LAPORAN
KULIAH KERJA LAPANGAN (KKL) POLITIK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika
reformasi digulirkan, maka besar harapan rakyat Indonesia akan memasuki tahap
yang penting dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia. Wajar saja
apabila harapan itu muncul dan menjadi salah satu agenda reformasi. Hal itu
karena sejarah Orde Baru yang dipenuhi dengan catatan hitam terhadap hak asasi
manusia. Mulai dari pembunuhan, penghilanglan, penyiksaan dan perampasan
hak-hak oleh penguasa. Termasuk hak berpolitik. Puncak dari itu semua adalah
adanya pembunuhan masal yang dilakukan oleh tentara kepada anggota dan
simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Meraka semua menjadi korban hanya
dikarenakan mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan penguasa.
Seiring
dengan semangat berdemokrasi pasca runtuhnya
rezim Soeharto, wacana terhadap hak asasi manusia kembali dimunculkan dan
diperjuangkan. Hasilnya, adanya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang lebih
mengakomodasi dan menghormati kedudukan hak asasi. Undang-Undang No 39 tahun
1999 tentang HAM diberlakukan sebagai peraturan organik terhadap batang tubuh
UUD 1945. Lembaga resmi pemerintahan dibentuk seperti Komnas HAM, Komisi
Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Peradilan HAM, dll.
Akan
tetapi, pembentukan peraturan dan lembaga tersebut tidak lantas mampu mengatasi
semua persoalan mengenai penegakan hak asasi manusia. Salah satu indikatornya
adalah ketidakmampuan lembaga tersebut dalam mengungkap dan memproses secara
hukum pelaku kejahatan hak asasi manusia masa lalu. Ironisnya, ketika hak asasi menjadi sorotan publik dan
menjadi isu sentral, diwaktu bersamaan terjadi kejahatan terhadap hak asasi
diantaranya adalah penculikan dan pembunuhan para aktivis 1998, terbunuhnya
aktivis HAM “Munir”, sampai kejahatan terhadap korban lumpur Lapindo.
Pelanggaran
terhadap HAM di Indonesia mempunyai faktor penyebab yang sangat kompleks.
Faktor-faktor tersebut antara lain:
1.
Masih belum adanya kesepahaman pada
tataran konsep hak asasi manusia antara paham yang memandang HAM bersifat
universal dan paham yang bersifat partikularisme.
2.
Adanya pandangan bahwa HAM bersifat
individualistik yang akan mengancam kepentingan umum
3.
Kurang berfungsinya lembaga-lembaga
penegak hukum
4.
Pemahaman yang belum merata tentang HAM,
baik di kalangan sipil maupun militer (Sunarso dkk 2006: 78).
Dari ke empat faktor tersebut
ditambah adanya budaya impunitas yang melekat erat dan kuat dalam penegakan
hukum serta tipisnya rasa tanggung jawab yang berakibat pada begitu mudahnya
menyalahkangunakan kekuasaan, meremehkan tugas, dan tidak mau memperhatikan
orang lain semakin menyempurnakan kompleksitas faktor pelanggaran HAM di Negara
ini
Penegakan HAM di Indonesia kedepannya diprediksi
masih akan menemui berbagai hambatan dan tantangan. Terlebih hambatan dan
tantangan dari dalam itu sendiri karena mengingat bahwa pelanggaran HAM
didominasi oleh pemerintah. Hukum yang dibuat oleh penguasa terkadang tidak
mencerminkan semangat keadilan masyarakat, karena proses pembuatannya tidak
melibatkan masyarakat.
Indonesia adalah termasuk negara yang yang telah
banyak melakukan pelanggaran HAM berat terhadap rakyatnya seperti kasus
pembantaian anggota dan simpatisan PKI, kasus Timor-Timur, Aceh, Papua, Tanjung
priok, penculikan dan pembunuhan aktivis dan lumpur lapindo yang sampai saat
ini upaya penegakan melalui lembaga resmi pemerintahan dinilai belum mampu
bekerja sesuai dengan yang diharapkan.
