LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN (KKL) POLITIK
BAB
I
PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang Masalah
Indonesia pada saat era
Orde lama dan era Orde Baru belum dapat membukakan jalan demokratisasi secara
optimal. Kemudian menjelang era reformasi Indonesia mengalami perubahan yang
signifikan dalam praktik demokratisasi. Bukti yang nyata adalah dengan hadirnya
berbagai macam partai politik. Kehadiran partai politik ini dimaksudkan sebagai
sarana bagi warga negara untuk duduk di kursi parlemen.
Dengan luas wilayah yang
terbentang dari Sabang sampai Merauke yang sedemikian luasnya dan jumlah
penduduknya yang mencapai angka diatas 200 juta, maka demokrasi perwakilan
menjadi sarana yang tepat untuk menjembataninya. Untuk itu dibentuklah lembaga
perwakilan atau political representative
yang didalamnya beranggotakan para wakil rakyat yang dipilih secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil oleh rakyat melalui mekanisme Pemilu.
Lembaga perwakilan yang dimaksud adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Keberadaan lembaga ini diharapkan mampu mengelola dan menampung aspirasi rakyat
yang diwujudkan melalui produk kebijakan yang dikeluarkan.
Dimulai dari era Orde Lama
dan era Orde Baru fungsi dan kedudukan DPR masih sangat lemah. Kemudian pada
era reformasi UUD 1945 dilakukan amandemen. Dengan adanya amandemen terhadap
UUD 1945, fungsi dan kedudukan DPR lebih diperkuat. Dalam UUD 1945 hasil
amandeman fungsi, wewenang dan kedudukan DPR tertuang dalam BaB III Pasal 19
sampai Pasal 22B dimana salah satu fungsi DPR diatur dalam Pasal 20A UUD 1945
pasal 1 yang menyatakan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi
legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan”.
Selain itu, lembaga ini
memiliki berbagai hak yaitu hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan
pendapat, hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak
imunitas. Kesemua hak dan kewenangan yang diberikan konstitusi ini diharapkan
mampu menciptakan sistem kontrol dan pengawasan (chek and balances) kepada lembaga negara lainnya dalam menjalankan
tata kelola ketatanegaraan.
Akan tetapi dalam pelaksanaan
fungsi dan kewajibanya, DPR sering tersandung dengan berbagai macam
permasalahannya baik yang bersifat intern maupun ekstern. Tertangkapnya
beberapa anggota dalam berbagai kasus korupsi sampai kasus asusila yang
kesemuanya itu berdampak pada menurunya tingkat kepercayaan rakyat terhadap
kredibilitas lembaga ini.
Adanya Pemilu 2009
memberikan harapan baru bagi tegaknya demokrasi di Indonesia. Pemilu 2009 ini
menjadi sarana untuk mengisi kursi-kursi jabatan di eksekutif maupun
legislatif. DPR hasil Pemilu 2009 mengemban amanat yang begitu besar dari
rakyat dan menjadi ujung tombak bagi perwujudan cita-cita bangsa dan bernegara.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,
maka beberapa masalah yang dapat diidentifikasi adalah
1) Bagaimana struktur
kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat RI?
2) Bagaimana pelaksanaan kewenangan hak
DPR dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah?
3) Bagaimanakah
eksistensi Dewan Perwakilan Rakyat dalam dinamika politik Indonesia?
4) Bagaimanakah Prospek Dewan
Perwakilan Rakyat dimasa
yang akan datang?
C. Rumusan
Masalah
Mengingat betigu
luasnya permasalahan mengenai implementasi demokrasi perwakilan melalui lembaga
Dewan Perwakilan Rakyat, maka dari identifikasi masalah diatas serta
keterbatasan waktu dan dana, maka kegiatan ini memfokuskan dalam hal penerapan
fungsi, tugas, hak dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat RI. Rumusan masalah ini juga bertujuan untuk mempermudah arah observasi dalam Kuliah Kerja Lapangan (KKL)
di Dewan Perwakilan Rakyat RI
agar bahasan yang dipaparkan tidak meluas. Maka rumusan masalah di sini akan membahas mengenai:
1) Struktur kelembagaan Dewan Perwakilan
Rakyat RI
2) Penerapan dan pelaksanaan fungsi,
tugas, hak dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat RI.
D.
Tujuan
Kegiatan
Kegiatan KKL III
Politik memiliki beberapa tujuan, antara lain:
1) Untuk mengetahui struktrur kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat RI
2) Untuk mengetahui Penerapan
dan pelaksanaan fungsi, tugas, hak dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat RI
3) Untuk mengetahui prospek Dewan
Perwakilan Rakyat RI dalam pembangunan demokrasi di Indonesia
E. Manfaat Kuliah Kerja Lapangan (KKL)
Manfaat
diadakannya Kuliah Kerja Lapangan (KKL) III Politik ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi mahasiswa
a. Dapat menambah wawasan dibidang politik, dalam hal ini kelembagaan politik di
Indonesia.
b. Menambah pengalaman mahasiswa
dalam praktek terjun langsung untuk mendapatkan data yang dibutuhkan.
2. Bagi khalayak umum
a. Laporan ini dapat dijadikan
sebagai bahan kajian awal dalam melakukan penelitian dan
sejenisnya terutama dalam bidang lembaga politik Indonesia
b. Laporan ini membantu masyarakat untuk memperoleh akses
informasi mengenai pelaksanaan fungsi dan kedudukan lembaga politik Indonesia.
F. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
a. Waktu Pelaksanaan
Hari : Senin
Tanggal : 14 Desember 2009
a. Tempat pelaksanaan
Kuliah
Kerja Lapangan (KKL) Politik ini dilaksanakan di Gedung MPR, DPR, DPD (Ruang
Nusantara 5), di jalan Gatot Subroto No 6 Jakarta.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN DPR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara.
Sebagai salah satu lembaga negara DPR RI mempunyai hubungan dan kedudukan yang sejajar dengan lembaga negara
lainnya. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umumyang
dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum.
Anggota DPR berjumlah 560 orang dan
keanggotaan DPR diresmikan dengan Keputusan Presiden. Masa jabatan anggota DPR
adalah lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPR yang baru
mengucapkan sumpah/janji. Kedudukan DPR RI kuat, karena tidak dapat dibubarkan
oleh Presiden dan dapat senantiasa
mengawasi Presiden.
