Saturday, 25 August 2012

Kedudukan ketetapan MPR, Keputusan Presiden, dan Instruksi Presiden pasca Reformasi


A. Kedudukan Ketetapan MPR pasca Reformasi
Kedudukan MPR pasca amandemen UUD 1945 ( era Reformasi ) telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. MPR bukan lagi lembaga tertinggi tapi lembaga tinggi negara yang sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK. Susunan keanggotaanyapun berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu. Bahkan dari beberapa tugas yang diembannya pun apabila ditelaah lebih lanjut maka hanya beberapa tugas saja yang menjadi kegiatan rutin bagi MPR, yaitu melantik Presiden dan Wakil Presiden serta menetapkan Peraturan Tata Tertib dan kode etik MPR, sedangkan tugas yang lain hanya dilakukan apabila terjadi suatu keadaan yang abnormal.
Mengingat kecilnya peranan MPR, muncul pemikiran untuk tidak melembagakan MPR. Dengan demikian MPR hanyalah merupakan joint session (sidang gabungan) antara DPR dan DPD. Konsekuensinya adalah MPR tidak mempunyai pimpinan sendiri dan lembaga ini tidak ada bila tidak ada sidang gabungan tersebut. Struktur ketatanegaraan Republik Indonesia yang baru, MPR di samping tidak lagi mempunyai kedudukan sebagai lembaga tertinggi, juga tidak lagi bersifat permanen. MPR pada hakikatnya tetap dapat disebut sebagai institusi atau lembaga, tetapi sifat tugasnya tidak lagi permanen dan sifat kegiatannya tidak lagi terus menerus atau rutin. Kegiatan MPR yang bersifat rutin hanya satu yaitu melantik Presiden dan Wakil Presiden setiap lima tahun sekali. Sedangkan kegiatan lainnya terkait dengan tugas dan kewenangan yang tidak terjadwal secara rutin. 
  
MPR Pasca Reformasi:
1)      MPR tetap mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;
2)      MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum, dalam Sidang Paripurna MPR;
3)      MPR Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di dalam Sidang Paripurna MPR;
4)      MPR Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya;
5)      MPR Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari;
6)      MPR Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari;
7)      MPRMenetapkan Peraturan Tata Tertib dan kode etik MPR.
8)      MPR tidak lagi berwenang menetapkan GBHN.
9)      MPR tidak lagi mengangkat Presiden karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu).
 

B. Kedudukan Keputusan Presiden dan Instruksi Presiden Pasca reformasi
  • Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 5 ayat (1) UUD 1945)
  • Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaiman mestinya (Pasal 5 ayat (2) UUD 1945)
  • Presiden tidak lagi memegang kekuasaan legislatif karena sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
  • Masa jabatan presiden dibatasi maksimum menjadi dua periode saja.
  • Kewenangan Presiden mengangkat duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR.
  • Kewenangan Presiden memberikan grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR.

Nama   : Ardi Widayanto
NIM    : 07401241043
Prodi   : PKnH Reg’07
Tugas   : Hukum Tata Negara

No comments:

Post a Comment