BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sekarang
kita hidup di era yang modern, semua yang kita butuhkan langsung tersedia
secara instant. Fenomena ini bisa
kita lihat di beberapa bidang. Di bidang komonikasi, kita dulu masih SD tidak
ada orang yang megang handphone kecuali orang-orang tertentu saja, bahkan dulu
TV sangat sulit kita jumpai, tetapi pada era ini anak SD pun sekarang sudah
banyak yang memkaia HP, bahkan sekarang di desa-desa sudah ada yang namanya
internet. Di bidang kedokteran, sekarang orang yang hamil bisa diketahui apakah
bayinya laki-laki atau perempuan, bahkan juga bisa mengetahui istri yang sudah
ditinggalkan suaminya apakah dirahimnya terdapat bayinya atau tidak. Dan
dibidang-bidang yang lainya. Sejalan dengan perkembangan itu, persoalan-persoalan
juga semakin kompleks. Dan apakah hukum Islam bisa menjawab semua persoalan-persoalan
itu?. Dan apakah jawaban-jawaban itu masih relevan seperti zaman Nabi dan sahabat-sahabat-Nya?
Dan apa yang harus dilakukan jika jawaban-jawaban itu tidak relevan lagi?
B. Topik Bahasan
Topik bahasan dalam hal
ini adalah:
Ø Apa
definisi dari pembaharuan hukum Islam itu sendiri?,
Ø Bagaimana
sejarah perkembangan hukum Islam dari zaman Rasulullah SAW sampai sekarang?
Ø Bagaiman
caranya untuk melakukan pembaharuan hukum Islam itu?
C. Tujuan
Makalah
ini dimaksudkan untuk mengetahui pembaharuan hukum Islam pada masa Nabi
Muhammad SAW sampai sekarang dan mengapa harus ada pembaharuan hukum Islam dan
bagaiman caranya untuk melakukan pembaharuan hukum Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pembahuruan Hukum Islam
Pembaharuan
hukum Islam terdiri dari dua kata, yaitu “pembaharuan” yang berarti modernisasi
atau suatu upaya yang dilakukan untuk mengadakan atau menciptakan suatu yang
baru; dan “hukum Islam”, yakni kumpulan atau koleksi daya upaya para fukaha dalam
bentuk hasil pemikiran untuk menerapkan syariat berdasarkan kebutuhan
masyarakat. Dalam hal ini hukum Islam sama dengan fiqh, bukan syariat.
B. Sejarah Perkembangan Hukum Islam
Sebelum
penulis membahas pembaharuan hukum Islam di Indonesia, perlu diketahui
historitas pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam dari masa kemasa.
1.
Pada Masa Rasulullah (610M – 632M)
Dengan diturunkanya wahyu kepada Nabi
Muhammad SAW mulailah tarikh tasyri’ Islami. Sumber tasyri’ Islami adalah wahyu
(Kitabullah dan Sunnah Rasul). Ayat tasyri’ datang secara berangsur-angsur dan
bertahap (tadrij).tadrij ini berhubungan dengan adat-adat bangsa Arab
meninggalkan adat-adat yang lama dengan hukum yang baru/hukum Islam.dan
dijadikan prinsip-prinsip umum.
2.
Pada masa Khulafa’ur Rasyidin (632M –
662M)
a)
Abu Bakar Ash-Shiddiiq
Pada
masa ini disebut masa penetapan tiang-tiang (da’aa’im) dengan memerangi
orang-orang yang murtad mutanabbi dan pembangkang penyerahan zakat. Di masa ini
pula dikumpulkan Al-Qur’an pada satu mushaf.
b)
Umar Bin Khatab
Pada
masa ini telah bisa menyusun administrasi pemerintahan menetapkan pajak. kharaj
atas tanah subur yang dimiliki oleh orang non muslim, menetapkan peradilan, perkantoran,
dan kalender penanggalan.
Umar
dikenal sebagai imamul-mujtahidin. Di masanya beliau berijtihad, antara lain
tidak menghukum pencuri dengan potong tangan karena tidak ada illat untuk
memotongnya dan tidak memberi zakat kepada al-muallafatu quluubuhum, karena
tidak ada ‘illah untuk memberinya.
c)
Utsman bin Affan
Pada
zamannya telah diperintahkan Zaid Ibn Tsabit dan Abdullah Ibn Zubair. Sa’iid
Ibn Al-Ash dan Abdurrahman Bin Harits untuk mengumpulkan Al-Qur’an dengan
qiraah (dialek) yang satu dengan mushaf satu macam pula pada tahun 30 H./650M.
d)
Ali bin Abi Thalib
Dengan
wafatnya Sayyidina Ali, berakhirlah masa Khulafa’ur-Rasyidin dalam perkembangan
tasyri’ Islam.
Pada
masa ini sumber tasyri’ Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul yang disebut
dengan nash atau naql,apabila ada masalah yang tidak jelas dalam nash,para
sahabat pada zaman Khulafa’ur-Rasyidin,memakai ijtihad dengan berpegang kepada
ma’quul an-nash dan mengeluarkan ‘illah atau hikmah yang dimaksud dari nash
itu,kemudian menerapkan pada semua masalah yang sesuai dengan ‘illahnya dengan
‘illah pada yang dinash untuk mendapatkan hukum yang dicari,yang disebut dengan
al-qiyaas,jika hukum yang dicari tidak ada nashnya,maka para sahabat
bermusyawarah,yang disebut dengan al-ijmaa’. Para Ulama’ menyebutkan bahwa dari
praktek khulafa’ur-Rasyidin itu terdapat perluasan dasar tasyri’ Islam
disamping Al-Qur’an dan As-Sunnah terdapat juga Al-Qiyaas dan Al-Ijmaa’.