B.
SEJARAH DPR RI
Sejarah
DPR mulai jaman penjajahan s.d. KNIP :
- Volksraad
- Masa perjuangan Kemerdekaan
- Dibentuknya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
Secara
ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pada masa penjajahan Belanda, terdapat
lembaga semacam parlemen bentukan Penjajah Belanda yang dinamakan
Volksraad.Pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda mengakhiri masa penjajahan selama
350 tahun di Indonesia. Pergantian penjajahan dari Belanda kepada Jepang
mengakibatkan keberadaan Volksraad secara otomatis tidak diakui lagi, dan
bangsa Indonesia memasuki masa perjuangan Kemerdekaan.
Sejarah DPR RI dimulai sejak dibentuknya
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) oleh Presiden pada tanggal 29 Agustus
1945 (12 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia) di Gedung
Kesenian, Pasar Baru Jakarta. Tanggal peresmian KNIP (29 Agustus 1945)
dijadikan sebagai TANGGAL dan HARI LAHIR DPR RI. Dalam Sidang KNIP yang pertama
telah menyusun pimpinan sebagai berikut:
Ketua Mr. Kasman Singodimedjo Wakil
Ketua I Mr. Sutardjo Kartohadikusumo Wakil Ketua II Mr. J. Latuharhary Wakil
Ketua III Adam Malik
·
Periode Volksraad (Jaman Penjajahan
Belanda)
Pasal 53 sampai dengan Pasal 80 Bagian
Kedua Indische Staatsregeling, wet op de Staatsinrichting van Nederlandsh-Indie
(Indische Staatsrgeling) yang ditetapkan pada tanggal 16 Desember 1916 serta
diumumkan dalam Staatsblat Hindia No. 114 Tahun 1916 dan berlaku pada tangal 1
Agustus 1917 memuat hal-hal yang berkenaan dengan kekuasaan legislatif, yaitu
Volksraad (Dewan Rakyat).
Berdasarkan konstitusi Indische
Staatsrgeling buatan Belanda itulah, pada tanggal 18 Mei 1918 Gubernur Jenderal
Graaf van Limburg Stirum atas nama pemerintah penjajah Belanda membentuk dan
melantik Volksraad (Dewan Rakyat). Keanggotaan Volksraad:
a.
Tahun 1918: Ketua
1 orang (diangkat oleh Raja) Anggota 38 orang (20 orang dari golongan Bumi
Putra)
b.
Tahun 1927:Ketua
1 orang (diangkat oleh Raja) Anggota 55 orang (25 orang dari golongan Bumi
Putra)
c.
Tahun 1930:Ketua
1 orang (diangkat oleh Raja) Anggota 60 orang (30 orang dari golongan Bumi
Putra)
Volksraad mempunyai
hak yang tidak sama dengan parlemen, karena volksraad tidak mempunyai hak
angket dan hak menentukan anggaran belanja negara. Kaum Nasionalis moderat
antara lain Mohammad Husni Thamrin, dll. menggunakan Volksraad sebagai jalan
untuk mencapai cita-cita Indonesia Merdeka memalui jalan Parlemen. Usul-usul
anggota seperti Petisi Sutardjo Tahun 1935 yang berisi "permohonan kepada
Pemerintah Belanda agar diadakan pembicaraan bersama antara Indonesia dan
Berlanda dalam suatu perundingan mengenai nasib Indonesia di masa yang akan
datang", atau Gerakan Indonesia Berparlemen dari Gabungan Politik
Indonesia yang berisi keinginan adanya parlemen yang sesungguhnya sebagai suatu
tahap untuk menuju Indonesia Merdeka, ternyata ditolak pemerintah Hindia
Belanda.
Pada Awal perang Dunia II Anggota-anggota
Volksraad mengusulkan dibentuknya milisi pribumi untuk membantu Pemerintah
menghadapi musuh dari luar, usul ini juga ditolak. Tanggal 8 Desember 1941
Jepang melancarkan serangan ke Asia. Tanggal 11 Januari 1942 Tentara Jepang
pertama kali menginjak bumi Indonesia yaitu mendarat di Tarakan (kalimantan
Timur). Hindia Belanda tidak mampu melawan dan menyerah kepada Jepang pada
tanggal 8 Maret 1942, dan Belanda mengakhiri masa penjajahan selama 350 tahun
di Indonesia. Pergantian penjajahan dari Belanda kepada Jepang mengakibatkan
keberadaan Volksraad secara otomatis tidak diakui lagi.
·
Jaman
Kemerdekaan
Rakyat Indonesia pada
awalnya gembira menyambut tentara Dai Nippon (Jepang), yang dianggap sebagai
saudara tua yang membebaskan Indonesia dari belenggu penjajahan. Namun
pemerintah militer Jepang tidak berbeda dengan pemerintahan Hindia Belanda.
Semua kegiatan
politik dilarang. Pemimpin-pemimpin yang bersedia bekerjasama, berusaha
menggunakan gerakan rakyat bentukan Jepang, seperti Tiga-A (Nippon cahaya Asia,
Pelindung Asia, dan Pemimpin Asia) atau PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), untuk
membangunkan rakyat dan menanamkan cita-cita kemerdekaan dibalik punggung
pemerintah militer Jepang.
Tahun 1943, dibentuk
Tjuo Sangi-in, sebuah badan perwakilan yang hanya bertugas menjawab pertanyaan
Saiko Sikikan, penguasa militer tertinggi, mengenai hal-hal yang menyangkut usaha
memenangkan perang Asia Timur Raya. Jelas bahwa Tjuo Sangi-in bukan Badan
Perwakilan apalagi Parlemen yang mewakili bangsa Indonesia. Tanggal 14 Agustus
1945 Jepang dibom atom oleh "Serikat" dan Uni Soviet menyatakan
perang terhadap Jepang. Dengan demikian Jepang akan kalah dalam waktu singkat,
sehingga Proklamasi harus segera dilaksanakan.
