Kaji Dewan Keamanan, dan temukan
resolusi-resolusi yang berhasil ditetapkan oleh Dewan Keamanan, tapi resolusi
itu tidak berjalan secara efektif. Sekaligus temukan apa yang menjadi
penyebabnya dan bagaimana wujud penyelesaiannya?
Jawab:
Masalah Implementasi Resolusi DK PBB No. 1851
Di penghujung tahun 2008 Dewan Keamamanan PBB mensahkan Resolusi Nomor 1851 yang memberikan kewenangan pada semua
negara di dunia ini untuk berperan serta dalam upaya penumpasan perompakan di
wilayah laut Somalia. Resolusi ini mengundang perhatian banyak ahli hukum
internasional karena salah satu isinya memberikan kewenangan kepada
negara-negara untuk mengejar dan menumpas perompak tidak hanya di lepas pantai
tetapi juga di wilayah darat Somalia. Kewenangan ini – meskipun agak tidak
lazim – sebenarnya cukup dapat diterima karena beberapa alasan.
Pertama, Resolusi 1851 ini adalah resolusi keempat yang disahkan oleh DK
PBB berkaitan dengan upaya pemberantasan perompakan di wilayah laut Somalia.
Upaya seperti bantuan teknis kepada Somalia, pertukaran informasi pergerakan
perompak dan pembekuan rekening yang diduga digunakan oleh perompak sebagaimana
diatur dalam Resolusi 1846, 1844 dan 1838 ternyata tidak dapat menghentikan atau bahkan menurunkan
kejahatan perompakan di Somalia.
Kedua, kejahatan perompakan di Somalia sudah sangat meresahkan dan
berpotensi mengganggu tidak saja perdagangan internasional tetapi juga keamanan
dunia karena melibatkan banyak negara sebagai korbannya. Dalam satu tahun ini
saja telah 100 kapal terlibat upaya perompakan, 42 diantaranya berhasil dibajak
dan 17 diantaranya masih belum dibebaskan hingga saat ini. Selain itu, wilayah
perompakan ternyata telah meluas keluar dari wilayah laut Somalia, yaitu sampai
ke wilayah laut Kenya dimana M/V Sirius Star dilaporkan telah dibajak.
Ketiga, kejahatan perompakan telah beberapa kali menghalangi kapal-kapal
World Food Program untuk menjalankan misi kemanusiaan
mengirimkan bahan makanan dan obat-obatan kepada rakyat Somalia yang menjadi korban
pertikaian bersenjata. Bahkan uang tebusan diduga kuat dipakai oleh perompak
untuk mensuplai persenjataan bagi faksi-faksi yang bertikai di Somalia. Bila
tidak dihentikan, maka pertikaian bersenjata di Somalia akan menjadi sangat
sulit untuk diakhiri.
Oleh karena itu Resolusi 1851 dengan tegas mengajak semua negara yang
mempunyai kemampuan untuk selama 12 bulan ke depan bekerjasama memberantas
perompakan bersenjata. Negara-negara ini selanjutnya diberi kewenangan untuk
menggunakan semua cara pantas yang dianggap perlu (”…all necessary measures
that are appropriate…”) di Somalia.
Upaya
Kompromi
Terlepas sifatnya yang mendesak, resolusi ini bukannya tidak menyisakan
masalah. Resolusi yang disusun oleh Amerika Serikat dan didukung oleh Belgia,
Prancis, Yunani, Liberia dan Korea Selatan ini pada awalnya mendapatkan banyak
tantangan dari anggota DK PBB sendiri – termasuk Indonesia.
Sebagaimana diketahui bahwa Transitional Federal Government (TFG) yang saat ini memegang
pemerintahan di Somalia belum memiliki kontrol penuh dalam mengendalikan
keamanan Somalia. Bila tentara negara asing diberi kesempatan untuk mengejar perompak
sampai ke daratan dan pedalaman maka dikhawatirkan perlawanan dari perompak
justru akan dapat menumpahkan darah rakyat sipil.
Belum lagi kekhawatiran bahwa dalam pengejaran di darat akan sangat
sulit membedakan antara perompak dan kelompok-kelompok bersenjata lainnya.
Pengejaran ini justru akan menambah rumit permasalahan perdamaian dan gencatan
senjata yang sedang diupayakan oleh PBB di Somalia.
