Ada dua hal yang cukup signifikan
dalam peraturan perundang-undangan, yakni syarat materil dan syarat formil. Kesesuaian
dan keharmonisan substansi suatu peraturan perundang-undangan serta pemenuhan
unsur teknikal dalam penormaannya merupakan lingkup kajian yang
sangat terkait erat dengan pemenuhan syarat materil. Sedangkan keabsahan
dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan sangat terkait erat dengan
pemenuhan syarat formil. Pemenuhan syarat formil atau syarat dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan dapat dijadikan indikasi adanya penguatan terhadap
jamninan terpenuhinya syarat materil.
Pembentukan peraturan
perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu sistem. Oleh karena di
dalamnya terdapat beberapa peristiwa yang terjalin dalam satu rangkaian yang
tidak terpisahkan antara satu dan lainnya. Hal ini dapat pula dipersamakan,
misalnya dalam pembentukan suatu rumah. Jika kita cermati dalam
pembentukan suatu rumah maka terdapat beberapa tahapan dalam pembentukannya.
Tahapan tersebut diantaranya
adalah tahap perecanaan (desain dan perhitungan biaya), tahap permohonan izin
mendirikan bangunan (IMB), tahap penyiapan bahan bangunan dan pekerja bangunan,
tahap pelaksanaan pembangunan, dan tahap penghunian bangunan. Sejalan dengan
hal tersebut, dapat dikatakan bahwa tahapan dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan, terdiri atas tahap perencanaan, tahap penyusunan, tahap
pembahasan, tahap pengesahan, tahap pengundangan, dan tahap
penyebarluasan.
Dalam upaya menjamin
kepastian pembentukan peraturan perundangan-undangan maka dalam setiap
pembentukan peraturan perundang-undangan harus senantiasa berdasarkan pada
ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Peraturan tersebut adalah
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Penyusunan dan Pengelolaan program Legislasi Nasional, Peraturan Presiden Nomor
68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden, serta Peraturan Presiden
Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan
Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan.
Seiring dengan hal tersebut di atas, berdasarkan Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan secara tegas bahwa pemohon pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus menguraikan dalam permohonannya mengenai pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan/atau materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hal ini menunjukan bahwa
yang menjadi objek pemeriksaan perkara peninjauan kembali (judicial review)
terhadap undang-undang oleh hakim Mahkamah Konstitusi adalah tidak hanya
sebatas apakah suatu undang-undang telah memenuhi syarat materil saja, tetapi
dapat juga apakah suatu undang-undang telah memenuhi syarat formil sesuai
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa proses pembentukan undang-undang atau peraturan
perundang-undangan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan
eksistensi jati diri suatu undang-undang/peraturan perundang-undangan dalam
kancah lingkungan rumpun hukum nasional.
B. Pembentukan Undang-Undang
B. Pembentukan Undang-Undang
Berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dapat dikatakan bahwa terdapat beberapa
tahapan dalam pembentukan suatu undang-undang. Ada pun tahapan yang dimaksud
tersebut adalah :
- Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan tahap awal dalam pembentukan suatu undang-undang. Dalam tahap perencanaan ini lazimnya ditandai dengan adanya, penyusunan konsepsi rancangan undang-undang, atau penyusunan naskah akademik, pengharmonisan konsepsi, dan sertifikasi konsepsi baik melalui program legislasi nasional, maupun melalui persetujuan izin prakarsa. Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 menyebutkan bahwa konsepsi dan materi pengaturan rancangan undang-undang yang disusun harus selaras dengan falsafah negara Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang lain, dan kebijakan yang terkait dengan materi yang akan diatur dalam rancangan undang-undang tersebut.
Keselarasan yang demikian ini merupakan inti sari dari pengharmonisan suatu rancangan undang-undang. Pasal 1 angka 7 Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 menyebutkan bahwa konsepsi suatu rancangan undang-undang berisikan latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah pengaturan. Sama halnya dengan konsepsi, naskah akademik merupakan konsepsi rancangan undang-undang juga, tetapi konsepsi tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Pensertifikasian suatu rancangan undang-undang dalam program legislasi nasional hanya dapat dilakukan apabila rancangan undang-undang tersebut telah dilengkapi dengan kosepsi atau naskah akademiknya, sebagai alasan teknis rancangan undang-undang untuk bisa dimasukan ke dalam program legislasi nasional. Di samping itu terdapat sejumlah kriteria yang dijadikan syarat bagi suatu rancangan undang-undang untuk dapat dimasukan ke dalam program legislasi nasional.
Persyaratan tersebut adalah bahwa rancangan undang-undang yang akan disusun merupakan perintah dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perintah dari Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, perintah dari undang-undang, terdapat dalam daftar program legislasi nasional tahun 2005-2009, dan urgensi rancangan undang-undang. Selain itu dalam keadaan tertentu pemrakarsa dapat melakukan penyusunan rancangan undang-undang setelah memperoleh sertifikasi melalui persetujuan izin prakarsa dari Presiden. Penyusunan rancangan undang-undang berdasarkan sertifikasi persetujuan izin prakarsa hanya dilakukan terhadap hal-hal sebagai berikut :
- 1.1. menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang;
- 1.2. meratifikasi konvensi atau perjanjian internasional;
- 1.3. melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi;
- 1.4. mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, bencana alam; atau
- 1.5. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu rancangan undang-undang yang dapat disetujui bersama oleh Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat dan Menteri.