Tanggal 16 Agustus
1945, tokoh-tokoh pemuda bersepakat menjauhkan Sukarno-Hatta ke luar kota
(Rengasdengklok Krawang) dengan tujuan menjauhkan dari pengaruh Jepang yang
berkedok menjanjikan kemerdekaan, dan didesak Sukarno-Hatta agar segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Setelah berunding selama satu malam di
rumah Laksamana Maeda maka pada tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta atas
nama Bangsa Indonesia membacakan Proklamasi Kemerdekaan di halaman rumahnya
Pengangsaan Timur 56, Jakarta.
·
Periode
KNIP (29 Agustus 1945 s/d Pebruari 1950)
Sehari setelah
Proklamasi Kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menetapkan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang kita kenal sebagai
Undang-undang Dasar 1945. Maka mulai saat ini, penyelenggara negara didasarkan
pada ketentuan-ketentuan menurut Undang-undang Dasar 1945.
Tanggal 10 Nopember
1945 terjadi pertempuran di Surabaya yang menimbulkan banyak korban di pihak
bangsa Indonesia. Sehubungan dengan itu KNIP dalam Sidang Pleno ke-3 tanggal 27
Nopember 1945 mengeluarkan resolusi yang menyatakan protes yang
sekeras-kerasnya kepada Pucuk Pimpinan Tentara Inggris di Indonesia atas
penyerangan Angkatan Laut, Darat dan Udara atas rakyat dan daerah-daerah
Indonesia.
KNIP telah mengadakan
sidang di Kota Solo pada tahun 1946, di Malang pada tahun 1947, dan Yogyakarta
tahun 1949. Perjuangan mempertahankan kemerdekaan dilaksanakan serentak di
medan-perang dan di meja perundingan. Dinamika revolusi ini juga dicerminkan
dalam sidang-sidang KNIP, antara pendukung pemerintah dan golongan keras yang
menentang perundingan.
Republik Indonesia
dan Kerajaan Belanda telah dua kali menandatangani perjanjian, yaitu
Linggarjati dan Renville. Tetapi semua persetujuan itu dilanggar oleh Belanda,
dengan melancarkan agresi militer ke daerah Republik.
Periode DPR:
1. Komite Nasional
Indonesia Pusat 29Aug 1945 - 15 Feb 1950
2. DPR dan
Senat RIS 15 Feb 1950 - 16 Aug 1950
3.
DPRS 16 Aug 1950 - 26 Mar 1956
4. DPR hasil
Pemilu I 26 Mar 1956 - 22 Jul 1959
5. DPR setelah
Dekrit Presiden 22 Jul 1959 - 26 Jun 1960
6. DPR GR
26 Jun 1960 - 15 Nov 1965
7. DPR GR minus
PKI 15 Nov 1965 - 19 Nov 1966
8. DPR GR Orde
Baru 19 Nov 1966 - 28 Oct 1971
9. DPR hasil
pemilu 2 28 Oct 1971 - 01 Oct 1977
10. DPR hasil pemilu
3 01 Oct 1977 - 01 Oct 1982
11. DPR hasil pemilu
4 01 Oct 1982 - 01 Oct 1987
12. DPR hasil pemilu
5 01 Oct 1987 - 01 Oct 1992
13. DPR hasil pemilu
6 01 Oct 1992 - 01 Oct 1997
14. DPR hasil
pemilu7 01 Oct 1997 - 01 Oct 1999
15. DPR hasil pemilu
8 01 Oct 1999 - 01 Oct 2004
16. DPR hasil pemilu
9 dan 10 01 Oct 2004 - 01 Oct 2009
C.
DASAR
DPR melaksanakan tugasnya
berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan peraturan perundang-undangan, antara lain :
n UU
No. 2 tahun 2008 tentang Parpol
n UU
No. 10 tahun 2008 tentang Pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD
n UU
No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD
Perolehan suara hasil Pemilu Legislatif
2009 adalah sebagai berikut :
1. Partai Demokrat :
148
2. Partai Golkar : 106
3. PDI Perjuangan : 94
4. Partai Keadilan Sejahtera : 57
5. Partai Amanat Nasional : 46
6. Partai Persatuan Pembangunan : 38
7. Partai Kebangkitan Bangsa : 28
8. Partai Gerakan Indonesia Raya : 26
9. Partai Hati Nurani Rakyat : 17
J
U M L A H = 560
D.
FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG DPR RI :
1. Pada masa Orde Lama
a. Kedudukan dan Tugas DPRS
DPR-RIS dan Senat bersama-sama dengan
pemerintah melaksanakan pembuatan perundang-undangan. Selain itu, dalam pasal
113-116 UUDS ditetapkan bahwa DPR mempunyai hak menetapkan anggaran negara.
Selanjutnya dalam Pasal 83 ayat (2) UUDS ditetapkan bahwa para menteri
bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama
untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri. Ini berarti DPR
berhak dan berkewajiban senantiasa mengawasi segala perbuatan pemerintah.
b. Hak-hak dan Kewajiban DPRS
(i)
Hak Amandemen
DPR
berhak mengadakan perubahan-perubahan usul UU yang dimajukan pemerintah
kepadanya.
(ii)
Hak Menanya dan Hak Interpelasi
DPR
mempunyai hak menanya dan hak memperoleh penerangan dari menteri-menteri, yang
pemberiannya dianggap tidak berlawanan dengan kepentingan umum RI.
(iii) Hak Angket
DPR
mempunyai hak menyelidiki (enquete) menurut aturan-aturan yang
ditetapkan UU.
(iv) Hak Kekebalan (imunitet)
Ketua,
anggota DPR dan menteri-menteri tidak dapat dituntut di muka pengadilan karena
apa yang dikemukakan dalam rapat atau surat kepada majelis, kecuali jika mereka
mengumumkan apa yang dikemukakan dalam rapat tertutup dengan syarat supaya
dirahasiakan.
(v) Forum Privelegiatum
Ketua,
wakil ketua, dan anggota DPR diadili dalam tingkat pertama dan tertinggi oleh
MA, pun sesudah mereka berhenti, berhubung dengan kejahatan dan pelanggaran
lain yang ditentukan dengan UU dan yang dilakukan dalam masa pekerjaannya, kecuali
jika ditetapkan lain dengan UU.
(vi) Hak mengeluarkan suara.
c.
