Friday, 21 January 2011

Kejanggalan Kasus Gayus


Akhir-akhir ini Indonesia disibukkan dengan pemberitaan mengenai kasus mafia pajak. Nama Gayus Tambunan yang akhir-akhir ini sering disorot media karena ulahnya sebagai kriminal dan menjatuhkan kepercayaan masyarakat terhadap sebuah institusi pemerintah khususnya Direktorat Jendral Pajak. Kasus dugaan mafia pajak dan mafia peradilan yang terkait Gayus tambunan tak kunjung tuntas. Terakhir, Gayus membuat heboh dengan bebas pelesiran menonton tenis di Bali.
Kasus Gayus bermula dari kecurigaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terhadap rekening milik Gayus di Bank Panin. Polri mengungkapkan Cirrus Sinaga, seorang dari empat tim jaksa peneliti, lantas melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Tanggal 7 Oktober 2009 penyidik Bareskrim Mabes Polri menetapkan Gayus sebagai tersangka dengan mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP).
Dalam berkas yang dikirimkan penyidik Polri, Gayus dijerat dengan tiga Pasal berlapis yakni Pasal korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. Karena Gayus seorang pegawai negeri golongan IIIA dan memiliki dana Rp. 25 miliar di Bank Panin. Seiring hasil penelitian jaksa, hanya terdapat satu pasal yang terbukti terindikasi kejahatan dan dapat dilimpahkan ke pengadilan, yaitu penggelapannya. Itu pun tidak terkait dengan uang senilai Rp 25 milliar yang diributkan PPATK dan Polri itu. Untuk korupsinya, terkait dana Rp 25 milliar itu tidak dapat dibuktikan sebab dalam penelitian ternyata uang sebesar itu merupakan produk perjanjian Gayus dengan Andi Kosasih. Pengusaha garmen asal Batam ini mengaku pemilik uang senilai hampir Rp 25 miliar di rekening Bank Panin milik Gayus.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat setidaknya ada 10 fakta kejanggalan yang terjadi dalam pengungkapan skandal mafia pajak dengan tersangka pegawai pajak Gayus Tambunan. Kejanggalan ini baik dari segi kasus hingga para penegak hukum.
Pertama, Gayus dijerat pada kasus PT SAT dengan kerugian negara Rp 570.952.000, dan bukan pada kasus utamanya, yaitu kepemilikan rekening Rp 28 miliar, sesuai dengan yang didakwakan pada dakwaan perkara pidana. Pemilihan kasus PT SAT diduga merupakan skenario kepolisian dan kejaksaan untuk menghindar dari simpul besar kasus mafia pajak yang diduga menjerat para petinggi di kedua institusi tersebut. Kasus PT SAT sendiri amat jauh keterkaitannya dengan asal muasal kasus ini mencuat, yaitu kepemilikan rekening Rp 28 miliar milik Gayus. Pernyataan ini sulit dibantah karena secara faktual beberapa petinggi kepolisian seperti Edmon Ilyas, Pambudi Pamungkas, Eko Budi Sampurno, Raja Erizman, sampai Kabareskrim dan Wakabareskrim, hingga kini tidak tersentuh sama sekali. padahal, dalam kesaksiannya, Gayus menyatakan pernah mengeluarkan uang sebesar 500.000 Dollar AS untuk Perwira Tinggi Kepolisian melalui Haposan. Tujuannya agar blokir rekening uangnya dibuka.
Kedua, Polisi menyita save deposit milik Gayus Tambunan sebesar Rp 75 miliar. Namun, perkembangannya tidak jelas hingga saat ini. Polisi terkesan amat tertutup atas rekening yang secara nominal jauh lebih besar.
Ketiga, Kepolisian masih belum memproses secara hukum tiga perusahaan yang diduga menyuap Gayus, seperti KPC, Arutmin, Dan Bumi Resource. Padahal, Gayus telah mengakui telah menerima uang 3.000.000 dollar AS dari perusahaan tersebut. Alasan kepolisian belum memproses kasus ini adalah belum cukup alat bukti.
Keempat, Kompol Arafat dan AKP Sri Sumartini sudah divonis bersalah. Namun, petinggi kepolisian yang pernah disebut-sebut keterlibatannya oleh Gayus belum diproses sama sekali.
Kelima, Kepolisian menetapkan Gayus, Humala Napitupulu dan Maruli Pandapotan Manulung sebagai tersangka kasus pajak PT SAT. Namun, Penyidik tak menjerat atasan mereka yang sesungguhnya memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Hal ini merupakan bagian dari konspirasi tebang pilih penegak hukum kepada pelaku kecil dan tidak memiliki posisi daya tawar yang kuat.
Keenam, pada 10 Juni 2010, Mabes Polri menetapkan Jaksa Cirus Sinaga dan Poltak Manulang sebagai tersangka kasus suap dalam kasus penggelapan pajak yang dilakukan Gayus. Akan tetapi, tiba-tiba, status Cirus berubah menjadi saksi. Perubahan status ini dicurigai sebagai bentuk kompromi penegak hukum untuk menjerat pihak-pihak yang sebenarnya diduga terlibat. hal ini amat mungkin terjadi karena dimensi kasus Gayus yang amat luas hingga pada petinggi kepolisian.
Ketujuh, Kejagung melaporkan Cirus ke Kepolisian terkait bocornya rencana penuntutan. namun, hal ini bukan karena kasus dugaan suap Rp 5 miliar dan penghilangan pasal korupsi serta pencucian uang dalam dakwaan pada kasus sebelumnya.
Kedelapan, Dirjen Pajak enggan memeriksa ulang pajak perusahaan yang diduga pernah menyuap Gayus karena menunggu novum baru. Padahal pernyataan Gayus perihal uang sebesar 3.000.000 dollar AS diperolehnya dari KPC, Arutmin, dan Bumi Resource, bisa dijadikan sebuah alat bukti karena disampaikan dalam persidangan.
Kesembilan, Gayus keluar dari markas Brimob ke Bali dengan menggunakan identitas palsu. Hal ini menunjukkan dua kejanggalan. Pertama, Kepolisian tidak serius mengungkap kasus Gayus hingga tuntas hingga ke dalang sesungguhnya. Kepolisian juga belum tuntas untuk mencari persembunyian harta Gayus, sehingga konsekuensinya, Gayus begitu mudah bisa menyogok aparat penegak hukum. Kedua, Gayus memiliki posisi daya tawar yang kuat kepada pihak-pihak yang pernah menerima suap selama dia menjadi pegawai pajak.
Kesepuluh, Polri menolak kasus Gayus diambil alih KPK. Padahal, Kepolisian terlihat tak serius menanggani kasus tersebut. penolakan ini telah terjadi sejak Maret 2010. saat itu, Kadiv Humas Polri Brigjen Edward Aritonang mengatakan, Polri masih sanggup menangani kasus tersebut. Tapi nyatanya Gayus malah berpelesir ke Bali.
Di satu sisi, tentulah menjengkelkan dan menggeramkan. Di sisi lain, terungkapnya kasus Gayus semakin terang membuktikan betapa parahnya praktik mafia pajak dan mafia peradilan. Untuk itu harus adanya suatu pembenahan secara serius terhadap sektor perpajakan dan penegakan hukum di Indonesia.


Masih Teringat Kemenangan INTER di FIFA World Club Cup 2010

    Inter Milan akhirnya merebut Piala Dunia Antarklub untuk kali pertama sejak ajang ini mulai digelar tahun 2000. Nerazzurri memastikan membawa trofi itu setelah mengalahkan TP Mazembe dengan skor 3-0.