3.
Masa Khilafah Amawiyah
Pada
masa ini adalah masa pembentukan fiqh Islami yaitu ilmu furu’ syari’ah dan
hukum-hukumnya yang diambil dari dalil-dalilnya yang tafsili.para fuqaha
meletakkan peraturan dasar yang diambil dari Al-Qur’an,As-Sunnah dari Ijma’ dan
Qiyas. Pada garis besarnya mereka terbagi ke dalam dua aliran,yaitu aliran
Hijaz yang berpegang kepada nas-nas as-sunnah/ahli hadis, dan aliran Irak yang
telah dipengaruhi kebudayaan masyarakat yang baru, sehingga para fukaha-nya cenderung
menggunakan qiyas/ar-ra’yi. Dan masa ini juga telah dimulai penafsiran
al-qur’an dan pengumpulan hadits, mempelajari dan mendalaminya, menjaga
kepalsuan dari pengaruh politik, pengaruh gololongan, atau sebab-sebab yang
lain.
4.
Masa Keemasan Abbasiyah
Pada
masa ini syari’at dipelajari secara khusus dengan ilmu khusus yaitu
ushulul-fiqh dan dikarang kitab-kitab dalam hal furu’ fiqh. Dan pada masa ini
fuqaha sunni terbagi tiga golongan,yaitu fuqaha sunni ahli Ra’yi tokohnya abu
hanifah di iraq,dan fuqaha sunni ahli hadits tokohnya malik ibnu anas di hijaz,
dan golongan yang bertentangan dari kedua golongan tersebut yaitu aliran
asy-syafi’i. Kemudian muncullah madzhab-madzhab sunni. Yang besar dan masih
hidup: hanafi, maliki, syafi’i, dan hanbali. Dari segi sumber tasyri’ selain
nash (Al-Qur’an dan Sunna) telah bertambah dalil ‘aqli,yaitu ijma’ dan
qiyas,dan dalil-dalil istihsan dari Abi Hanifah dan mashlahatul-mursalah.
5.
Masa Kemerosotan
Ilmu
fiqh berhenti sedikit demi sedikit,bahkan mereka melakukan ijtihad
fil-madzhab,sehingga khalifah-khalifah hanya menjadi pendukung madzhab yang
adaturki mendukung madzhab hanafi, ayyubi mendukung syafi’I, fathimi mendukung
madzhab isma’ili.Para hakim menjadi engikut madzhab yang dianut oleh Negara
yang tidak berijtihad sendiri. Pada permulaan abad ke empat hijrah, fuqaha
sunni menetapkan tertutupnya pintu ijtihad,sehingga berkembanglah bid’ah dan
khurafat dan hanya taqlid yang berkembang.
6.
Masa kebangkitan
Pada
masa ini Ahmad Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah yang
bermadzhab kepada Hanbali memerangi bid’ah dan khurafat, dan menganjurkan
memahami syari’at dengan memakai pikiran, penalaran dan akal sehat, dan
mengatakan pintu ijtihad itu terus berlaku sampai hari kiamat, dan memerangi
taqlid buta.
7.
Perkembangan Fiqh Pada Masa Mujtahihidin
Akhir abad pertama
muncul mujtahid-mujtahid dalam furu’. Yang termasyhur serta urutannya sebagai
berikut:
Ø Madzhab Aby Hanifah
Dikalangan sunni
madzhab ini banyak memperkenalkan ra’yu.dan dalam berijtihad selain menggunakan
Al-Qur’an,Hadits,Ijma’ dan Qiyas juga menggunakan dalil Al-istihsan sebagai
dalil yang khusus.madzhab ini menjadi madzhab resmi pemerintahan Utsmaniyah
pada zaman Abbasiyah
Ø Madzhab Maliki
Madzhab ini berimam
pada malik ibn anas dan terkenal sebagai madrasah ahlul-hadits.pegangan dalam
beristinbath selain Al-Qur’an,Hadits,Ijma’ dan Qiyas juga menggunakan
Al-Maslahatul Mursalah,qaul shahabi dan adat yang diikuti di Madinah
Ø Madzhab Asy-Syafi’i
Dalam beristinbath
hukumnya juga menggunakan Al-Qur’an,Hadits,Ijma’ dan Qiyas,tetapi menolak dalil
Al-istihsan dari Aby Hanifa dan Al-Maslahatul Mursalah dari imam Maliki.karena
madzhab ini merupkaqn pertengahan dari Aby Hanifah dan Imam Maliki.
Ø Madzhab Ahmad Ibn Hanbal
Madzhab ini merupakan
madzhab yang terakhir dikalangan sunni.gurnnya adalah imam Syafi’i,tetapi
memiliki madzhab sendiri dan lebih banyak bergerak pada aqidah untuk
membersihkan ummat dari khurafat,takhayul,bid’ah.dan dikenal dengan semboyan
kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits mengikuti paham salaf.
Ø Madzhab Syi’ah
Madzhab ini timbul
karena problem politik,mereka tidak mengakui Khulafaur-Rasyidin kecuali
sayyidina ali,Abbasiyah,dan Amawiyah,karena mereka memiliki statemen “khalifah
itu hanya keturunan Nabi (Ahl Al-bait).
Madzhab ini terbagi
menjadi dua bagian diantaranya:
a.