Hubungan DPRS dengan pemerintah
Sama
halnya dengan UUD RIS, UUDS juga menganut sistem pemerintahan parlementer. DPRS
dapat memaksa kabinet atau masing-masing menteri meletakkan jabatannya. Namun
berbeda dengan ketentuan dalam UUD RIS, UUDS memasukkan pula ketentuan bahwa
presiden dapat membubarkan DPRS, kalau DPRS dianggapnya tidak mewakili kehendak
rakyat lagi.
d.
Hasil-hasil pekerjaan DPRS
a. menyelesaikan 167 uu dari 237
buah RUU
b. 11 kali pembicaraan tentang
keterangan pemerintah
c. 82 buah mosi/resolusi.
d. 24 usul interpelasi dan 2
hak budget
DPR hasil Pemilu 1955 berjumlah 272 orang. Perlu
dicatat bahwa Pemilu 1955 juga memilih 542 orang anggota konstituante, yang
bertugas menyusun konstitusi Indonesia yang definitif, menggantikan UUDS.
Tugas dan wewenang DPR hasil Pemilu 1955 sama dengan
posisi DPRS secara keseluruhan, karena landasan hukum yang berlaku adalah UUDS.
Banyaknya jumlah fraksi di DPR serta tidak adanya satu dua partai yang kuat,
memberi gambaran bahwa pemerintah merupakan hasil koalisi. Dalam masa ini
terdapat tiga kabinet yaitu Kabinet Burhanuddin Harahap, Kabinet Ali
Sastroamidjojo, dan Kabinet Djuanda.
·
DPR
Hasil Pemilu 1955 Paska-Dekrit Presiden 1959 (1959-1965)
Pada tahun 1959, Presiden Soekarno membubarkan
Konstituante dan menyatakan bahwa Indonesia kembali kepada UUD 1945 melalui
Dekrit Presiden 5 Juli 2959. Jumlah anggota sebanyak 262 orang kembali aktif
setelah mengangkat sumpah. Dalam DPR terdapat 19 fraksi, didominasi PNI,
Masjumi, NU, dan PKI.
Dengan Penpres No. 3 tahun 1960, presiden
membubarkan DPR karena DPR hanya menyetujui 36 milyar rupiah APBN dari 44
milyar yang diajukan. Setelah membubarkan DPR, presiden mengeluarkan Penpres
No. 4 tahun 1960 yang mengatur Susunan DPR-Gotong Royong (DPR-GR).
DPR-GR beranggotakan 283 orang yang semuanya
diangkat oleh presiden dengan Keppres No. 156 tahun 1960. Adapun salah satu
kewajiban pimpinan DPR-GR adalah memberikan laporan kepada presiden pada
waktu-waktu tertentu. Kewajiban ini merupakan penyimpangan dari Pasal 5, 20,
dan 21 UUD 1945. Selama 1960-1965, DPR-GR menghasilkan 117 UU dan 26 usul
pernyataan pendapat.
·
DPR
Gotong Royong Tanpa Partai Komunis Indonesia (1965-1966)
Setelah peristiwa G.30.S/PKI, DPR-GR membekukan
sementara 62 orang anggota DPR-GR eks PKI dan ormas-ormasnya. DPR-GR tanpa PKI
dalam masa kerjanya satu tahun, mengalami empat kali perubahan komposisi
pimpinan, yaitu:
a. Periode 15 November 1965-26 Februari 1966.
b. Periode 26 Februari
1966-2 Mei 1966.
c. Periode 2 Mei 1966-16
Mei 1966.
d. Periode 17
Mei 1966-19 November 1966.
Secara
hukum, kedudukan pimpinan DPR-GR masih berstatus sebagai pembantu presiden
sepanjang Peraturan Presiden No. 32 tahun 1964 belum dicabut.
Dalam rangka menanggapi situasi masa transisi,
DPR-GR memutuskan untuk membentuk dua panitia:
1. Panitia politik, berfungsi mengikuti perkembangan
dalam berbagai masalah bidang politik.
2. Panitia ekonomi, keuangan dan pembangunan,
bertugas memonitor situasi ekonomi dan keuangan serta membuat konsepsi tentang
pokok-pokok pemikiran ke arah pemecahannya.
a. DPR-GR Masa Orde Baru
1966-1971
Berdasarkan
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang kemudian dikukuhkan dalam UU No. 10/1966,
DPR-GR masa “Orde Baru” memulai kerjanya dengan menyesuaikan diri dari “Orde
Lama” ke “Orde Baru.”
Kedudukan, tugas dan wewenang DPR-GR 1966-1971
adalah sebagai berikut:
1. Bersama-sama dengan pemerintah menetapkan
APBN sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 beserta penjelasann
2. Bersama-sama dengan pemerintah membentuk UU
sesuai dengan Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 22 UUD
1945 beserta penjelasannya
3.
Melakukan pengawasan atas tindakan-tindakan pemerintah sesuai dengan UUD 1945
dan penjelasannya, khususnya penjelasan bab 7.
b. DPR Hasil Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987,
1992, 1997
Setelah
mengalami pengunduran sebanyak dua kali, pemerintahan “Orde Baru” akhirnya
berhasil menyelenggarakan Pemilu yang pertama dalam masa pemerintahannya pada
tahun 1971. Seharusnya berdasarkan Ketetapan MPRS No. XI Tahun 1966 Pemilu
diselenggarakan pada tahun 1968. Ketetapan ini diubah pada Sidang Umum MPR
1967, oleh Jenderal Soeharto, yang menggantikan Presiden Soekarno, dengan
menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan pada tahun 1971.
Menjelang
Pemilu 1971, pemerintah bersama DPR-GR menyelesaikan UU No. 15 Tahun 1969
tentang Pemilu dan UU No. 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Dalam
hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu
1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU No. 15
Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan
(sistem proporsional). Cara ini ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung
untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem
kombinasi. Sistem yang sama masih terus digunakan dalam enam kali Pemilu, yaitu
Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Sejak
Pemilu 1977, pemerintahan “Orde Baru” mulai menunjukkan penyelewengan demokrasi
secara jelas. Jumlah peserta Pemilu dibatasi menjadi dua partai dari satu
golongan karya (Golkar). Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan
(PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Partai-partai yang ada dipaksa
melakukan penggabungan (fusi) ke dalam dua partai tersebut. Sementara
mesin-mesin politik “Orde Baru” tergabung dalam Golkar. Hal ini diakomodasi
dalam UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya. Keadaan
ini berlangsung terus dalam lima kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987,
1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu tersebut, Golkar selalu keluar sebagai
pemegang suara terbanyak.
