Works
·
Keputusan
presiden RI No. 19 tahun 1997 tentang
pengesahan WIPO Coipyrights Treaty
·
Keputusan
presiden RI No. 17 tahun 1988 tentang
pengesahan persetujuan mengenai perlindungan hukum secara timbal balik
terhadap hak cipta atas karya rekaman suara antara negara republik indonesia
dengan masyarakat Eropa.
·
Keputusan
presiden RI No. 25 tahun 1989 tentang pengesahan persetujuan mengenai
perlindungan hukum secara timbal balik terhadap hak cipta antara republik
indonesia dan Amerika Serikat
·
Keputusan
presiden RI No. 38 tahun 1989 tentang pengesahan persetujuan mengenai
perlindungan hukum secara timbal balik terhadap hak cipta antara republik
indonesia dan Australia.
·
Keputusan
presiden RI No. 56 tahun 1994 tentang pengesahan persetujuan mengenai
perlindungan hukum secara timbal balik terhadap hak cipta antara republik
indonesia dan Inggris.
·
Peraturan
Menteri Kehakiman RI No. M.01-Hc.03.01 tahun 1987 tentang pendaftaran ciptaan.
·
Keputusan
menteri kehakiman RI No. M.01.PW.07.03 tahun 1988 tentang penyidikan hak cipta.
·
Sutar
edaran menteri kehakiman RI No. M.01.PW.07.03 tahun 1990 tentang kewenangan
menyidik tindak pidana hak cipta.
·
Surat
edaran menteri kehakiman RI No. M. 02.HC.03.01 tahun 1991 tentang kewajiban
melampirkan NPWP dalam permohonan pendaftaran ciptaan dan pencatatan pemindahan
hak cipta terdaftar.
G. Penegakan Hukum Hak Cipta
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk
tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman
perilaku dalam lalulintas atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau darui sudut subyeknya, penegakan hukum
itu dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai
upaya penegakan hukum itu melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan
hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang
berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. dapat pula
ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini,
pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas,
penegakan hukum itu mencakup pada nilai-nilai keadilan yang terkandung
didalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam
masyarakat. Tatapi dalam arti
sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal
dan tertulis saja.
Untuk mewujudkan semua itu diperlukan aparatur penegak
hukum itu, terdapat 3 elemen penting yang mempengaruhi, yaitu:
i.
institusi penegak hukum beserta
berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja
kelembagaannya;
ii.
budaya kerja ytang terkait
dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya, dan
iii.
perangkat peraturan yang
mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang
dijadikan standar kerja, baik hukum materilnya maupun hukum acaranya. Upaya
penegakan hukum secara sistematik haruslah memperhatikan ketiga aspek itu
secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan itu sendiri
secara internal dapat diwujudkan secara nyata.
Perlindungan hukum merupakan upaya
yang diatur dalam undang-undang untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta
oleh orang-orang yang tidak berhak. Apabila terjadi pelanggaran, maka
pelang-garan itu harus diproses secara hukum, dan bilamana terbukti melakukan
pelanggaran akan dijatuhi hukuman sesuai dengan ketentuan undang-undang hak cipta.
UU No. 19 Tahun 2002 mengatur jenis-jenis perbuatan
pelanggaran dan ancaman hukumannya, baik secara perdata maupun pidana. UU ini
memuat sistem deklaratif (first to use system), yaitu perlindungan hukum hanya
diberikan kepada pemegang/pemakai pertama atas hak cipta. Apabila ada pihak
lain yang mengaku sebagai pihak yang berhak atas hak cipta, maka
pemegang/pemakai pertama harus membuktikan bahwa dia sebagai pemegang pemakai
pertama yang berhak atas hasil ciptaan tersebut. Sistem deklaratif ini tidak mengharus-kan
pendaftaran hak cipta, namun pendaftaran pada pihak yang berwenang (cq Ditjen
Hak Kekayaan Intelektual Depkeh RI) merupakan bentuk perlindungan yang dapat
memberikan kepastian hukum atas suatu hak cipta.
Setiap pelanggaran hak cipta akan
merugikan pemilik/pemegangnya dan/atau kepentingan umum/negara. Pelaku
pelanggaran hukum tersebut harus ditindak tegas dan segera memulihkan kerugian
yang diderita oleh pemilik/pemegang hak atau negara. Penindakan atau pemulihan
tersebut diatur dalam UU No. 19 Tahun 2002. Penindakan dan pemulihan
pelanggaran hak cipta melalui penegakan hukum secara :
(1) perdata berupa gugatan meliputi
:
·
ganti kerugian,
·
penghentian perbuatan pelanggaran,
·
penyitaan barang hasil pelanggaran untuk
dimusnahkan.