Syi’ah Imamiyyah Itsna ‘Asyariyah
Dasar fiqhnya adalah
al-qur’an dan hadits yang sanadnya dari Ahlu Bait dan ijma’nya dari imam yang
ma’shum,kemudian dengan dalil aqal yang bukan qiyas yang disebut dengan madzhab
Ja’fari.
b.
Syi’ah Zaidiyayah
Madzhab ini mengakui
kekholifahan Khulafaur-Rasyidin,sehingga diidentifikasi dengan madzhab sunni.
c.
Syi’ah isma’iliyyah
Atau juga disebut
madzhab Batiniyah,karena mereka menganggap kalau Al-Qur’an makna-Nya yang
batin.
Ø Madzhab-madzhab
lainya
a.
Madzhab Al-Auza’i
b.
Madzhab Dzahiri
Tokoh
pendirinya adalah Dawud Ibn Ali (wafat 270 H/883 M).Madzhab ini berpegang
kepada zhahir ana al-qur’an dan hadits.mereka tidak menerima ijma’ selain
ijma’nya sahabat,dan tidak menerima qiyas selain qiyas nash.
c.
Kadzhab Al-Thabari
8.
Perkembangan Fiqh Pada Masa Utsmani
Pemerintah
Utsmani lahir pada abad ke-14 di Anatoli (Turki) dan berlangsung 4 abad dan
menganut madzhab hanafi secara resmi untuk fatwa dan keadilan setelah beberapa
tahun.
Ada
beberapa halangan untuk mengodifikasikan hukum,antara lain:
1)
Sumber Tasyri’ Islami
Mereka
khawatir dalam berijtihad mengalami kekeliruan,karena sumber tasyri’ adalah hal
yang suci.
2)
Kemerdekaan Berijtihad
Berijtihad
merupakan hak asasi bagi yang berhak.Apabila hasil ijtihad telah
dikodifikasikan,maka tidak menerima ijtihad orang lain,padahal dalam hal
masalah baru harus ber-ijtihad lagi,
3)
Kemerdekaan Aqidah
Islam
tidak ada paksaan untuk beragama,jadi apabila fiqh telah
dikodifikasikan,berarti membatasi kemerdekaan aqidah bagi yang lain.
Jadi
dalam melakukan kodifikasi ditempuh secara bertahap, antara lain:
a.
Menetapkan
Yang Resmi Bagi Negara
Pada
awalnya untuk menetapkan madzhab yang resmi sangat sulit, karena dikewatirkan
terjadi pertentang pendapat.tetapi karena adanya kebutuhan-kebutuhan yang
mendesak,maka sultan salim yang memerintah pada saat itu menetapkan madzhab
hanafi sebagai madzhab resmi Negara dalam hal peradilan dan fatwa.
b.
Menyusun
Pendapat Satu Madzhab
Setalah
mempersatukan madzhab diseluruh wilayahnya,maka disusunlah hukum perdata
utsmani yang dikenal dengan majallatul-ahkam al-adliyah,selain semua rakyat
untuk menaatinya,hakim juga harus mengikuti perintah sultan dan tidak boleh
menerima hasil mujtahid yang lainya.
c.
Membuat
Kompilasi Madzhab Lain
Pemerintah
juga mengambil pendapat dari madzhab yang lain yang sesuai demi kemaslahatan
ummat.
d.
Mengambil
PerUndang-Undangan Modern
Hukum
perdata,hukum perdagangan,hukum pidana yang baru yang lebih modren dititik
beratkan harus berdasarkan syari’at Islamiya.
9.
Masuknya Campur Tangan Asing Ke Dalam
Undang-Undang Asing
Yang
sangat krusial campur tangan asing pada abad ke-19 ketika pemerintahan utsmani
sudah melemah,khususnya pada pemerintahan abdul-aziz (1861M – 1876M),ketika
Negara jatuh ke dalam hutang luar negeri karena pemborosan keroyalan dan juga
karena berpikirnya tidak berdasarkan kesatuan agama tetapi karena kesukuan dan
kebangsaanya.
10. Peraturan
Dan PerUndang-Undangan Kerajaan Utsmani
Beberapa
Undang-Undang pemerintah Utsmani yang dipengaruhi campur tangan
asing,diantaranya adalah:
a)
Undang-Undang perdagangan
b)
Undang-Undang pertahanan
c)
Undang-Undang hukum pidana
d) Undang-Undang
perdagangan laut
e)
Undang-Undang hukum acara
C. Islam Datang Ke Indonesia
Sebelum Islam datang ke Indonesia,sudah banyak agama-agama yang dianut
masyarakat setempat,dan ternyata Islam
masuk bersamaan dengan mistis dari agama Hindu Budha.
1.
Awal
mula masuknya Islam ke Indonesia
Islam datang ke
Indonesia dengan proses penyesuaian dengan agama sebelumnya dan tradisi budaya
setempat seperti Wali Songo di jawa,hal ini yang menyebabkan kepercayaan yang
sifatnya sinkritisme.dan ada juga yang berpendapat masuknya Islam ke Indonesia karena aspek
hukumnya,dan jika pendapat ini yang dipakai maka terjadi pelemahan proses dari
ajaran hukum Islam di Indonesia,artinya pada
mulanya orang Indonesia taat pada hukum
Islam,kemudian mereka
meninggalkanya.
Lepas dari perbedaan tersebut,pelaksanaan hukum Islam banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai tradisional setempat. Hal tersebut bertujuan untuk memperlancar proses Islamisasi, tetapi kenyataanya terbalik,yaitu terjadi dominasi nilai-nilai tradisional dan sedikitnya menimbulkan konflik yang berkepanjangan.