Dalam
masa ini, DPR berada di bawah kontrol eksekutif. Kekuasaan presiden yang
terlalu besar dianggap telah mematikan proses demokratisasi dalam bernegara.
DPR sebagai lembaga legislatif yang diharapkan mampu menjalankan fungsi
penyeimbang (checks and balances) dalam prakteknya hanya sebagai
pelengkap dan penghias struktur ketatanegaraan yang ditujukan hanya untuk
memperkuat posisi presiden yang saat itu dipegang oleh Soeharto.
3. Pada
Masa Reformasi
a. DPR
Hasil Pemilu 1999 (1999-2004)
DPR
periode 1999-2004 merupakan DPR pertama yang terpilih dalam masa “reformasi”.
Setelah jatuhnya Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 yang kemudian digantikan
oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, masyarakat terus mendesak agar
Pemilu segera dilaksanakan. Desakan untuk mempercepat Pemilu tersebut membuahkan
hasil.
Pada
7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie, Pemilu untuk memilih anggota
legislatif kemudian dilaksanakan. Pemilu ini dilaksanakan dengan terlebih dulu
mengubah UU tentang Partai Politik (Parpol), UU Pemilihan Umum, dan UU tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD (UU Susduk), dengan tujuan mengganti
sistem Pemilu ke arah yang lebih demokratis. Hasilnya, terpilih anggota DPR
baru.
Meski
UU Pemilu, Parpol, dan Susduk sudah diganti, sistem dan susunan pemerintahan
yang digunakan masih sama sesuai dengan UUD yang berlaku yaitu UUD 1945. MPR
kemudian memilih Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati
Soekarnoputri sebagai wakil presiden. Ada banyak kontroversi dan sejarah baru
yang mengiringi kerja DPR hasil Pemilu 1999 ini.
Pertama,
untuk pertama kalinya proses pemberhentian kepala negara dilakukan oleh DPR.
Dengan dasar dugaan kasus korupsi di Badan Urusan Logistik (oleh media massa
populer sebagai “Buloggate”), presiden yang menjabat ketika itu,
Abdurrahman Wahid, diberhentikan oleh MPR atas permintaan DPR. Dasarnya adalah
Ketatapan MPR No. III Tahun 1978. Abdurrahman Wahid kemudian digantikan oleh
wakil presiden yang menjabat saat itu, Megawati Soekarnoputri.
Kedua,
DPR hasil Pemilu 1999, sebagai bagian dari MPR, telah berhasil melakukan
amandemen terhadap UUD 1945 sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1999,
(pertama), 2000 (kedua), 2001 (ketiga), dan 2002 (keempat). Meskipun hasil dari
amandemen tersebut masih dirasa belum ideal, namun ada beberapa perubahan
penting yang terjadi. Dalam soal lembaga-lembaga negara, perubahan-perubahan
penting tersebut di antaranya: lahirnya Dewan Perwakilan Daerah (DPD), lahirnya
sistem pemilihan presiden langsung, dan lahirnya Mahkamah Konstitusi.
Ketiga,
dari sisi jumlah UU yang dihasilkan, DPR periode 1999-2004 paling produktif
sepanjang sejarah DPR di Indonesia dengan mengesahkan 175 RUU menjadi UU. Meski
perlu dicatat pula bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan PSHK tingginya
kualitas ternyata tidak sebanding dengan kualitas (Susanti, dkk, 2004).
b. DPR Hasil Pemilu
2004 (2004-2009)
Amandemen
terhadap UUD 1945 yang dilakukan pada tahun 1999-2002 membawa banyak implikasi
ketatanegaraan yang kemudian diterapkan pada Pemilu tahun 2004. Beberapa
perubahan tersebut yaitu perubahan sistem pemilihan lembaga legislatif (DPR dan
DPD) dan adanya presiden yang dilakukan secara langsung oleh rakyat.
Dalam Pemilu tahun 2004 ini, mulai dikenal secara
resmi lembaga perwakilan rakyat baru yang bernama Dewan Perwakilan Daerah
(DPD). DPR merupakan representasi dari jumlah penduduk sedangkan DPD merupakan
representasi dari wilayah. Implikasi lanjutannya adalah terjadi perubahan dalam
proses legislasi di negara ini.
Idealnya,
DPR dan DPD mampu bekerja bersama-sama dalam merumuskan sebuah UU. Hanya saja
karena cacatnya amandemen yang dilakukan terhadap UUD 1945, relasi yang muncul
menjadi timpang. DPR memegang kekuasaan legislatif yang lebih besar dan DPD
hanya sebagai badan yang memberi pertimbangan kepada DPR dalam soal-soal
tertentu.
·
Fungsi DPR
Dalam
melaksanakan Fungsi Legislasi, Fungsi Anggaran dan Fungsi Pengawasan, DPR mempunyai tugas dan wewenang antara lain:
a. Membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden
untuk mendapat persetujuan bersama.
b.
Membahas
dan memberikan atau tidak memberikan persetujuan terhadap Peraturan Pernerintah
Pengganti Undang-Undang.
c.
Menerima dan membahas usulan Rancangan
UndangUndang yang diajukan oleh DPD yang berkaitan dengan bidang otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi Iainnya, serta
yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah dan mengikut
sertakan dalam pembahasannya dalam awal pembicaraan tingkat I.
d.
Mengundang
DPD pntuk melakukan pembahasan rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPR maupun oleh pemerintah
sebagaimana dimaksud pada huruf c, pada awal pembicaraan tingkat I.
e.
Memperhatikan pertimbangan DPD atas Rancangan
Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Rancangan
Undang-Undà ng yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama dalam awal
pembicaraan tingkat I.
f.
Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
g.
Membahas
dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap
pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
pajak, pendidikan, dan agama.
h.
Memilih
anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
i.
Membahas dan menindaklanjuti hasil
pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan.
j.
Mengajukan, memberikan persetujuan,
pertimbangan/konsultasi, dan pendapat.
k.
Menyerap,
menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
l.
Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang
ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
undang-undang.
·
Tugas dan Kewenangan DPR
Dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR mempunyai hak sebagai berikut:
a.
Interpelasi
b.