Ketidakmampuan negara dalam menegakkan HAM,
mendorong berbagai elemen masyarakat untuk berpartisipasi memecahkan kebekuan
dan kebuntuan pelaksanaan tugas lembaga resmi pemerintahan tersebut. kelompok
masyarakat yang mempunyai keahlian tertentu membuat sebuah organisasi yang
dikelola secara swadaya, yang ditujukan untuk menyuarakan hati nurani
masyarakat dan mampu menjadi sumber daya politik yang potensial bagi
terwujudnya civil society yang
kemudian lebih dikenal dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang dan
korban Tindak Kekerasan) adalah salah satu diantara ratusan atau bahkan ribuan
LSM/NGO di Indonesia. Lembaga swadaya ini mempunyai fokus/ruang gerak pemajuaan
kesadaran rakyat akan pentingnya penghargaan terhadap hak asasi manusia. Besar
harapan kepada lembaga masyarakat ini untuk menjadi kapal pemecah “es” kebekuan
penegakan HAM di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1.
Bagaimana struktur kelembagaan KontraS ?
2.
Bagaimana peranan/partisipasi KontraS
dalam upaya menegakkan HAM di Indonesia?
3.
Apa saja tantangan dan hambatan yang
dialami KontraS dalam menjalankan fungsinya?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan
dari penulisan ini adalah:
1.
Mengetahui struktur kelembagaan KontraS
2.
Mengetahui peranan/partisipasi KontraS
dalam upaya menegakkan HAM di Indonesia
4.
Mengetahui tantangan dan hambatan yang
dialami KontraS dalam menjalankan fungsinya
D. Manfaat Penulisan
Berdasarkan dari
tujuan yang dikemukakan di atas, maka diharapkan penulisan ini mempunyai
kegunaan sebagai berikut:
1.
Manfaat
Teoritis
Hasil
penulisan ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan keilmuan terutama bidang ilmu politik yang dapat dijadikan acuan
dalam penulisan selanjutnya.
2.
Manfaat
Praktis
a.
Bagi
Penulis
Penulisan ini dapat menambah wawasan tentang keadaan terkini
mengenai penegakan hak asasi manusia oleh LSM khususnya KontraS Selain itu
dapat dijadikan sarana penyaluran minat dan bakat menulis karya tulis ilmiah,
serta wahana untuk melatih berpendapat.
b.
Bagi
Mahasiswa
Bagi
Mahasiswa diharapkan dengan adanya penulisan ini akan diperoleh informasi
mengenai bentuk-bentuk partisipasi LSM KontraS dalam upaya menegakkan,
melindungi dan menghormati hak asasi manusia di Indonesia.
E. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
a. Waktu Pelaksanaan
Hari :
Tanggal :
13 – 16 Desember 2009
b. Tempat pelaksanaan
Kuliah
Kerja Lapangan (KKL) Politik ini dilaksanakan di Kantor kesekretariatan KontraS
BAB II
PEMBAHASAN
A. Profil KontraS
KontraS yang lahir pada 20 Maret 1998 merupakan gugus
tugas yang dibentuk oleh sejumlah organisasi civil society dan tokoh
masyarakat. Gugus tugas ini semula bernama KIP-HAM yang sebagai yang telah
terbentuk pada tahun 1996. Sebagai sebah Komisi yang bekerja memantau persoalan
HAM , KIP-HAM banyak mendapat pengaduan dan masukan dari masyarakat, baik
masyarakat korban maupun masyarakat yang
berani menyampaikan aspirasinya tentang problem HAM yang terjadi di daerah.
Pada awalnya KIP-HAM hanya menerima beberapa pangaduan melalui surat dan kontak
telpon dari masyarakat, namun lama kelamaan sebagian masyarakat korban menjadi
berani untuk menyampaikan pengaduan langsung ke sekretariat KIP-HAM.
Dalam perjalanannya kontraS tidak hanya menangani masalah
penculikan dan penghilangan orang secara paksa tetapi juga diminta oleh
masyarakat korban untuk menangani berbagai bentuk kekerasan yang terjadi baik
secara vertikal di Aceh, Papua dan . Tim-tim maupun secara horizontal seperti
di Maluku, Sambas, Sampit dan Pon banyakso. Selanjutnya kontraS berkembang
menjadi organisasi yang indenden dan banyak berpartisipasi dalam membongkar
praktik kekerasan dan pelanggaran HAM sebagai akibat dari penyalahgunaan kekuasaan. Dalam
perumusan kembali peran dan posisinya, kontraS mengukuhkan kembali visi dan
misinya untuk turut memperjuangkan demokrasi dan HAM bersama dengan entitas
gerakan civil society lainnya.
B.