Lepas dari perbedaan tersebut,pelaksanaan hukum Islam banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai tradisional setempat. Hal tersebut bertujuan untuk memperlancar proses Islamisasi, tetapi kenyataanya terbalik,yaitu terjadi dominasi nilai-nilai tradisional dan sedikitnya menimbulkan konflik yang berkepanjangan.
2.
Kerajaan
samudra pasai
Kerajan Islam pertama kali di Indonesia adalah
kerajaan samudra pasai dengan rajanya bernama Malikus Saleh.Disamping itu hukum Islam juga tertanam kuat di Aceh sampai Indonesia merdeka.
Pepaduan antara
kehadiran Islam dengan
agama-agama lain,yang melahirkan konsepsi Islam yang tidak saja berorientasi kepada nilai-nilai yang tidak
bersumber pada aslinya,tetapi juga banyak konsepsi baru yang banyak menyimpang
dari ajaran semula,sehingga timbul beberapa aliran kebatinan dan aliran
kepercayaan yang berbeda-beda.
3.
Hukum
Islam di kerajaan Mataram
Sebelum sultan
agung menjadi sultan mataram,masyarakat setempat memeluk agama hindu.setelah
Sultan Agung menjadi sulatan mataram hukum
Islam sangat berpengaruh di
kerajaan itu.hal ini dapat dibuktikan dengan adanya hukum kisas. Tidak hanya di daerah kerajaan agung saja,tetapi
disebelah utara jawa,terbukti dengan adanya pengadilan-pengadilan agama baik
yang berhubungan dengan keluarga atau yang lainya yang dipimpin langsung oleh
pemuka-pemuka kerajaan.
Setelah mataram
menunjukkan kemunduran,nama fatahillah diabadikan sebagai salah seorang tokoh
Wali Songo. Dan meskipun mengalami kemunduran pengaruh Islam masih sangat kental.
4.
Kerajaan
Banjar
Sebagian masyarakat
banjar atau Kalimantan sudah ada yang memeluk agama Islam. Pada saat Pangeran Samudra atau Pangeran Suriansyah mau
berperang dengan pamanya; Pangeran Tumenggung,beliau berjanji akan masuk Islam jika menang dalam
peperangan,sehingga kerajaan di Jawa banyak yang membantu. Dengan masuknya
pangeran suriansyah ke agama Islam,maka
proses ilamisasi di banjar semakin mudah,tetapi konsepsi hukum yang dianut nampaknya juga tidak
murni berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits,karena sebelumnya sudah ada agama Hindu.dan
proses Islamisasi juga dipengaruhi oleh faham tasawwuf (sufisme).
Dengan fawatnya
pangeran Suriansyah, pengganti-penggantinyapun masih meneruskan
tradisi-tradisinya, bahkan mengalami ekspansi.Bukti dari,kehidupan keagaman
diwujudkan pula dengan dibentuknya mufti-mufti,yang menangani hukum yang berkaitan dengan hukum-hukum keluarga dan perkawinan.Dan qadli yang menangani
masalah-masalah hukum privat dan
pidana atau dikenal dengan had.tercatat dalam sejarah banjar,diberlakukanya hukum bunuh terhadap orang Islam yang murtad,hukum potong tangan untuk orang yang
mencuri.bahkan hukumnya dikodifikasikan dengan berorientasi kepada hukum Islam,atau disebut dengan Undang-Undang Sultan Adam.Akhirnya
kedudukan sultan selain sebagai pemegang kekuasan dalam kerajaan juga diakui
sebagai Ulul amri kaum muslimin diseluruh kerajaan.
5.
Hukum Islam pada masa kompeni
Hadirnya kompeni di
Indonesia pada awalnya hanyak untuk mendapatkan keuntungan materi saja,tetapi
ketika mereka tahu kalau masyarakat Indonesia kebanyakan beragama Islam,maka agama merekapun (kristen)
dibawa masuk pula ke Indonesia.secara umum kehadiran mereka di sambut kurang
simpatik penduduk (orang pribumi atau inlander),karena sudah ada agama Islam sebelumnya,maka mau tidak mau
mereka harus menghormati Islam
sebagai agama dan kenyataan yang ada di Indonesia dan tidak bisa memaksakan
pengaruhnya terutama kaitanya dengan bidang-bidang agama.
Dalam era
penjajahan yang begitu lama,Indonesia seakan-akan berada dalam keadaan”status
qua”,artiunya hukum Islam hanyalah berkedudukan sebagai
sistem yang mempengaruhi,bukanya hukum
yang secara kongkrit dan seluruhnya diterapkan.
Di masa kompeni Islam dan konsepnya tidak dapat dengan
mudah dipengaruhi oleh agama dan budaya belanda,itu disebabkan karena
didirikanya pendidikan Islam
yang dikenal dengan pesanteren,karena dipesantren merupakan basis utama dalam
mengembangkan akidah Islam.
D.
Hukum Islam Menjelang Dan Sesudah Indonesia
Merdeka
1.
Pembaharuan Hukum Islam Dan Pergerakan Nasional
Hukum Islam
pada masa ini bekembang cendung lamban,seirama denagan ketradisionalan,ini
semuanya disebabkan karena Indonesia belum merdeka. Dan dapat dimaklumi jika sebagian
serjan belanda melontarkan konsepnya tentang hukum agama bahwa hukum
agama merupakan hukum adat
setempat dan kedudukanya sebagai penunjang saja dan dapat dirombak jika tidak
sesuai dengan zaman. Dan dengan hadirnya para tokoh yang notabeni dari pesantren
yang sebagai konseptor merombak tata nilai berdasarkan hukum Islam,dan
juga berdasarkan pengetahuan moderan agar sesuai dengan zaman.