Angket
c.
Menyatakan Pendapat
Hak-hak
anggota DPR RI adalah sebagai berikut:
a. Mengajukan rancangan
undang-undang
b. Mengajukan pertanyaan
c. Menyampaikan usul dan pendapat
d. Memilih dan dipilih
e. Membela diri
f. Imunitas
g. Protokoler
h. Keuangan dan adminis
Kewajiban-kewajiban anggota DPR RI adalah
sebagai berikut:
a. Mengamalkan Pancasila
b. Melaksanakan Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan mentaati segala peraturan
perundang-undangan
c. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintah
d.Mempertahankan
dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik
Indonesia
e. Memperhatikan upaya peningkatan
kesejahteraan rakyat
f. Menyerap,menghimpun,menampung,dan
menindaklanjuti aspirasi masyarakat
g. Mendahulukan kepentingan
negara di atas kepentingan pribadi,kelompok dan golongan
h. Memberikan pertanggungjawaban
secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya
i. Mentaati
kode etik dan Peraturan Tata tertib DPR
j. Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja
dengan lembaga yang terkait
Untuk penjelasan
mengenai Tata cara Penyampaian Hak DPR dapat dilihat dalam Tata Tertib DPR RI Bab IX dan Hak Anggota DPR
dapat dilihat dalam Tata tertib DPR RI Bab X.
E.
ALAT KELENGKAPAN DPR RI
Alat
Kelengkapan DPR yang meliputi :
1. Pimpinan DPR;
Pimpinan DPR adalah alat kelengkapan DPR dan
merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial yang
terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua yang berasal
dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR. Masa
jabatan pimpinan DPR sama dengan masa keanggotaan DPR. Pimpinan DPR bertugas:
a. memimpin
sidang DPR dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan;
b. menyusun
rencana kerja pimpinan;
c. melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan
pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPR;
d. menjadi
juru bicara DPR;
e. melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPR;
f. mewakili
DPR dalam berhubungan dengan lembaga negara lainnya;
g. mengadakan konsultasi dengan Presiden dan pimpinan
lembaga negara lainnya sesuai dengan keputusan DPR;
h. mewakili
DPR di pengadilan;
i. melaksanakan
keputusan DPR berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
j. menyusun
rencana anggaran DPR bersama Badan Urusan Rumah Tangga yang pengesahannya
dilakukan dalam rapat paripurna; dan
k. menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DPR
yang khusus diadakan untuk itu.
Selanjutnya dalam
melaksanakan tugasnya, Pimpinan DPR bertanggung jawab kepada Rapat Paripurna
DPR.
2. Badan Musyawarah;
Badan Musyawarah dibentuk oleh DPR dan merupakan
alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Musyawarah
pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Anggota Badan
Musyawarah berjumlah paling banyak 1/10 (satu persepuluh) dari jumlah anggota
berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi yang ditetapkan oleh
rapat paripurna. Ketua dan/atau sekretaris fraksi karena jabatannya menjadi
anggota Badan Musyawarah.Pimpinan DPR karena jabatannya juga sebagai pimpinan
Badan Musyawarah dan dalam hal ini Pimpinan DPR tidak merangkap sebagai anggota
dan tidak mewakili fraksi. Badan Musyawarah bertugas :
a. menetapkan
agenda DPR untuk 1 (satu) tahun sidang, 1 (satu) masa persidangan, atau
sebagian dari suatu masa sidang, perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah,
dan jangka waktu penyelesaian rancangan undang-undang, dengan tidak mengurangi
kewenangan rapat paripurna untuk mengubahnya;
b. memberikan
pendapat kepada pimpinan DPR dalam menentukan garis kebijakan yang menyangkut
pelaksanaan tugas dan wewenang DPR;
c. meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat
kelengkapan DPR yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai
pelaksanaan tugas masing-masing;
d. mengatur lebih lanjut penanganan suatu masalah dalam hal
undang-undang mengharuskan Pemerintah atau pihak lainnya melakukan konsultasi
dan koordinasi dengan DPR;
e. menentukan penanganan suatu rancangan undang-undang atau
pelaksanaan tugas DPR lainnya oleh alat kelengkapan DPR;
f. mengusulkan kepada rapat paripurna mengenai jumlah
komisi, ruang lingkup tugas komisi, dan mitra kerja komisi yang telah dibahas
dalam konsultasi pada awal masa keanggotaan DPR; dan
g. melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh rapat
paripurna kepada Badan Musyawarah.
3. Komisi;
Susunan dan keanggotaan komisi ditetapkan oleh DPR
dalam Rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota
tiap-tiap Fraksi, pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun
Sidang. Setiap Anggota,
kecuali Pimpinan MPR dan DPR, harus menjadi anggota salah satu komisi. Jumlah Komisi, Pasangan Kerja Komisi dan
Ruang Lingkup Tugas Komisi diatur lebih lanjut dengan Keputusan DPR yang
didasarkan pada institusi pemerintah, baik lembaga kementerian negara maupun
lembaga non-kementerian, dan sekretariat lembaga negara, dengan
mempertimbangkan keefektifan tugas DPR. Tugas Komisi dalam pembentukan
undang-undang adalah mengadakan persiapan, penyusunan, pembahasan, dan
penyempurnaan Rancangan Undang-Undang yang termasuk dalam ruang lingkup
tugasnya.
Tugas Komisi di
bidang anggaran lain:
a.
mengadakan
Pembicaraan Pendahuluan mengenai penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan
Pemerintah; dan
b.
mengadakan
pembahasan dan mengajukan usul penyempurnaan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan
pemerintah.
Tugas komisi di bidang pengawasan antara lain:
a.
melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, termasuk APBN, serta peraturan
pelaksanaannya;
b.
membahas
dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan yang terkait
dengan ruang lingkup tugasnya;
c.
melakukan
pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah; serta
d.
membahas dan menindaklanjuti usulan DPD.
Komisi dalam melaksanakan tugasnya dapat: mengadakan
Rapat kerja dengan Presiden, yang dapat diwakili oleh Menteri; mengadakan Rapat
Dengar Pendapat dengan pejabat pemerintah yang mewakili intansinya, mengadakan
Rapat Dengar Pendapat Umum, mengadakan kunjungan kerja dalam Masa Reses.