(2) pidana berupa tuntutan :
o
pidana penjara maksimal 7 tahun penjara,
o
pidana denda maksimum sebesar Rp. 5
miliar
o
perampasan barang yang digunakan
melakukan kejahatan untuk dimusnahkan,
(3) administratif berupa tindakan
·
pembekuan/pencabutan SIUP,
·
pembayaran pajak/bea masuk yang tidak
dilunasi,
·
re-ekspor barang-barang hasil
pelanggaran.
Selama ini, pelanggaran hak cipta termasuk dalam
delik aduan (klachtdefict). Artinya, penyelidikan dan penyidikan oleh pihak
kepolisian bersama instansi terkait atau tuntutan sanksi pidana dapat dilakukan
oleh penuntut umum atas dasar pengaduan dari plhak-pihak yang dirugikan, baik
para pencipta, pemegang izin, warga masyarakat sebagai konsumen ataupun negara
sebagai penenima pajak. Delik aduan ini adalah dalam bentuk delik aduan mutlak
(absolute klachidelict), yakni peristiwa pidana yang hanya dapat dituntut bila
ada pengaduan. Berlakunya UU No. 19 Tahun 2002, pelanggaran hak cipta menjadi
delik biasa yang dapat diancam pidana bagi siapa saja yang melanggarnya. Adanya
perubahan ini sebagai upaya pemerintah mengajak masyarakat untuk menghargai dan
menghormati HKI mengingat masalah pelanggaran hak cipta telah menjadi bisnis
ilegal yang merugikan para pencipta dan pemasukan pajak/devisa negara di
samping masyarakat internasional menuding Indonesia sebagai “surga”
bagi para pembajak.
bagi para pembajak.
PENUTUP
Hak
cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya maupun member izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-penbatasan menurut poerundang-undangan yang berlaku.
Adapun Bentuk-bentuk
pelanggaran hak cipta antara lain berupa pengambilan, pengutipan, perekaman,
pertanyaan dan pengumuman sebagian atau seluruh ciptaan orang lain dengan cara
apa pun tanpa izin pencipta/pemegang hak cipta, bertentangan dengan
undang-undang atau., melanggar perjanjian.
Pelanggaran hak cipta akan membawa dampak buruk bagi
pengembangan i1mu pengetahuan, teknologi, seni dan sastra. Tanpa adanya
perlindungan hukum yang memadai atas hak cipta seseorang, maka daya inovasi dan
kreativitas pencipta akan menurun tajam yang dapat merugikan semua pihak. Masuk
akal dalam pemikiran para pencipta, untuk apa mencipta atau berkreativitas
dalam ilmu pengetahuan, sastra dan seni, jika hasil ciptaan mereka selalu
dibajak oleh pihak-plhak yang tidak bertanggung jawab. Sudah menjadi kewajiban
dari negara melalui instansi yang berwenang untuk mampu melindungi hasil
ciptaan tersebut dengan melakukan penegakan hukum terhadap para pelangganya.
Sebaliknya, penegakan hukum hak cipta harus hati-hati dalam memilah bentuk
pelanggaran yang dilakukan dan justru diharapkan adalah petugas penegak hukum
yang betul-betul dapat memahami tentang makna akan hak cipta sesungguhnya tanpa
menggeneralisasikan begitu saja suatu perbuatan pelanggaran hak cipta dalam
pemikiran orang atau masyarakat awam.
Sanksi hukum diharapkan dapat mengurangi atau menjerakan
para pembajak tanpa izin dan prosedur hukum (illegal) menggunakan ciptaan orang
lain dengan maksud tertentu untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.
Pemberian sanksi hukum dalam ketentuan UU No. 19 Tahun 2002 tidak akan menjamin
pelanggaran hak cipta dapat berkurang, sejauh kesadaran hukum masyarakat masih
rendah dan kurang menghargal hasil karya orang atau bangsa lain. Menghargai
karya cipta ini perlu ditingkatkan mengingat adanya sanksi internasional bagi
setiap bangsa yang membajak ciptaan orang lain tanpa izin atau melalui prosedur
hukum yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Maris, Masri.
2006. Buku Panduan Hak Cipta. IKAPI
Muhammad,
Abdulkadir, 2001, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya
Bakti, Bandung.
http://cloofcamp.netfirms.com/gpl/node13.html
http://cloofcamp.netfirms.com/gpl/node13.html
Bandar Bola Dengan Pasaran Terbaik Indonesia Hadir Dalam Android, Iphone, dan Laptop
ReplyDeleteTersedia Pasaran Sbobet - Maxbet - 368Bet
Bonus Deposit Pertama 10% / Cashback 5% - 10%
Yuk Gabung Bersama Bolavita Di Website www. bolavita .fun
Untuk Info, Bisa Hubungi Customer Service Kami ( SIAP MELAYANI 24 JAM ) :
BBM: BOLAVITA
WA: +628122222995
https://bolavitasport.news/2019/02/18/prediksi-bola-chelsea-vs-manchester-united-19-februari-2019/
https://www.judisabungayam.co/jadwal-pertandingan-sv388-kungfuchicken-online-19-februari-2019