Untuk memurnikan kembali ajaran-ajaran Islam ditempuh melalui organisasi baik
yang sifatnya masa atau non-masa,prinsip dari organisasi disamping mempunyai
misi penyebaran agama juga mencerdaskan taraf berfikir serta meningkatkan
kehidupan sosial ekonomi,secara politis hal ini juga dijadikan basis kuat untuk
melahirkan kemerdekaan dengan menanamkan rasa nasionalisme yang didasarkan
kepada agama ,bahwa kemerdekaan bukan hanya kemerdekaan Indonesia melainkan
kemerdekaan kaum muslimin Indonesia dan kemerdekaan Islam,sehingga organisasi itu diterima baik oleh masyarakat.
Secara konsepsional ibnu taimiyah (1263-1328) dan ibn
qayyim (1292-1350) memplopori gerakan pembaharuan
atau tajdid yang bertujuan merombak segala ketidak kebeneran dan penyimpangan
terhadap nilai-nila agama,kemudian diteruska oleh Muhammad abdul wahhab
(1703-1787),dan pada abad ke dua puluh ini dipopulerkan kembali oleh jamaluddin
al-Afghani (1830-1897) kemudian diteruskan oleh muridnya Muhammad Abduh
(1845-1899) dan sayid rasyid ridha (1866-1935).
Gerakan ini melalui pengaruh aliran wahabi dari arab yang
dibawa oleh pelopor perang paderi dari Sumatra bagian barat,mereka menganggap
adat-adat lama bertentangan dengan hukum
Islam dan berkeinginan
mengembalikan hukum-hukum Islam sesuai konsep yang sebenarnya dari Islam yang berdasarkan al-qur’an dan hadits,namun keadaan ini
dipertahankan oleh golongan tua,sehingga terjadi konflik besar-besaran.Segala
bentuk pembahuran yang dilakukan oleh para pemimpinya memiliki pola yang
berbeda-beda,sehingga gerakanya juga ada yang radikal dan tidak radikal.
2.
Hukum Islam Pada Pendudukan Jepang
Jepang datang ke Indonesia tujuan utamanya adalah untuk
menjadikan Indonesia sebagai basis pangkalanya didaerah –daerah bagian selatan,
sehingga hukum yang konsepsional
tergantung kepada keadaan.artinya,apapun bentuk hukumnya kalau menganggu
pemerintah militerisme maka akan dilarang.dan jika konsepsi agamanya mendukung
misinya maka dibiarkan berkembang.
3.
Saat
Menjelang Proklamasi Kemerdekaan
Hukum Islam pada masa ini paling menentukan
agar konsepsi Islam seimbang
antara kehidupan dunia akhirat dan bisa dijadikan Tata Hukum Di Indonesia.
4.
Pembicaraan
hukum Islam dalam sidang BPUPK
Dalam sidang-sidang BPUPK (Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan) ini, terjadi perdebatan hangat antara golongan Islam dan golongan nasionalis.
Konsepsi nasionalis pertama kali dilontarkan oleh
Soekarmo,dalam pidatonya yang dikenal dengan lahirnya pancasila pada tanggal 1
juni 1945.inti isi dalam pidatonya itu menyatakan bahwa dasar Indonesia yang
pertama adalah kebangsaan.
Dalam siding
BPUPK soekarno duduk dibarisa depan sambil menjelaskan “nationale staat”.dalam
konteks ini soekarno beusaha mencari pemecahan masalah yang dapat mempertemukan
golongan Islam dan
nasionalis.namun dari konfontir yang dikeluarkan tidak mendasarkan kepada ajaran-ajaran
Islam,tetapi mengutip konsepsi
renan tentang syarat bahwa ssuatu bangsa haruslah merasa ndirinya bersatu dan
mau bersatu,soekarno menyatakan bahwa maksud dari nationale staat adalah
persatuan antara orang dan tempat.
Dari segi ini dapat dilihat toleransi pemeluk Islam,yang dengan ikhlasnya tidak
memaksa konsepsinya.ketoleransian itu didasarkan atas realita,bahwa Indonesia
tidak dihuni oleh orang Islam
saja.
Konsepsi Soekarno disusul oleh Prof.
Muh.Yamin,konsepsinya tidak jauh berbeda dengan konsepsi soekarno,dengan
mengajukan konsepsi dasar Negara dengan meletakkan ketuhanan tetapi tidak
mengulasnya terperinci,karena Indonesia merupakan Negara sekuler.tetapi
konsepsi itu tidak disetujui oleh Moh. Hatta ,yang tegas-tegas menginginkan
dipisahkanya agama dengan Negara.
Kemudian prof. soepomo memberikan perumpamaan “jika
Indonesia didirikan negara Islam,maka
akan timbul masalah minderhiden,meskipun negara Islam dengan sebaik-baiknya menjaga kepentingan golongan kecil
itu,tetapi golongan kecil itu tentunya tidak mau mempersatukan dirinya dengan
negara.oleh karena itu tidak sesuai dengan cita-cita negara persatuan,yang
telah diidam-idamkan oleh semua kita semua dan bala tentara”
Akhirnya Soepomo menyarankan agar Indonesia berdiri
menggunakan sistem totaliter,dengan tidak membedakan agama yang satu dengan
agama yang lainya.