4. Badan Legislasi;
Badan Legislasi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat
kelengkapan DPR yang bersifat tetap.DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan
Legislasi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah
anggota Badan Legislasi ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan
dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan
DPR dan pada permulaan tahun sidang.
Pimpinan Badan Legislasi merupakan satu kesatuan
pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial, yang terdiri atas 1 (satu) orang
ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh
anggota Badan Legislasi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan
proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan
jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Badan Legislasi bertugas :
a.
menyusun rancangan program legislasi
nasional yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan undang-undang
beserta alasannya untuk satu masa keanggotaan dan untuk setiap tahun anggaran
di lingkungan DPR dengan mempertimbangkan masukan dari DPD;
b.
mengoordinasi penyusunan program
legislasi nasional antara DPR dan Pemerintah;
c.
menyiapkan rancangan undang-undang
usul DPR berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan;
d.
melakukan pengharmonisasian, pembulatan,
dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi,
gabungan komisi, atau DPD sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan
kepada pimpinan DPR;
e.
memberikan pertimbangan terhadap
rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi,
atau DPD di luar prioritas rancangan undang-undang tahun berjalan atau di luar
rancangan undang-undang yang terdaftar dalam program legislasi nasional;
f.
melakukan pembahasan, pengubahan,
dan/atau penyempurnaan rancangan undang-undang yang secara khusus ditugaskan
oleh Badan Musyawarah;
g.
mengikuti perkembangan dan melakukan
evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan undang-undang melalui
koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus;
h.
memberikan masukan kepada pimpinan DPR
atas rancangan undang-undang usul DPD yang ditugaskan oleh Badan Musyawarah;
dan
i.
membuat laporan kinerja dan inventarisasi
masalah di bidang perundang-undangan pada akhir masa keanggotaan DPR untuk
dapat digunakan oleh Badan Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya.
5. Badan Anggaran;
Badan Anggaran dibentuk oleh DPR dan merupakan alat
kelengkapan DPR yang bersifat tetap.DPR menetapkan susunan dan keanggotaan
Badan Anggaran menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap
fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.
Susunan dan keanggotaan Badan Anggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas anggota dari tiap-tiap komisi yang dipilih
oleh komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota dan usulan fraksi
Pimpinan Badan Anggaran merupakan satu kesatuan
pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.Pimpinan Badan Anggaran terdiri
atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang
dipilih dari dan oleh anggota Badan Anggaran berdasarkan prinsip musyawarah
untuk mufakat dan proporsional dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan
menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
a. Badan Anggaran bertugas:
1)
membahas bersama Pemerintah yang
diwakili oleh menteri untuk menentukan pokok-pokok kebijakan fiskal umum dan
prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian/lembaga dalam
menyusun usulan anggaran;
2)
menetapkan
pendapatan negara bersama Pemerintah dengan mengacu pada usulan komisi terkait;
3)
membahas
rancangan undang-undang tentang APBN bersama Presiden yang dapat diwakili oleh
menteri dengan mengacu pada keputusan rapat kerja komisi dan Pemerintah
mengenai alokasi anggaran untuk fungsi, program, dan kegiatan
kementerian/lembaga;
4)
melakukan
sinkronisasi terhadap hasil pembahasan di komisi mengenai rencana kerja dan
anggaran kementerian/lembaga;
5)
membahas laporan realisasi dan prognosis
yang berkaitan dengan APBN; dan
6)
membahas pokok-pokok penjelasan atas
rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
b.
Badan Anggaran hanya membahas alokasi anggaran yang sudah
diputuskan oleh komisi.
c.
Anggota komisi dalam Badan Anggaran harus mengupayakan
alokasi anggaran yang diputuskan komisi dan menyampaikan hasil pelaksanaan
tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada komisi.
6.
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara;
Badan Akuntabilitas
Keuangan Negara, yang selanjutnya disingkat BAKN, dibentuk oleh DPR dan
merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap.DPR menetapkan susunan dan
keanggotaan BAKN pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun
sidang. Anggota BAKN berjumlah paling sedikit 7 (tujuh) orang dan paling banyak 9
(sembilan) orang atas usul fraksi DPR yang ditetapkan dalam rapat paripurna
pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.
Pimpinan BAKN
merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial yang
terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua yang dipilih
dari dan oleh anggota BAKN berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dengan
memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi. BAKN bertugas:
a.
melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan
BPK yang disampaikan kepada DPR;
b.
menyampaikan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a kepada komisi;
c.
menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan
hasil pemeriksaan BPK atas permintaan komisi; dan
d.
memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja
pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas
laporan.
7. Badan Kehormatan;
Badan Kehormatan dibentuk oleh
DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap.DPR menetapkan
susunan dan keanggotaan Badan Kehormatan dengan memperhatikan perimbangan dan
pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR
dan permulaan tahun sidang. Anggota Badan Kehormatan berjumlah 11 (sebelas)
orang dan ditetapkan dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotan DPR
dan pada permulaan tahun sidang. Pimpinan Badan Kehormatan merupakan satu
kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial, yang terdiri atas 1
(satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh
anggota Badan Kehormatan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan
proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan
jumlah anggota tiap-tiap fraksi.Tata cara pelaksanaan tugas Badan Kehormatan
diatur dengan peraturan DPR tentang tata beracara Badan Kehormatan.
8.
Badan Kerja Sama Antar Parlemen;
Badan Kerja Sama
Antar-Parlemen, yang selanjutnya disingkat BKSAP, dibentuk oleh DPR dan
merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap.DPR menetapkan susunan dan
keanggotaan BKSAP pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun
sidang. Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam rapat paripurna menurut
perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.
Pimpinan BKSAP
merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial, yang
terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua,
yang dipilih dari dan oleh anggota BKSAP berdasarkan prinsip musyawarah untuk
mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut
perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. BKSAP bertugas:
a.
membina, mengembangkan, dan meningkatkan
hubungan persahabatan dan kerja sama antara DPR dan parlemen negara lain, baik
secara bilateral maupun multilateral, termasuk organisasi internasional yang
menghimpun parlemen dan/atau anggota parlemen negara lain;
b. menerima kunjungan delegasi parlemen negara lain yang
menjadi tamu DPR;
c. mengoordinasikan kunjungan kerja alat kelengkapan DPR ke
luar negeri; dan
d. memberikan saran atau usul kepada pimpinan DPR tentang
masalah kerja sama antarparlemen.