- Tahap Penyusunan
Penyusunan rancangan
undang-undang hanya dapat dilakukan apabila rancangan undang-undang tersebut
telah disertifikasi baik melalui program legislasi nasional, maupun melalui
persetujuan izin prakarsa oleh Presiden.
Setelah rancangan
undang-undang disertifikasi langkah awal yang harus dilakukan oleh pemrakarsa
adalah mebentuk pantia antardepartemen. Keanggotaan panitia antardepartemen ini
merupakan representasi dari instansi pemerintah yang secara langsung terkait
dengan materi yang akan disusun dalam rancangan undang-undang.
Pemrakarsa dapat mengundang
para ahli baik dari lingkungan akademisi, organisasi profesi, maupun organisasi
sosial kemasyarakatan lainnya untuk turut serta dalam penyusunan rancangan
undang-undang. Keikutsertaan wakil dari departemen yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan dimaksudkan untuk
melakukan pengharmonisasian rancangan undang-undang dan teknik perancangan
perundang-undangan. Dalam rangka penyempurnaan rancangan undang-undang
pemrakarsa dapat menyebarluaskan rancangan undang-undang kepada masyarakat.
Hasil peyebarluasan
rancangan undang-undang kepada masyarakat selanjutnya dijadikan bahan oleh
panitia antardepartemen untuk menyempurnakan materi rancangan undang-undang
yang sedang disusunnya. Pemrakarsa selanjutnya menyampaikan rancangan
undang-undang yang telah disusun oleh panitia antardepartemen kepada
masing-masing menteri atau pimpinan lembaga terkait yang menjadi anggota
panitia antardepartemen untuk memperoleh pertimbangan dan paraf
persetujuan.
Dalam hal pemrakarsa melihat
adanya perbedaan di antara pertimbangan yang disampaikan oleh menteri/pimpinan
lembaga, pemrakarsa bersama dengan Menteri menyelesaikan perbedaan tersebut
dengan menteri/pimpinan lembaga terkait yang bersangkutan. Apabila upaya
tersebut tidak membuahkan hasil Menteri melaporkan secara tertulis permasalahan
tersebut kepada Presiden untuk memperoleh keputusan. Perumusan ulang
rancangan undang-undang dilakukan oleh pemrakarsa bersama-sama Menteri.
RUU yang sudah tidak
memiliki permasalahan lagi baik dari substansi maupun dari segi teknik oleh
pemrakarsa diajukan kepada Presiden untuk disampaikan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat guna dilakukan pembahasannya.
- Tahap Pembahasan
Pembahasan rancangan
undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dalam duat tingkat
pembicaraan. Pembicaraan tingkat kesatu berisikan agenda penyampaian keterangan
pemerintah atas rancangan undang-undang, penyampaian pandangan dan pendapat
fraksi-fraksi Dewan Perwakilan Rakyat terhadap rancangan undang-undang,
pembahasan materi rancangan undang-undang berdasarkan daftar inventarisasi
masalah (DIM), baik dalam forum panitia khusus (PANSUS), pantia kerja (PANJA),
tim perumus (TIMUS), tim sinkronisasi (TIMSIN), maupun tim kecil (TMCIL).
Sedangkan pembicaraan tingkat kedua berisi agenda rapat paripurna Dewan
Perwakilan Rakyat, berupa pengambilan keputusan atas persetujuan rancangan
undang-undang untuk dapat disahkan menjadi undang-undang oleh Presiden.
- Tahap Pengesahan
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat menyampaikan rancangan undang-undang kepada Presiden untuk dapat disahkan menjadi undang-undang. Penyampaian rancangan undang-undang oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden tersebut dilakukan dalam jangka waktu tujuh hari, terhitung sejak tanggal dicapainya persetujuan rancangan undang-undang dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat. Selanjutnya Presiden wajib mengesahkan rancangan undang-undang menjadi undang-undang dengan membubuhi tandan tangannya.
Pengesahan rancangan
undang-undang menjadi undang-undang tersebut dilakukan dalam jangka waktu tiga
puluh hari terhitung sejak disampaikannya Rancangan undang-undang oleh
Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden.
Jika jangka waktu yang telah
ditentukan tersebut terlampaui dan ternyata Presiden belum juga membubuhkan
tanda tangannya sebagai indikasi disahkannya rancangan undang-undang menjadi
undang-undang maka rancangan undang-undang tersebut dianggap sah menjadi
undang-undang. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 20 ayat
(4) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Tahap Pengundangan
Menteri mengundangkan rancangan undang-undang yang telah disahkan menjadi undang-undang dengan menempatkannya dalam lembaran negara Republik Indonesia. Sedangkan penjelasan undang-undang ditempatkan dalam tambahan lembaran Negara Republik Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang mengetahui kelahiran atau kehadiran suatu undang-undang, sekaligus menandai saat mulai berlakunya undang-undang tersebut beserta kekuatan mengikatnya.
- Tahap Penyebarluasan
Berdasarkan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 ada kewajiban bagi pemerintah untuk menyebarluaskan undang-undang yang telah diundangkan. Penyebarluasan tersebut dimaksudkan agar khalayak ramai mengetahui dan memahami maksud yang terkandung di dalam undang-undang tersebut. Penyebarluasan ini dapat dilakukan melalui media cetak dan/atau media elektronik.
Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Tata Negara
Silahkan lihat Juga SKEMA PROSES TERBENTUKNYA UNDANG-UNDANG
No comments:
Post a Comment