5.
Lahirnya
Piagam Jakarta
Pada Tanggal 10 Juli 1945,BPUPK menyelenggarakan sidang
yang dihadiri oleh golongan Islam
dan golongan nasionalis untuk mendengarkan hasil-hasil rapat dari panitia
(piagam jakarta) yang disampaikan oleh soekarna sebagai ketua dari BPUKP.
Istilah piagam Jakarta itu dikemukakan oleh Muhammad
yamin pada tanggal 11 juli 1945.pada waktu saat itu beliau mengajukan
konsepsinya tentang dasar Indonesia merdeka.dan dijadikan sebagai kertas legal
yang berisi garis-garis pembentukan Negara merdeka republik Indonesia, yang
merupakan perlawanan kepada fasisme, kapitalisme, dan imperialisme serta dijadikan
mukaddimah Undang-Undang dasar 1945, juga berisi kalimat-kalimat proklamasi
kemerdekaan Indonesia.
6.
Perkembangan
Piagam Jakarta
Secara formal piagam Jakarta disetujui oleh badan
penyelidik sebagai pembukuaan Undang-Undang Negara yang akan berdiri.
Karena pembukuan sifatnya sangat fundamental,maka apa
yang tertuang akan dijabarkan lebih lanjut dalam batang tubuh Undang-Undang
dasar, pasal demi pasal, sehingga hasilnya tergantung aspirator.
E.
Metode Untuk Melakukan Pembaharuan Hukum Islam
Dari sejarah
diatas,kita dapat menyimpulkan bahawa hukum
Islam itu harus dinamis,sehingga
tidak luput dari suatu pembaharuan.
Untuk melakukan suatu pembaharuan
hukum Islam harus ditempuh melalui beberapa metode.dalam hal ini ibrahim
hosen seorang ahli hukum Islam Indonesia menawarkan
langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Pemahaman
baru terhadap Kitabullah
Untuk mengadakan pembaharuan hukum Islam,hal ini
dilakukan dengan direkonstruksi dengan jalan mengartikan al-qur’an dalamkonteks
dan jiwanya.pemahaman melalui konteks berarti mengetahui asbab an-nusul.
Sedangkan pemahaman melalui jiwanya berarti memperhatikan makna atau substansi
ayat tersebut.
2)
Pemahaman
baru terhadap Sunah
Dilakukan dengan
caramengklasifikasikan sunnah, mana yang dilakkan Rasulullah dalam rangkka
Tasyri’ Al-Ahkam (penetapan hukum)
dan mana pula yang dilakukannya selaku manusia biasa sebagai sifat basyariyyah
(kemanusiaan). Sunnah baru dapat dijadikan pegangan wajib apabila dilakukan
dalam rangkaTasyri’ Al- Ahkam. Sedangkan yang dilakukannya sebagai manusia
biasa tidak wajib diikuti, seperti kesukaaan Rosulullah SAW kepada makanan yang
manis, pakaian yang berwarna hijau dan sebagainnya. Disamping itu sebagaimana
aal-Qur’an, Sunnah juga harus dipahami dari segi jiwa dan semangat atau substansi
yang terkandung didalamnya.
3)
Pendekatan
ta’aqquli (rasional)
Ulama’ terdahulu
memahami rukun Islam dilakukan
dengan Taabbudi yaitu menerima apa adanya tanpa komentar, sehingga kwalitas
illat hukum dan tinjauan
filosofisnya banyakk tidak terungkap. Oleh karena itu pendekatan ta’aquli harus
ditekankan dalam rangka pembaharuan
hukum Islam (ta’abadi dan ta’aqquli). Dengan pendekatan ini illat hukum hikmahat-tashih dapat dicerna
umat Islam terutama dalam
masalah kemasyarakatan.
4)
Penekanan
zawajir (zawajir dan jawabir) dalam pidana
Dalam masalah hukum pidana ada unsur zawajir dan
jawabir. Jawabir berarti dengan hukum
itu dosa atau kesalahan pelaku pidana akan diampuni oleh Allah. Dengan
memperhatikan jawabir ini hukum
pidana harus dilakukan sesuai dengan nash, seperti pencuri yang dihukum dengan
potong tangan, pezina muhsan yang dirajam, dan pezina ghoiru muhsan didera.
Sedangkan zawajir adalah hukum
yang bertujuan untuk membuat jera pelaku pidana sehingga tidak mengulanginya
lagi. Dalam pembaharuan hukum Islam mengenai pidana, yang harus ditekakankan adalah zawajir
dengan demikian hukum pidana
tidak terikat pada apa yang tertera dalam nash.
5)
Masalah
ijmak
Pemahaman yang
terlalu luas atas ijmak dan keterikatan kepada ijamak harus dirubah dengan
menerima ijmak sarih,yang terjadi dikalangan sahabat (ijmak sahabat)
saja,sebagai mana yang dikemukakan oleh asy-syafi’i.kemungkinan terjadinya
ijmak sahabat sangat sulit,sedangkanijmak sukuti (ijmak diam) masih
diperselisihkan. Disamping itu,ijmak yang dipedomi haruslah mempunyai sandaran
qat’i yang pada hakikatnya kekuatan hukumnya bukan kepada ijmak itu
sendiri,tetapi pada dali yang menjadi sandaranya. Sedangkan ijmak yang
mempunyai sandaran dalil zanni sangat sulit terjadi.