9. Badan Urusan Rumah Tangga;
Badan Urusan Rumah Tangga, yang selanjutnya
disingkat BURT, dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang
bersifat tetap.DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BURT pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.
Jumlah anggota BURT ditetapkan dalam rapat paripurna
menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada
permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Pimpinan BURT
merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial, yang
terdiri atas 1 (satu) orang ketua yang dijabat oleh ketua DPR dan paling banyak
3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota BURT berdasarkan
prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan
keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. BURT
bertugas:
a.
menetapkan kebijakan kerumahtanggaan
DPR;
b.
melakukan pengawasan terhadap
Sekretariat Jenderal dalam pelaksanaan kebijakan kerumahtanggaan DPR
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, termasuk pelaksanaan dan pengelolaan
anggaran DPR;
c.
melakukan koordinasi dengan alat
kelengkapan DPD dan alat kelengkapan MPR yang berhubungan dengan masalah
kerumahtanggaan DPR, DPD, dan MPR yang ditugaskan oleh pimpinan DPR berdasarkan
hasil rapat Badan Musyawarah;
d.
menyampaikan
hasil keputusan dan kebijakan Badan Urusan Rumah Tangga kepada setiap anggota;
dan
e.
menyampaikan
laporan kinerja dalam rapat paripurna DPR yang khusus diadakan untuk itu.
10.
Panitia
Khusus,
Panitia khusus dibentuk oleh DPR dan merupakan
alat kelengkapan DPR yang bersifat sementara.DPR menetapkan susunan dan keanggotaan
panitia khusus berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap
fraksi.Jumlah anggota panitia khusus ditetapkan oleh rapat paripurna paling
banyak 30 (tiga puluh) orang.
Pimpinan panitia khusus merupakan
satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.Pimpinan panitia
khusus terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil
ketua yang dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus berdasarkan prinsip
musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan jumlah panitia
khusus yang ada serta keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi.
Fraksi yang mendapatkan komposisi
pimpinan panitia khusus mengajukan satu nama calon pimpinan panitia
khusus kepada pimpinan DPR untuk dipilih dalam rapat panitia khusus.Pemilihan
pimpinan panitia khusus dilakukan dalam rapat panitia khusus yang dipimpin oleh
pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan panitia khusus.
Panitia khusus bertugas
melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan
oleh rapat paripurna dan dapat diperpanjang oleh Badan Musyawarah apabila
panitia khusus belum dapat menyelesaikan tugasnya. Panitia khusus
dibubarkan oleh DPR setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena
tugasnya dinyatakan selesai. Alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh
rapat paripurna.
BAB
III
PENUTUP
Pada masa Orde Lama DPR-RIS
dan Senat bersama-sama dengan pemerintah melaksanakan pembuatan
perundang-undangan. Selain itu, dalam pasal 113-116 UUDS ditetapkan bahwa DPR
mempunyai hak menetapkan anggaran negara. Selanjutnya dalam Pasal 83 ayat (2)
UUDS ditetapkan bahwa para menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan
pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk
bagiannya sendiri. Ini berarti DPR berhak dan berkewajiban senantiasa mengawasi
segala perbuatan pemerintah.
Selanjutnya pada masa
Orde Baru kedudukan, tugas dan wewenang DPR-GR 1966-1971 adalah bersama-sama
dengan pemerintah menetapkan APBN sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945
beserta penjelasannya, bersama-sama dengan pemerintah membentuk UU sesuai
dengan Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 22 UUD 1945
beserta penjelasannya, dan melakukan pengawasan atas tindakan-tindakan
pemerintah sesuai dengan UUD 1945 dan penjelasannya, khususnya penjelasan bab
7.
Selanjutnya
pada masa Reformasi mengingat Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli lebih
menekankan pada luasnya kekuasaan eksekutif. Dimana luasnya kekuasaan tersebut
berpotensi untuk disalahgunakan. Maka dari pada itu diadakanlah amandemen terhadap
UUD1945 naskah asli. Hasil amandeman tersebut berimplikasi pada perubahan
kedudukan dan wewenang lembaga-lembaga negara. Kewenangan yang dahulunya
memusat di lembaga eksekutif sekarang didistribusikan merata baik di legislatif
maupun yudikatif. Dalam UUD 1945
hasil amandeman tersebut fungsi, wewenang dan kedudukan DPR tertuang dalam BaB
III Pasal 19 sampai Pasal 22B dimana salah satu fungsi DPR diatur dalam Pasal
20A UUD 1945 pasal 1 yang menyatakan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki
fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan”.
Selain itu, lembaga ini memiliki berbagai hak yaitu
hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan,
menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas. Kesemua hak dan kewenangan
yang diberikan konstitusi ini diharapkan mampu menciptakan sistem kontrol dan
pengawasan (chek and balances) kepada
lembaga negara lainnya dalam menjalankan tata kelola ketatanegaraan.
DPR sekarang untuk periode 1
Oktober 2009 - 1 Oktober 2014 adalah sebuah lembaga yang keanggotaanya adalah
para wakil rakyat yang terpilih dari Pemilu 2009. Untuk itu besar harapan
rakyat kepada lembaga ini untuk mampu melakukan segala tugas dan fungsinya demi
terwujudnya cita-cita berbangsa dan bernegara.
Daftar Pustaka
Sumber buku:
1.
Marbun B.N. ( 1992 ). DPR RI; Pertumbuhan
dan Cara Kerjanya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
2.
Soehino ( 1992 ). Hukum Tata Negara; Sejarah
Ketatanegaraan Indonesia. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
3.
Sumbang Saran dari Simposium UUD 1945 Pasca Amandemen ( 2004 ). Perubahan Undang-undang Dasar 1945.
Jakarta: The Habibie Center.
Sumber
internet:
1. Website DPR Republik Indonesia www.dpri.go.id
2. Website Komisi Pemilihan Umum Republik
Indonesia www.kpu.go.id
trima kasih bang :) ini membantu sekali arigatao
ReplyDeletematur sembah nuwun.
ReplyDelete