A.Sekilas
Lambang negara berupa seekor Burung Garuda berwarna emas yang berkalungkan perisai yang di dalamnya bergambar simbol-simbol Pancasila, dan mencengkeram seutas pita putih yang bertuliskan "BHINNEKA TUNGGAL IKA". Sesuai dengan desainnya, lambang tersebut bernama resmi Garuda Pancasila. Garuda merupakan nama burung itu sendiri, sedangkan Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang disimbolkan dalam gambar-gambar di dalam perisai yang dikalungkan itu. Nama resmi Garuda Pancasila yang tercantum dalam Pasal 36A, UUD 1945.
B. Sejarah
Perancangan lambang negara
dimulai pada Desember 1949, beberapa hari setelah pengakuan kedaulatan Republik
Indonesia Serikat oleh Belanda. Kemudian pada tanggal 10 Januari 1950 dengan
dibentuklah Panitia Lencana Negara yang bertugas menyeleksi usulan lambang
negara. Dari berbagai usul lambang negara yang diajukan ke panitia tersebut,
rancangan karya Sultan Hamid II lah yang diterima. Sultan Hamid II (1913–1978)
yang bernama lengkap Syarif Abdul Hamid Alkadrie merupakan sultan dari
Kesultanan Pontianak, yang pernah menjabat sebagi Gubernur Daerah Istimewa
Kalimantan Barat dan juga Menteri Negara Zonder Portofolio pada era Republik
Indonesia Serikat. Setelah disetujui, rancangan itupun disempurnakan sedikit
demi sedikit atas usul Presiden Soekarno dan masukan berbagai organisasi lainnya,
dan akhirnya pada bulan Maret 1950, jadilah lambang negara seperti yang kita
kenal sekarang. Rancangan final lambang negara itupun akhirnya diperkenalkan ke
masyarakat dan mulai digunakan pada tanggal 17 Agustus 1950 dan disahkan
penggunaannya pada 17 Oktober 1951 oleh Presiden Soekarno dan Perdana Menteri
Sukiman Wirjosandjojo melalui PP 66/1951, dan kemudian tata cara penggunaannya
diatur melalui PP 43/1958.
Meskipun telah disahkan penggunaannya
sejak tahun 1951, tidak ada nama resmi untuk lambang negara itu, sehingga
muncul berbagai sebutan untuk lambang negara itu, seperti Garuda Pancasila,
Burung Garuda, Lambang Garuda, Lambang Negara, atau hanya sekedar Garuda. Nama
Garuda Pancasila baru disahkan secara resmi sebagai nama resmi lambang negara
pada tanggal 18 Agustus 2000 oleh MPR melalui amandemen kedua UUD 1945.
C. Makna dan Arti Lambang
Garuda Pancasila terdiri atas tiga
komponen utama, yakni Burung Garuda, perisai, dan pita putih.
D. Burung Garuda
Burung Garuda merupakan burung mistis yang berasal dari Mitologi Hindu yang berkembang di wilayah Indonesia sejak abad ke-6. Burung Garuda itu melambangkan kekuatan, sementara warna emas pada burung garuda itu melambangkan kemegahan dan kejayaan.
Pada burung garuda itu, jumlah bulu
pada setiap sayap berjumlah 17, kemudian bulu ekor berjumlah 8, bulu pada
pangkal ekor atau di bawah perisai 19, dan bulu leher berjumlah 45.
Jumlah-jumlah bulu tersebut jika digabungkan menjadi 17-8-1945, merupakan
tanggal di mana kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.
E. Perisai
Perisai yang dikalungkan melambangkan
pertahanan Indonesia. Pada perisai itu mengandung lima buah simbol yang
masing-masing simbol melambangkan sila-sila dari dasar negara Pancasila.
1.
Ketuhanan yang Maha Esa
Pada bagian tengah terdapat simbol
bintang bersudut lima yang melambangkan sila pertama Pancasila, Ketuhanan yang Maha Esa. Lambang
bintang dimaksudkan sebagai sebuah cahaya, seperti layaknya Tuhan yang menjadi
cahaya kerohanian bagi setiap manusia. Sedangkan latar berwarna hitam
melambangkan warna alam atau warna asli, yang menunjukkan bahwa Tuhan bukanlah
sekedar rekaan manusia, tetapi sumber dari segalanya dan telah ada sebelum
segala sesuatu di dunia ini ada.
2.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Di bagian kanan bawah terdapat rantai
yang melambangkan sila kedua Pancasila, Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab. Rantai tersebut terdiri atas mata rantai berbentuk
segi empat dan lingkaran yang saling berkait membentuk lingkaran. Mata rantai
segi empat melambangkan laki-laki, sedangkan yang lingkaran melambangkan
perempuan. Mata rantai yang saling berkait pun melambangkan bahwa setiap
manusia, laki-laki dan perempuan, membutuhkan satu sama lain dan perlu bersatu
sehingga menjadi kuat seperti sebuah rantai.
3.
Persatuan Indonesia
Di bagian kanan atas terdapat gambar
pohon beringin yang melambangkan sila ketiga, Persatuan Indonesia. Pohon beringin digunakan karena pohon beringin
merupakan pohon yang besar di mana banyak orang bisa berteduh di bawahnya,
seperti halnya semua rakyat Indonesia bisa "berteduh" di bawah
naungan negara Indonesia. Selain itu, pohon beringin memiliki sulur dan akar
yang menjalar ke mana-mana, namun tetap berasal dari satu pohon yang sama,
seperti halnya keragaman suku bangsa yang menyatu di bawah nama Indonesia.
4.
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratn/Perwakilan
Kemudian, di sebelah kiri atas terdapat
gambar kepala banteng yang melambangkan sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratn/Perwakilan. Lambang banteng digunakan karena banteng
merupakan hewan sosial yang suka berkumpul, seperti halnya musyawarah di mana
orang-orang harus berkumpul untuk mendiskusikan sesuatu.
5.
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia
Dan di sebelah kiri bawah terdapat padi
dan kapas yang melambangkan sila kelima, Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Padi dan kapas digunakan karena
merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, yakni pangan dan sandang sebagai
syarat utama untuk mencapai kemakmuran yang merupakan tujuan utama bagi sila
kelima ini.
Pada perisai itu terdapat garis hitam tebal yang melintang di tengah-tengah perisai. Garis itu melambangkan garis khatulistiwa yang melintang melewati wilayah Indonesia.
Warna merah dan putih yang menjadi
latar pada perisai itu merupakan warna nasional Indonesia, yang juga merupakan
warna pada bendera negara Indonesia. Warna merah melambangkan keberanian,
sedangkan putih melambangkan kesucian.
F. Pita
dan Semboyan Negara
Pada bagian bawah Garuda Pancasila,
terdapat pita putih yang dicengkeram, yang bertuliskan "BHINNEKA TUNGGAL
IKA" yang ditulis dengan huruf latin, yang merupakan semboyan negara
Indonesia. Perkataan bhinneka tunggal ika merupakan kata dalam Bahasa Jawa Kuno
yang berarti "berbeda-beda tetapi tetap satu jua". Perkataan itu
diambil dari Kakawin Sutasoma karangan Mpu Tantular, seorang pujangga dari
Kerajaan Majapahit pada abad ke-14. Perkataan itu menggambarkan persatuan dan
kesatuan Nusa dan Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai pulau, ras, suku,
bangsa, adat, kebudayaan, bahasa, serta agama.
No comments:
Post a Comment