6)
Masalik
al-‘illat (cara penetapan ilat)
Kaidah-kaidah yang
dirumuskan untuk mendeteksi ilat hukum
yang biasanya dibicarakan dalam kaitan dengan kias. Dalam kaidah pokok
dikatakan bahwa “hukum beredar
sesuai dengan ilatnya”. Ini fitempuh dengan merumuskan kaidah dan mencari serta
menguji alit yang benar-benar baru.
7)
Masalih
mursalah
Dimana ada
kemaslahatan disana ada hukum
Allah SWT adalah ungkapan popular dikalangan ulama. Dalam hal ini masalih
mursalah dijadikan dalil hukum
dan berdasarkan ini,dapat ditetapkan hukum
bagi banyak masalah baru yang tidak disinggung oleh al-qur’an dan sunah.
8)
Sadd
az-zari’ah
Sadd az-zari’ah
berarti sarana yang membawa ke hal yang haram. Pada dasarnya sarana itu
hukumnya mubah,akan tetapi karena dapat membawa kepada yang maksiat atau
haram,maka sarana itu diharamkan. Dalam rangka pembaharuan hukum Islam sarana ini digalakkan.
9)
Irtijab
akhalf ad-dararain
Dalam pembaharuan hukum Islam kaidah
ini sangant tepat dan efektif untuk pemecahan masalah baru. Umpamanya perang di
bulan muharram hukumnya haram, tetapi karena pihak musuh menyerang,maka boleh
dibalas dengan berdasarkan kaidah tersebut,karena serangan musuh dapat
menggangu eksistensi agama Islam.
10)
Keputusan
waliyy al-amr
Atau disebut juga
ulil amri yaitu semua pemerintah atau penguasa,mulai dari tingkat yang rendah
sampai yang paling tinggi. Segala peraturan Undang-Undangan wajib ditaati
selama tidak bertentangan dengan agama. Hukum
yang tidak dilarang dan tidak diperintahakn hukumnya mubah.
Contohnya,pemerintah atas dasar masalih mursalah menetapkan bahwa penjualan
hasil pertanian harus melalui koperasi dengan tujuan agar petani terhindar dari
tipu muslihat lintah darat.
11)
Memfiqhkan
hukum qat’i
Kebenaran qat’i
bersifat absolut. Sedangkan kebenaran fiqh relative.menurut para fukaha, tidak
ada ijtihad terhadap nas qat’i (nas yang tidak dapat diganggu gugat). Tetapi
kalau demikian halnya,maka hukum
Islam menjadi kaku. Sedangkan
kita perpegang pada moto: al-Islam
salih li kulli zaman wa makan dan tagayyur al-ahkam bi tagayyur al-amkinah wa
al-zaman.untk menghadapi masalah ini qat’i diklasifikasikan menjadi:Qat’I fi
jami’ al-ahwal dan Qot’i fi ba’d al-ahwal. Pada qot’I fi al-ahwal tidak berlaku
ijtihad,sedangkan pada qot’I fi ba’d al-ahwal ijtihad dapat diberlakukan.tidak
semua hukum qat’I dari segi
penerapanya (tatbiq) berlaku pada semua zaman
F.
Tujuan Dilakukannya Pembaharuan Hukum Islam
Pembaharuan hukum Islam dimaksudkan agar ajaran Islam tetap ada dan diterima oleh masyarakat modern. Untuk
mengembalikan aktualitas hukum Islam atau untuk menjembatani ajaran
teoretis dalamkitab-kitab fiqh hasil pemikiran mujtahid dengan kebutuhan masa
kini. Itu semua dapat ditempuh dengan beberapa cara:
1)
Memberikan
kebijakan administrasi
Hal ini sudah
dilakukan di Mesir menjelang kehadiran Undang-Undang perkawinan. Dalam kitab
fiqh yang belaku disemua madzhab tidak ditemukan pencatatan perkawinan. Pada
masa mujtahid menghasilkan fiqhnya, hal tersebut dirasakan tidak perludan tidak
bermanfaat. Pada masa kini pencatatan perkawinan sangat dibutuhkan untuk
mengamankan perkawinan itu sendiri.
2)
Membuat
aturan tambahan
Tanpa mengubah dan
mengurangi materi fiqh yang sudah ada,dibuat aturan lain yang dapat mengatasi
masalah social,seperti wasiyyah wajibah yaitu wasiat wasiat yang diberikan
kepada cucu yang tidak menerima waris karena bapaknya telah meninggal lebih
dahulu,sedangkan saudara bapaknya masih ada.
3)
Talfiq
(meramu)
Hasil ijtihad
tertentu diramu menjadi suatu bentuk baru,seperti Undang-Undang perkawinan
turki yang menggabungkan madzhab hanafi yang mayoritas dengan madzhab Maliki
yang minoritas. Undang-Undang ini hanya bertahan menjelang diberlakukanya
Undang-Undang perkawinan swiss yang hingga sekarang masih berlaku di Turki.
4)
Melakukan
reinterpretasi dan reformulasi
Dalil fiqh yang
tidak actual lagi dikaji ulang,terutama yang menyangkut hubungan dalil dengan
rumusan hukum. Dalil yang pernah
diiterpretasikan oleh mujtahid dahulu diinterpretasikan sesuai dengan jiwa hukum dan tuntutan masyakat pada saat
itu. Formulasi baru berdasarkan interpretasi baru baru itu ada yang dituangkan
dalam Undang-Undang dan ada pula yang berbentuk fatwa. Hal ini pada fiqh munakahat
dapat dilihat dalam masalah monogami,bigami,poligami yang dulunya mudah dan
tidak bertanggung jawab,mulai dibatasi dan dipersulit,bahkan ditentukan untuk
dilakukan dipengadilan.