Susunan Kepengurusan Badan Pekerja
Kontras
Dewan Pembina
Ketua : Asmara Nababan
Sekretaris : Ati Nurbaiti
Bendahara : Zumrotin
Ketua : Asmara Nababan
Sekretaris : Ati Nurbaiti
Bendahara : Zumrotin
Dewan Federasi
Ketua : Fauzi Abdullah
Ketua : Fauzi Abdullah
Federasi Kontras
Sekretaris Jenderal : Oslan Purba
Sekretaris Jenderal : Oslan Purba
Kontras Jakarta
Koordinator : Usman Hamid
Wakil Koordinator I : Indria Fernida
Wakil Koordinator II : Haris Azhar
Koordinator : Usman Hamid
Wakil Koordinator I : Indria Fernida
Wakil Koordinator II : Haris Azhar
Biro dan Divisi KontraS :
Divisi
Pemantauan Impunitas :Yati Andriyani
Divisi
Politik, Hukum dan Ham : Sri Suparyati
Biro
Internasional :
Sri Suparyati
Biro
Penelitian dan Pengembangan : Papang Hidayat
Biro Monitoring dan Dokumentasi : Syamsul
Alam Agus
Biro Keuangan :
Neneng Nrasmus
Biro Rumah Tangga dan sdm : Regina Astuti
KONTRAS ACEH
Koordinator: Hendra Fadli
KONTRAS SUMUT
Koordinator: Diah Susilowati
KONTRAS PAPUA
Koordinator: Harry Maturbongs
KONTRAS SULAWESI
Koordinator: Andi Suaib
Koordinator: Hendra Fadli
KONTRAS SUMUT
Koordinator: Diah Susilowati
KONTRAS PAPUA
Koordinator: Harry Maturbongs
KONTRAS SULAWESI
Koordinator: Andi Suaib
C. Program Kerja
Pergerakan yang dilakukan dalam upaya penegakan HAM
di Indonesia dapat digolongkan dalam lima aksi, yaitu:
1.
Prevensi Viktimisasi dalam Politik
Kekerasan
Upaya
bersifat preventif untuk melindungi kepentingan masyarakat dari adanya kecenderungan
yang menempatkan bagian-bagian dalam masyarakat sebagai sasaran dan korban
politik kekerasan yang dilakukan oleh negara dan atau kekuatan-kekuatan besar
lain yang potensial melakukan hal itu.
2.
Due Process of Law
Menuntut
adanya pertanggungjawaban hukum terhadap para pelaku pelanggaran HAM, melalui
mekanisme dan prosedur hukum yang fair. Dalam kategori ini, KontraS melihat
dalam bentuknya yang lebih luas, yakni segala upaya yang harus dilakukan untuk
turut memperjuangkan terbentuknya sebuah pranata hukum yang menjamin
penghormatan yang tinggi terhadap hak dan martabat manusia.
3.
Rehabilitasi
Rehabilitasi
korban meliputi upaya pemulihan secara fisik maupun psikis dari akibat-akibat
yang ditimbulkan oleh tindak kekerasan negara dan bentuk-bentuk pelanggaran hak
asasi manusia lainnya, mutlak diperlukan dalam melakukan advokasi yang lebih
luas. Dalam kerangka ini, pengikutsertaan korban dan keluarga korban sebanyak
mungkin dalam proses advokasi adalah konsekuensinya. Sehingga metode
pengorganisasian korban dan keluarga korban untuk turut serta dalam upaya
advokasi juga ditujukan untuk melakukan usaha penyadaran dan penguatan elemen
masyarakat secara lebih luas.
4.
Rekonsiliasi dan Perdamaian
Rekonsiliasi adalah tuntutan yang tidak terhindarkan
dari fakta terdapatnya banyak kasus besar menyangkut tindakan pelanggaran HAM
yang berat di masa lalu yang sulit terungkap dan dimintakan pertanggungjawaban.
Rekonsiliasi juga merupakan langkah alternatif yang mungkin diambil dalam
menghadapi banyaknya fenomena pertikaian massal yang bersifat horisontal dan
melibatkan sentimen-sentimen suku, agama, etnis dan ras yang terjadi di tanah
air. Langkah ke arah itu tentu saja harus didahului oleh sebuah pengungkapan
fakta-fakta dan kebenaran yang sejelas-jelasnya sebagai syarat mutlak adanya
rekonsiliasi. Oleh karena itu KontraS dituntut untuk turut serta melakukan
upaya-upaya nyata dan mendorong segala usaha yang mengusahakan terciptanya
sebuah rekonsiliasi dan perdamaian yang lebih nyata sebagai langkah
penyelesaian berbagai persoalan HAM di masa lalu dan pertikaian massal secara
horisontal di berbagai daerah.