Indonesia sebagai negara yang juga memiliki masalah dengan tingginya
perompakan di selat Malaka sebelumnya menolak beberapa ketentuan dalam usulan
resolusi ini. Diantaranya adalah akan diperbolehkannya untuk menggunakan ruang
udara dalam pengejaran perompak ini. Nampaknya Indonesia tidak ingin resolusi
ini menjadi preseden bagi masuknya kekuatan senjata negara lain dalam wilayah
darat, laut dan udara Indonesia dalam upaya pemberantasan perompakan
(Tempointeraktif, 11/12/2008)dan 16/12/2008).
Akhirnya pada saat disahkannya tanggal 16 Desember, kompromi tercapai.
Kewenangan yang diberikan kepada kekuatan senjata negara lain untuk memasuki
wilayah darat Somalia tidak dapat dianggap sebagai hukum kebiasaan
internasional, sehingga penerapannya di masa depan tidak dapat disamakan kepada
semua negara.
Negara yang akan memasuki wilayah Somalia pun sebelumnya harus dengan
pemberitahuan sebelumnya kepada TFG. Penggunaan ruang udara tidak disebutkan
dalam langkah-langkah yang dapat diambil pada upaya pemberantasan perompakan di
Somalia. Demikian juga pengejaran perompak di darat harus tetap mematuhi
ketentuan hukum humaniter dan hak asasi manusia internasional.
Masalah
Implementasi
Pertanyaannya adalah apakah ada negara yang bersedia menanggung resiko
dengan melakukan pengejaran terhadap perompak sampai ke wilayah daratan
Somalia? Seperti diketahui bahwa perdagangan senjata secara bebas telah
menjatuhkan negara ini ke dalam pertikaian bersenjata yang berkepanjangan.
Amerika Serikat sendiri memiliki pengalaman pahit sewaktu melawan kelompok
bersenjata di Mogadishu dalam peristiwa “The Battle of Mogadishu” di tahun 1993.
Sejak resolusi ini disahkan, beberapa negara telah merespon dengan
mengambil langkah nyata. China, Malaysia, Iran dan Rusia sebagai negara-negara
yang kapal atau warga negaranya menjadi korban pembajakan segera mengirim
armada kapal perangnya (Antaranews, 26/12/08). Namun langkah tersebut nampaknya tidak akan cukup
dalam memerangi perompakan, yaitu karena beberapa alasan.
Pertama, Somalia telah dilanda kekerasan bersenjata sejak penggulingan
diktator Mohamed Siad Barre pada tahun 1991. Setidaknya perompak bersenjata ini
telah memiliki pengalaman perang selama lebih dari 15 tahun dan memiliki
persenjataan yang lengkap. Patroli oleh kapal perang dan pengejaran di darat
tidak akan membuat mereka ketakutan.
Kedua, akibat konflik bersenjata berkepanjangan, Somalia telah menjadi
salah satu negara termiskin di Afrika. Aksi perompakan terbukti dapat
menghasilkan banyak uang dari tebusan yang dibayarkan. Dalam keadaan negara
yang kacau dimana nyawa bisa melayang sewaktu-waktu – maka resiko tertangkap dan
diadili atas perompakan masih lebih kecil bila dibandingkan hasil dari
perompakan itu sendiri.
Tantangan
Kedepan
Oleh karena itu diperlukan upaya penyelesaian yang lebih dari yang
ditawarkan oleh Resolusi 1851 ini. Penyelesaian masalah perompakan tidak dapat
dilepaskan dari upaya menciptakan stabilitas dan perdamaian di Somalia. Embargo
senjata oleh PBB yang diharapkan dapat mengurangi kekerasan ternyata telah
gagal, juga meskipun tidak bisa diabaikan – keterlibatan the African Union
Mission to Somalia (AMISOM) dalam menciptakan perdamaian ternyata belum
maksimal.
Nampaknya sudah saatnya untuk PBB segera mengirimkan tentara dan polisi
penjaga perdamaiannya. Lagi pula, pengiriman tentara internasional ini
sebenarnya telah diminta oleh TFG dan the Alliance for the Re-Liberation of
Somalia – dua kekuatan besar di Somalia – sebagaimana tertuang dalam Djibouti
Agreement tanggal 19 Agustus 2008 (Sudan Tribune, 22/08/08).
Memulihkan stabilitas di Somalia
tentunya akan memakan waktu yang tidak sebentar. Pengalaman PBB di Kongo dan
Sudan membuktikan hal itu. Namun perompakan hanya akan mereda bila Somalia
kembali menjadi sebuah negara yang stabil dengan pemerintahan dan sistem hukum
yang diakui rakyatnya.
No comments:
Post a Comment