Para ulama
Indonesia yang pada mulanya banyak menganut madzhab syafi’i, pada saat ini
telah terjadi pembaruan atau perubahan. Pendapat-pendapat madzhab lain sudah
mulai diterima dan semakin berintegrasi dengan masyarakat Indonesia. Hal ini
terlihat setelah ulama indonesia kembali dari pusat ilmu fiqh di Timur Tengah
yang memiliki pemahaman mendalam tentang berbagai masalah fiqh.umpanya uluma
yang tergabung dalam organisasi Nahdlatul Ulama (NU)meskipun pada mulanya
mengikuti madzhab syafi’i secara baik,nerusaha mengkaji kembali permasalahan
fiqh dan membahasnya berdasarkan seluruh paham yang ada. Mereka menilai
dalil-dalil yang menghasilkan paham yang berbeda-beda tersebut,kemudian
mengambil satu paham yang lebih kuat.Hal ini dilakukan oleh Bahtsul Masail
Ad-Diniyah Nahdlatul Ulama (NU). Hal yang sama dilakukan oleh ormas-ormas lain
seperti seperti muhammadiyah dengan Majelis Tarjih Muhammadiyah.
Pembaharuan hukum Islam di Indonesia juga bias dilihat dalam UU No.1/1974 tentang
perkawinan. Undang-Undang perkawinan ini adalah peraturan yang berlaku di
kalangan warga Indonesia,terutama untuk umat Islam yang selam ini terikat pada fiqh munakahat. Undang-Undang
perkawinan ini berbeda dengan fiqh munakahat menurut paham madzhab syafi’i yang
selam ini dijalankan oleh umat Islam
di Indonesia,bahkan juga berbeda dengan kitab-kitab fiqh yang selama ini
dipelajari di luar madzhab syafi’i,seperti penentuan batas usia perkawinan 19
tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan. Hal ini tidak sesuai dengan
fiqh yang membolehkan perkawinan anak-anak.
Dalam hukum kewarisan di Indonesia,hazairin
gelar pengeran alamsyah,ahli hukum
ada jauga menawarkan pembaruan. Ia mengadakan interpretasi terhadap surah
an-nisa ayat 33. kata mawali diartikan sebagai pengganti ahli waris,sehingga
makna ayat tersebut adalah:“bagi setiap ahli waris kami jadikan pengganti ”.
dalam hal ini adalah cucu yang bapaknya sudah meninggal lebih dahulu,apabila ia
berjasa mengurus kakeknya,dapat bertindak sebagai pengganti ayahnya. Hal seperi
ini tidak ditemui dalam fiqh ahlusunah atau syiah. Akan tetapi pemikiran
huzairi ini kurang mendapatkan sambutan dari ulama Indonesia,kecuali dalam
kalangan terbatas,meskipun ulama itu merasakan kalau pendapatnya adil.
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Pembaharuan hukum islam dilakukan dengan cara
berijtihad,dan ijtihad inilah yang menjadi intisari pembaharuan dalam islam.
Dengan adanya ijtihad,dapat diadakan penafsiran dan interpretasi baru terhadap
ajaran-ajaran yang zanni,dan dengan adanya ijtihad dapat ditimbulkan pendapat
dan pemikiran baru sebagai pengganti pendapat dan pemikiran ulama-ulam
terdahulu yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman,Sesuai dengan moto:
Al-Islam Salih Li Kulli Zaman Wa
Makan Dan Tagayyur Al-Ahkam Bi Tagayyur Al-Amkinah Wa Al-Zaman.
Untuk melakukan suatu pembaharuan hukum Islam harus ditempuh melalui beberapa
metode.metode yang dipakai sebagai berikut:
1.
Pemahaman
baru terhadap Kitabullah
2.
Pemahaman
baru terhadap Sunah
3.
Pendekatan
ta’aqquli (rasional)
4.
Penekanan
zawajir (zawajir dan jawabir) dalam pidana
5.
Masalah
ijmak
6.
Masalik
al-‘illat (cara penetapan ilat)
7.
Masalih
mursalah
8.
Sadd
az-zari’ah
9.
Memfiqhkan
hukum qat’i
10.
Keputusan
waliyy al-amrIrtijab akhalf ad-dararain
Pembaharuan hukim islam
dimaksudkan agar ajaran islam
tetap ada dan diterima oleh masyarakat modern,iniu semua dapat ditempuh dengan
beberapa metode,diantaranya adalah:
1)
Memberikan
kebijakan administrasi
2)
Membuat
aturan tambahan
3)
Talfiq
(meramu)
4)
Melakukan
reinterpretasi dan reformulasi
DAFTAR PUSTAKA
Ensiklopedi hukum
islam,1997, Jakarta,PT. Ichtiar
Baru Van Hoeve.
Mohammad Daud Ali,2004,Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di
Indonesia,Jakarta,PT. RajaGrafindo persada.
Muhammad Ali As-saayis,1995, Pertumbuhan Dan Perkembangan
Hukum Fiqh, Jakarta,
PT. RajaGrafindo Persada.
PT. RajaGrafindo Persada.
Rachmat Djatnika,Endang Saifuddin Anshari,dkk,1994,Hukum Islam Di Indonesia Perkembangan Dan Pembentukan,bandung,PT. Remaja
Rosdakarya.
Samsul Wahidin,Abdurrahman,1984,Perkembangan Ringkas Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta,Akademika Pressindo.
No comments:
Post a Comment