5.
Mobilisasi Sikap dan Opini
a)
Anti politik kekerasan
Secara intensif
dikembangkan wacana tentang anti politik kekerasan dan gerakan anti kekerasan
secara lebih luas. Misi dari proses ini adalah membangun sensitifitas
masyarakat atas adanya berbagai bentuk kekerasan, secara khusus terhadap
praktik penghilangan orang secara paksa, perkosaan, penganiayaan, penangkapan
dan penahanan orang secara sewenang-wenang, pembunuhan diluar proses hukum,
oleh unsur-unsur negara. Dalam jangka panjang diharapkan terjadi sebuah koreksi
mendasar atas politik kekerasan yang selama ini berlangsung.
b)
Pelanggaran HAM
Dalam jangkauan
lebih luas, KontraS harus menempatkan porsi yang sangat penting bagi segala
bentuk pelanggaran HAM yang pernah terjadi dan mengedepankannya di dalam wacana
publik untuk dipersoalkan sebagai upaya membangun kesadaran akan pentingnya
pengormatan terhadap HAM. Secara prinsip, problem HAM juga harus dipersoalkan
sebagai hal mendasar yang harus dipertimbangkan pada setiap pengambilan
kebijakan oleh negara maupun setiap usaha yang dilakukan demi membangun
kehidupan bermasyarakat dalam dimensinya yang luas. Untuk itu, KontraS
melakukan pemantauan dan pengkajian yang serius terhadap segala hal menyangkut
penegakan HAM di Indonesia.
c)
Human Love Human
Adalah sebuah
kampanye yang bertujuan melawan setiap bentuk kekerasan dan penindasan dengan
mengajak manusia untuk kembali mencintai kemanusiaan. Dengan mencintai sesama
manusia, lingkungan, dan alam seisinya, maka cara-cara kekerasan tidak menjadi
solusi dari sebuah masalah. Kampanye HLH ini melibatkan orang-orang muda dari
berbagai kalangan.
BAB III
PENUTUP
Seiring
dengan semangat berdemokrasi pasca runtuhnya
rezim Soeharto, wacana terhadap hak asasi manusia kembali dimunculkan
dan diperjuangkan. Hasilnya, adanya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang
lebih mengakomodasi dan menghormati kedudukan hak asasi. Undang-Undang No 39
tahun 1999 tentang HAM diberlakukan sebagai peraturan organik terhadap batang
tubuh UUD 1945. Lembaga resmi pemerintahan dibentuk seperti Komnas HAM, Komisi
Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Peradilan HAM, dll.
Ketidakmampuan negara
dalam menegakkan (menyelesaikan pelanggaran) HAM, mendorong berbagai elemen
masyarakat untuk berpartisipasi memecahkan kebekuan dan kebuntuan pelaksanaan
tugas lembaga resmi pemerintahan tersebut. KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang dan
korban Tindak Kekerasan) mampu hadir di tengah ketidakmampuan negara menegakan
nilai-nilai HAM. Lembaga swadaya ini mempunyai fokus/ruang gerak pemajuaan
kesadaran rakyat akan pentingnya penghargaan terhadap hak asasi manusia. Besar
harapan kepada lembaga masyarakat ini untuk menjadi kapal pemecah “es” kebekuan
penegakan HAM di Indonesia.
Upaya-upaya yang
dilakukan kontras dalam upaya membumikan nilai-nilai HAM adalah prevensi viktimisasi dalam politik kekerasan,
due process of law, rehabilitasi, rekonsiliasi dan perdamaian, serta Mobilisasi
Sikap dan Opini.
Penegakan HAM di
Indonesia kedepannya diprediksi masih akan menemui berbagai hambatan dan
tantangan. Terlebih hambatan dan tantangan berasal dari dalam mengingat bahwa
pelanggaran HAM didominasi oleh pemerintah. Oleh karena itu, upaya-upaya
penegakan HAM harus terus menerus dilakukan dan salah satu caranya adalah
dengan penguatan civil society.
No comments:
Post a Comment